Ketimpangan dan Lambannya Penegakan Hukum
Pedagang Kecil Babak Belur, Proses Hukum Jalan di Tempat: Ada Apa dengan Kasus Satpol PP Lumajang?

LUMAJANG – Hampir dua minggu berlalu sejak kasus dugaan pengeroyokan terhadap seorang pedagang es krim mencuat di Lumajang, namun aparat penegak hukum belum juga menetapkan tersangka. Publik pun mulai mempertanyakan: apakah hukum berjalan lambat ketika pelakunya aparat?
Misrat (50), pedagang keliling asal Desa Tegal Ciut, Kecamatan Klakah, mengalami luka serius usai diduga dikeroyok lima oknum petugas Satpol PP saat tengah berjualan di kawasan Alun-alun Lumajang pada Minggu (11/5/2025). Ia telah melapor ke Polres Lumajang, namun hingga kini proses hukum masih mandek di tahap pemeriksaan saksi.
“Belum ada tersangka, kami masih dalami keterangan saksi,” ujar Kasatreskrim Polres Lumajang, AKP Pras Ardinata, Rabu (21/5/2025).
Padahal, Misrat mengalami luka lebam di wajah, pipi kiri robek, dan mata kirinya memerah. Namun kelima terlapor justru kompak membantah telah melakukan pengeroyokan. Bahkan, Satpol PP melalui Kepala Bidang Ketertiban Umum, Mochammad Chaidir Sholeh, menyebut luka korban hanya akibat tersenggol alat komunikasi (handy talkie) milik petugas.
“Tidak ada pengeroyokan. Korban tersenggol saat petugas ingin menggeser dagangannya,” kilah Chaidir.
Respons lembaga penegak hukum terhadap kasus ini menimbulkan sorotan tajam. Sejumlah aktivis hukum menilai lambannya proses ini mencerminkan adanya potensi ketimpangan perlakuan hukum antara warga biasa dan aparatur negara.
“Kalau pelakunya warga sipil, mungkin sudah dijemput paksa. Tapi kalau oknum aparat, kenapa prosesnya lambat dan ragu-ragu?” ujar seorang pengamat hukum lokal yang enggan disebut namanya.
Sejumlah pihak mendesak Polres Lumajang untuk bersikap tegas dan transparan, termasuk segera membuka hasil rekaman CCTV di lokasi kejadian agar publik bisa menilai sendiri. Bagi Misrat, keadilan bukan soal luka di wajah, tapi luka kepercayaan terhadap hukum yang bisa terus menganga (Ind/red).
Editor : Redaksi