Sudut Pandang
Pers Kawal Demokrasi Demi Lahirnya Kepemimpinan Moral
Pesta demokrasi 2024 tinggal menunggu waktu. Tahapan demi tahapan telah dilalui, mulai dari penetapan hari, penetapan peserta hingga penetapan calon pemilih yang akan menentukan masa depan bangsa Indonesia lima tahun mendatang.
Sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 7 Tahun 2017, dijelaskan pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia jujur da adil dalam bingkai dasar negara Pancasila dan UUD 1945.
Dalam pesta demokrasi nanti, masyarakat-lah yang akan menjadi penentu utama pemimpin bangsa, baik ditingkat nasional maupun daerah (Kepala Negara/ Wakil Rakyat).
Dalam memastikan proses hingga pelaksanaan pemilu 2024 yang akan melahirkan pemimpin bermoral perlu dukungan segenap lapisan masyarakat, termasuk diantaranya Pers.
Sebagai pilar ke-4 bangsa, pers memiliki tugas dan fungsi yang tak kalah penting dalam mengawal proses pesta demokrasi ini. Sebab, pers sejatinya memiliki empat fungsi, yakni pendidikan, hiburan hingga pengawasan.
Maka tak jarang, pers kerap dilibatkan secara langsung dalam proses demokrasi lima tahunan ini, baik oleh pelaksana pemilu (Komisi Pemilihan Umum) maupun pengawasan pemilu (Badan Pengawas Pemilu).
Bahkan, Dewan Pers selaku dewan etik komunitas pers mengeluarkan sejumlah pernyataan kelembagaan, salah satunya melalui Surat Edaran Dewan Pers Nomor : 01/SE-DP/XII/2022 tentang Kemerdekaan Pers yang Bertanggung Jawab untuk Pemilu 2024 yang Berkualitas.
Dalam menjalankan ketiga fungsi itu, pers tetap pada posisi independen untuk memastikan keberpihakannya pers pada bangsa dan rakyat Indonesia.
Pertama, dalam menjalankan fungsi pendidikan, pers komitmen mengajikan informasi yang mendidik bagi masyarakat dan khalayak umum baik informasi tentang proses tahapan pemilu, informasi peserta pemilu, hingga informasi teknis berkaitan dengan tempat dan pelaksanaan pemilu di Tempat Pemungutan Suara (TPS), termasuk diantarnya menyajikan ide dan gagasan peserta pemilu sehingga mampu mendidik masyarakat pentingnya memilih dengan cermat dan seksama.
Kedua, fungsi hiburan. Dalam hal ini, pers kerap menyuguhkan informasi-informasi unik dan menghibur yang berkaitan dengan pemilu.
Terakhir fungsi pengawasan, sebagai pilar ke-4 demokrasi. Pers teguh mengawal jalannya tahapan pra, hingga pasca pemilihan umum dengan kritis dan berintegritas. Bahkan, tak jarang tabir perselingkuhan antar penyelenggara dengan peserta pemilu terungkap karena pers.
Seagaimana case 13 Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di Kabupaten Pasuruan terbukti main mata dengan Calon Legislatif (Caleg) DPRD Jatim, meski akhirnya terkuak, karena peran serta pers dalam menjaga Demokrasi melalui fungsi pengawasan.
Dalam melakukan pengawas,Pers berpegang teguh pada prinsip-prinsip independensi dan integritas melalui kode etik jurnalistik serta cover both site atau keberimbangan dari dua pihak. Sehingga produk pers menjadi cahaya di tengah banjir informasi di media sosial, yang seringkali menjadi lahan oknum tak bertanggung jawab dalam memenangkan kontestasi dengan cara-cara tak bermoral.
Pelaksanaan pesta demokrasi yang sehat tentu akan berbuah manis, dengan terpilihnya pemimpin yang bersih dan berintegritas. Sebagaimana konsep yang digagas pentolan dua organisasi kemasyarakatan islam terbesar di indonesia yakni NU-Muhammadiyah tentang pentingnya Kepemimpinan Moral pada pesta demokrasi.
“Misalnya diangkat soal kebutuhan kepemimpinan moral dalam politik, supaya segala sesuatunya tidak hanya di-drive oleh kepentingan pragmatis,” ungkap Ketua Umum PBNU, Dr. (H.C.) K.H. Yahya Cholil Staquf, sebagaimana dikutib dari kanal YouTube TVNU, edisi 25 Mei 2023.
Hal senada juga diungkapkan ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Haedar Nashir saat berkunjung ke Kantor PBNU (25/5) lalu.
Menurutnya konsep Kepempinan Moral mutlak dibutuhkan, agar kontestasi Pemilu 2024 nanti mampu melahirkan pemimpin yang tahu benar salah, baik buruk, pantas dan tidak pantas dalam berpolitik.
“Bukan justru bersifat siapa dapat apa dan bagaimana caranya,” ucap Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Sebagaimana dikutip oleh A. Marjuni dalam Jurnal Pendidikan Islam, Al-Asma. Rivai, Bachtiar dan Amar mendefinisikan moralitas berasal dari kata mores yang diartikan aturan kesusilaan.
Sementara dalam islam kepemimpinan moral merupakan model kepemimpinan yang meneladani perilaku Rasulillah SAW, seperti cerdas (fathonah), jujur (shidiq), visioner, inisiatif, ikhlas berkorban, bertanggung jawab (amanah), percaya diri, berpikir positif, responsif, empati, inovatif, toleran, keteladanan, disiplin, dan terbuka dan komunikatif (A. Marjuni :Jurnal Al Asma 2021).
Untuk memastikan masyarakat sebagai penentu tahu dan paham dengan proses pemilihan hingga track record para peserta pemilu, dibutuhkan informasi yang cepat dan akurat. Itulah merupakan tugas utama Pers. *
*Penulis : Rokhmad - Sekretaris Forum Komunikasi Wartawan Lumajang
Editor : Redaksi