Inilah Ilmu Kehidupan

lumajangsatu.com

Baca juga: Denny Caknan Sukses Menghibur Pendukung Paslon 02 Indah-Yudha di Stadion Semeru Lumajang

Lumajang (lumajangsatu.com) - BELAJAR tentang kehidupan tidak akan pernah menemukan titik, selalu saja ada sesuatu yang baru dan belum diketahui sebelumnya. Mungkin karena itulah mencari ilmu diperintahkan tanpa batasan lama dan usia. Walau pendidikan formal memiliki tingkatan akhir, pendidikan kehidupan tidak mengenal akhir.

Meskipun demikian di setiap kurun ada saja orang yang menginginkan ringkasan atau kesimpulan dari semua ilmu. Di zaman nabi Isa, beberapa muridnya ada yang memohon kepada Nabi Isa: "Ajarkan kepada kami ilmu yang paling agung." Di zaman Nabi Muhammad,: "Apakah sesungguhnya esensi Islam itu." Di masa sahabat dan tabiin ada juga yang bertanya dengan kalimat yang hampir serupa.

Barangkali pada zaman ini ada di antara kita yang memiliki pertanyaan yang sama, yakni untuk mendapatkan kesimpulan ilmu kehidupan dengan cepat, akan sangat perlu membaca dan merenungkan hikmah perjalanan pencarian ilmu seorang alim dan shaleh yang bernama Hatim al-Asham (Hatim Si Tuli). Kisah ini sangat populer di dalam kitab-kitab yang berbicara tentang akhlak dan tashawuf, salah satunya dalam kitab Risalah Ayyuha al-Walad yang ditulis oleh Imam al-Ghazali.

Hatim adalah seorang ulama yang pernah berguru kepada Syekh Syaqiq al-Balkhi selama 30 tahun. Di penghujung akhir masa berburu kepada Syekh Syaqiq, sang guru bertanya kepadanya: "Wahai Hatim, engkau telah bersamaku selama 30 tahun. Apa yang kau dapatkan selama ini?" Hatim menjawab: "Wahai Guru, ada delapan (8) faidah ilmu yang saya dapatkan dan saya menganggapnya itu sudah cukup bagiku untuk menghantarkan aku kepada keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat nanti."

Syekh Syaqiq kaget mendengarnya karena masa studi selama 30 tahun itu hanya menghasilkan delapan hal. Padahal adalah lumrah pada masa itu untuk memiliki bertumpuk-tumpuk kitab yang pernah dikaji selama 30 tahun itu. Sang guru dengan penuh penasaran bertanya: "Apa saja delapan hal itu, tolong sebutkan."

Hatim menjawab dan memerinci satu persatu kedelapan hal itu. Pertama, kata Hatim, "Saya melihat dan mengetahui bahwa setiap orang pasti memiliki sesuatu yang dicintai dan yang dirindukan. Sebagian yang dicintainya hanya akan bersamanya sampai dia mati atau menghantarkannya sampai di lobang kubur.

Semuanya akhirnya kembali dan meninggalkannya sendirian di dalam kubur dan tidak ada satupun yang mengikutinya masuk ke kubur. Maka aku berfikir bahwa sesuatu yang paling baik untuk dicintai adalah sesuatu yang akan mengikutinya masuk ke alam kubur dan menghiburnya serta menyenangkannya. Sesuatu itu adalah amal shaleh. Karena itulah maka aku memilihnya agar ia menjadi cahaya bagiku di alam kubur yang gelap dan menjadi teman yang menyenangkan bagiku."

Kedua: "Saya melihat banyak manusia mengikuti hawa nafsunya dan begitu menggebu untuk mendapatkan keinginan-keinginan dirinya. Maka saya renungkan firman Allah: "Barang siapa yang takut kepada Tuhannya, dan mencegah dirinya dari mengikuti hawa nafsunya, maka surga adalah tumpat kembalinya. (an-Naziat ayat 40) Al-Quran pasti benar, maka aku ikuti."

Ketiga: "Saya melihat setiap orang berusaha keras mencari harta dunia dan kemudian menggenggamnya erat-erat. Maka aku renungkan firman Allah: "Apa yang ada pada dirimu pasti akan musnah, sementara semua yang ada di sisi Allah pasti akan kekal. (An-Nahl ayat 96). Maka aku kemudian berusaha untuk mendapat ridla Allah, dan kemudian aku distribusikan kepada fakir miskin agar menjadi investasi dan deposito saya di sisi Allah."

Keempat: "Saya melihat, sebagian manusia menyangka bahwa keagungan dan kemuliaan itu adalah terletak pada banyaknya pengikut dan pendukung, akhirnya mereka tertipu karenanya; sebagian yang lain menganggapnya ada pada banyaknya harta dan banyaknya anak sehingga mereka menyombongkan diri karenanya; sebagian yang lain menganggap keagungan itu adalah apabila mereka melakukan korupsi dan manipulasi, pembunuhan dan penganiayaan pada manusia yang lain; sebagian yang lain menganggap bahwa keagungan dan kemuliaan itu adalah apabila ia bisa menghambur-hamburkan uang dan harta bendanya. Maka saya merenungkan firman Allah: "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian menurut Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kalian. (Al-Hujurat ayat 13)" Maka saya pilih taqwa, dan beranggapan bahwa prasangka mereka semua adalah salah."

Kelima: "Saya melihat, sebagian manusia saling menghina satu dengan lainnya dan berghibah satu dengan yang lainnya. Dan saya melihat bahwa semua itu sumbernya adalah iri dengki karena harta, pangkat dan ilmu. Maka saya renungkan firman Allah: "Kamilah yang membagi kehidupan mereka di dunia ini. (Az-Zakhraf ayat 32). Maka saya terima pembagian Allah pada saya, dan saya tidak iri kepada orang lain."

Keenam: "Saya melihat manusia bermusuhan satu dengan yang lainnya karena suatu tujuan dan sebab. Maka saya merenungkan firman Allah: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuh. (Al-Fathir ayat 6) Maka saya tidak akan bermusuhan kecuali dengan syaitan."

Ketujuh: "Saya lihat banyak manusia begitu ngoyo, berusa keras untuk mendapatkan makanan dan penghidupan, sampai tidak peduli lagi dengan haram dan syubhat, tidak peduli lagi dengan harga dirinya. Maka saya renungkan firman Allah: "Tidak satupun binatang melata di muka bumi ini kecuali rizkinya sudah dijamin oleh Allah. (Hud ayat 6) Maka saya tinggalkan ketamakan dan saya beribadah kepada Allah dengan tenang."

Kedelapan:" Saya melihat setiap orang berpegang kepada makhluk, seperti uang, harta, jabatan, kekuasaan, berhala dan makhluk yang lain. Maka saya merenungkan firman Allah: "Barangsiapa yang tawakkal kepada Allah, maka Dia akan mencukupinya, Allahlah yang menyelesaian permasalahannya, setiap sesuatu telah dibuatkan ketentuannya olehNya. (At-Talaq ayat 3). Maka saya bertawakkal kepada Allah."

Mendengar penjelasan sang murid, Syekh Syaqiq berkata: "Ya Hatim, Allah telah memberikan taufiq kepadamu. Menurutku, Taurat, Injil, Zabur dan Quran semuanya adalah berputar kepada delapan faidah yang kau sebutkan. Barang siapa yang melakukannya maka ia berarti telah melaksanakan kitab suci yang empat itu."

Indahnya untaian delapan kesimpulan berdalil kuat al-Quran itu. Manusia yang mampu melaksanakannya adalah manusia berhati bening yang layak menjadi guru bangsa, rujukan etika dan "kitab kehidupan" bagi yang lainnya. Kegelisahan hidup dan penderitaan batin serta kegalauan pikiran dan kesumpekan rasa adalah karena kita menghapus Allah dari kehidupan kita. (inilah.com/red)

Editor : Redaksi

Politik dan Pemerintahan
Berita Populer
Berita Terbaru