Opini

Perempuan Mengugat Dipusaran Wacana Tambang Emas Hitam Lumajang

lumajangsatu.com
Achmad Arifulin Nuha, Seorang,Penulis, Jurnalis dan Dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAI Syarifuddin Lumajang. (foto istimewa)

Konflik tambang pasir Lumajang terus terjadi. Warga yang menolak aktifitas angkutan pasir tambang pantang untuk surut. Meski kebijakan Pemerintah Lumajang, telah mengamini tuntuntan warga tersebut.  Bupati Lumajang akan mencarikan jalan khusus aktifitas truk tambang pasir.

Ada satu hal yang luput dari perhatian dalam wacana diskusi tentang tambang Lumajang ini. Biasnya, yang menjadi fukus kajian tentang nilai ekonomis pasir, kebocoran pajak, dan konflik tambang tersebut. Hingga berujung aksi protes warga.

Baca juga: Dirut Perumdam Lumajang Pastikan Pelayanan Hingga Turun Langsung

Isu perempuan dan anak menjadi nilai yang terpinggirkan dalam naral konflik tambang tersebut. Padahal perempuan dan anak ini yang paling terpapar dampak aktfitas ratusan truk yang melintas di jalan jalan.

Terutama perempuan dua Desa Jarit dan Kalibendo, Kecamatan Candipuro Lumajang ini, yang di depan rumahnya menjadi akses jalan truk tambang. Mereka setiap hari bersama anak anaknya harus merasakan deru bunyi ratusan kendaraan. Tak hanya itu, mereka harus menghisap debu debu yang berterbangan diudara menjadi polusi saban hari.

Tapi sayang, suara perempuan seakan menjadi manusia nomer dua. Suara mereka tenggelam dalam rintihan dan ratapan. Suaranya terbingggirkan dari arus pusaran wacana konflik tambang emas hitam Lumajang.

Justru yang muncul keperkasaan laki laki dalam mengais keuntungan tambang.  Warga yang melakukan perlawanan pun terkesan ter reperestasikan kaum adam.  Ujungnya, konflik pun digering dalam pusaran arus kapital.

Dari fakta fakta itu, tambang pasir Lumajang hanya berkenaan dengan laki-laki. Kerusakan infrastruktur dan alam, tak ada hubungannya dengan perempuan.  Perempuan bagikan terjatuh tertimpa tangga. Sudah terdomisitifikasi, juga masih terpinggirkan dalam ranah pusaran wacana tambang pasir Lumajang.

Nalar perempuan

Baca juga: Gelapkan Uang Pelanggan, Karyawan Perumdam Lumajang Diberhentikan

Butuh nalar epistemologi perempuan dalam pengeloaan pasir Lumajang. Dimana perempuan yang menceminakna nilai nilai luhur kasih sayang, kelembutan, dan kelestarian.  Maka dibutuhkan kebijakan yang berlogika pengarus utamaan nalar perempuan. Sehingga corak pengelolaan tambang pasir yang bersifat patriakal an sich, bisa terdekontruksi dalam naral perempuan.

Akitifitas pertambangan, mulai dari menambang, angkutan hingga keluar Lumajang tetap menggunakan menghargai nilai nilai perempuan. Jangan sampai sebuah aktifitas pertambangan justruk kotra produktif dengan perempuan dan anak.

Mereka yang terpinggirkan ini harus dingakat derajatannya. Mereka harus diajak bicara dalam menyusuan tata kelola tambang pasir di Lumajang. Manfaat pasir jangan hanya dinimati bagi kaum laki laki saja, tapi dampak konritnya juga pada perempuan.

Syukur syukur perempuan juga dilibatkan dalam tata regulasi tambang pasir Lumajang. Dengan harapan, pengeloan pasir juga bisa memperhatian masalah perempuan di Lumajang. Langkah konkrit bupati Lumajang dan wakilnya, kepastikan keberpihakannya pada perempuan.

Baca juga: Dirut Perumdam Lumajang Blusukan ke 3 Sumber Mata Air Utara

Pula, dalam pengalokasian anggaran dari hasil pajak pasir seharusnya juga ada alokasi khusus bagi perempuan. Tujuannnya selain memberikan konpensasi penderitaan pada perempuan, juga melakukan pemberdayaan.

Akhirnya tak ada lagi perempuan yang terpinggirkan dalam pusaran nalar tambang tersebut. Jika semua perempuan di area tambang terbedaya dalam melakukan diskusi tambang yang deliberatif. Perempuan jaya, laki laki pun jaya dalam relasi kesetraan. (ls/red)

* Penulis adalah Ketua Forum Komunikasi Wartawan Lumajang (FWKL) dan  Kepala Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Fakultas Dakwa dan Komunikasi Institut Agama Islam (IAI) Syarifuddin Kabupaten Lumajang.

Editor : Redaksi

Politik dan Pemerintahan
Berita Populer
Berita Terbaru