Kecewa Dengan Politik Senayan, Santri Jatim Dukung Pilkada Langsung

lumajangsatu.com

Baca juga: 26 Ribu Warga Telah Berkunjung dan Manfaatkan Pelayanan di Mal Pelayanan Publik Lumajang

Surabaya(lumajangsatu.com)- Para santri ternyata menaruh perhatian besar terhadap dinamika politik yang terjadi dalam dua minggu terakhir ini. Misalnya terkait sikap politik para politisi di Senayan yang mengembalikan pemilihan kepala daerah ke tangan DPRD.

Mayoritas kaum santri di Jawa Timur mengaku sangat kecewa. Demikian kesimpulan dari hasil survei terbaru yang dilakukan Santri Politika. Survei dilakukan sejak 30 September 7 Oktober 2014, dengan jumlah responden sebanyak 240 santri dari 24 pesantren di Jawa Timur.

Mayoritas para santri meyakini bahwa pilkada langsung oleh rakyat adalah model demokrasi yang terbaik, kata Direktur Santri Politika, Abdul Hady JM, saat menyampaikan hasil surveinya, di Surabaya.

Hady menjelaskan, sebanyak 85,4 persen responden menyatakan pemilihan kepala daerah harus tetap dipilih langsung oleh rakyat. Hanya sebanyak 10,7 persen yang menghendaki dipilih DPRD. Sisanya mengaku tidak tahu. Kaum santri, kata Hady, mengaku kecewa terhadap sikap politik para politisi di Senayan terutama dari Partai Koalisi Merah Putih.

Ini sangat beralasan karena merekalah yang telah merampas hak demokrasi dari tangan rakyat, tegasnya.

Sayangnya, saat ditanya apakah mengetahui hasil rekomendasi PBNU agar Pilkada dikembalikan ke DPRD, mayoritas santri menjawab tidak tahu. Sebanyak 65,3 persen mengaku tidak tahu. Selebihnya mengaku tahu.

Kendati demikian, para santri menyadari bahwa Pilkada secara langsung yang telah berjalan selama 10 tahun ini memang telah membawa banyak mudharat. Dintaranya konflik sosial di masyarakat. Namun, hal ini tidak cukup dijadikan alasan Pilkada harus dikembalikan ke tangan dewan. Sebab, dalam proses pendewasaan demokrasi tentu masih terdapat mudharat dan itu perlu diantisipasi bersama.

Demokrasi tidak memiliki makna tunggal. Pilkada langsung atau oleh DPRD sama-sama demokratis, dan keduanya memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelemahan ini tugas kita untuk diperbaiki bersama, ujarnya.

Untuk menguatkan pendapatnya bahwa Pilkada langsung adalah demokrasi yang terbaik, Hady lalu menyitir salah satu bait kaidah nahwu dalam kitab Alfiyah Ibnu Malik. Wa fi ikhtiyarin La yajiul munfashil, idza taatta an yajial muttashil. Artinya, selama masih ada dhamir muttashil (kata ganti bersambung/langsung), maka tidak boleh memakai dhamir munfashil (kata ganti yang terpisah/tidak langsung).

Dengan demikian, para santri menaruh harapan besar pada partai politik yang selama ini bersikukuh pada mekanisme Pilkada secara langsung untuk tetap memperjuangkannya dengan tidak tergoda ikut merampas hak politik rakyat. Yang menarik di sini, meskipun pada pemilu legislatif lalu para santri mengaku tidak semuanya memilih PKB, justru para santri mengaku hanya PKB dan NasDem yang bisa dititipi asparasinya dalam memperjuangkan agar Pilkada tetap dipilih langsung oleh rakyat, kata Hady didamping tim peneliti diantaranya RPA Faqih Zamany, Imam Hambali dan Syaiful Amin.

Temuan lain dalam survei tersebut, pada Pilpres lalu, sebanyak 31,8 persen responden mengaku memilih pasangan Prabowo-Hatta. Sebanyak 46 memilih Jokowi-JK. Sisanya mengaku tidak menggunakan hak politiknya. Namun, bila digelar Pilres pada hari ini dan Prabowo maju lagi, mayoritas para santri mengaku tidak akan memilihnya kembali.

Hal ini buntut dari sikap politik partai pengusung Prabowo-Hatta yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Hanya 1,9 persen mengaku tetap akan memilihnya. Kekecewaan para santri paling tinggi justru dialamatkan kepada Bapak Presiden SBY dan Partai Demokrat karena dinilai tidak konsisten. Beliau biang dari pengesahan RUU Pilkada, pungkasnya.(Red)

Editor : Redaksi

Politik dan Pemerintahan
Berita Populer
Berita Terbaru