Content: / /

Ribuan Wisatawan Padati Ritual Pendem Kepala Sapi Semeru di Sumbermujur

Peristiwa

11 September 2018
Ribuan Wisatawan Padati Ritual Pendem Kepala Sapi Semeru di Sumbermujur

Ribuan Pengunjung Padati Ritual Pendem Kepala Sapi Semeru di Desa Sumber Mujur Kecamatan Candipuro, Selasa(11/9). (foto By Indana)

Candipuro (lumajangsatu.com) - Festival Ritual 1 Suro yang digelar di Desa Sumbermujur, Candipuro,Kabupaten Lumajang, berlangsung meriah.

38 tumpeng raksasa diarak menyambut datangnya tahun baru 1440 Hijriyah tersebut. Ribuan masyarakat memadati rute arak-arakan sepanjang tiga kilometer.

"Ini merupakan tradisi tahunan masyarakat Candipuro untuk memperingati satu suro atau datang tahun baru hijriyah," terang salah satu panitia, Syaiful , saat prosesi pemberangkatan, Selasa (11/9).

BACA JUGA : Unik, Tholib dan Suci Naik Truk Mini Menuju ke Pelaminan di Lumajang

Tak sekadar perayaan, imbuh syaiful, Ritual 1Suro juga bertujuan untuk memohon doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk memberikan keselamatan dan keberkahan bagi daerah tersebut.

"Leluhur kami mengajarkan demikian untuk membersihkan kampung dari bala, musibah dan marabahaya," ujar Dia.

Dia bercerita, awalnya tradisi suroan hanya dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sejak 2012, tradisi suroan tersebut dibuat secara serempak satu kampung. Mereka membuat tumpeng dari dua jenis. Ada yang berupa tumpeng nasi kuning atau putih dan ada pula yang berupa tumpeng dari palawija (sayur mayur).

"Agar persatuan dan kebersamaan warga kampung semakin kuat," katanya

Tumpeng_Grebek_Suro_Lumajang

Untuk tumpeng yang terbuat palawija, terang dia, bakal diperebutkan di ujung arak-arakan. Masyarakat meyakini, jika mendapatkan bagian dari tumpeng tersebut, bakal mendapatkan keberuntungan satu tahun ke depan.

Acara tersebut sangat meriah, yang setiap tahunnya semakin meningkat.

"Acara kali ini ada peningkatan. Kami berharap tahun depan makin meriah dan luas pelaksanaannya," kata Suyati (48)warga sumbermujur.

Lebih dari itu, Dia berharap kepada segenap masyarakat tidak sekadar melestarikan tradisi leluhur tersebut. Namun, juga kembali mengingat nasehat-nasehat para leluhur.

"Ada banyak nasehat dari para leluhur kita, yang harus tetap kita pelajari dan kita amalkan dalam kehidupan kita," harapnya.

Salah satu nasehat tersebut, adalah "urip iku urup". Secara bahasa, artinya orang hidup harus menyala.

"Maksudnya, dalam kehidupan ini, kita harus menjadi pribadi yang "menyala" - bermanfaat. Tidak hanya bagi diri sendiri, tapi juga bagi masyarakat luas," terangnya. (ind/ls/red)

Facebook

Twitter

Redaksi