Lumajang (lumajangsatu.com) – Kebijakan full day scholl 5 hari sekolah terus mendpatkan penolakan. Dewan Pengurus Cabang Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kabupaten Lumajang dengan tegas menolak kebijakan yang dilakukan Menteri Pendidikan. FKDT juga membuat surat terbuka kepada Presiden dan Menteri Pendidikan.
Dengan ini disampaikan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia sedang gelisah, mereka adalah orang tua peserta didik, khususnya yang anaknya sekolah di sekolah SD Negeri, SMP Negeri, Pengelola Taman Pendidikan Al Quran, Pengelola Madrasah Diniyah Takmiliyah, para aktivis dan pemerhati pendidikan nasioanal.
Kegelisahan tersebut di mulai dengan gagasan Bapak Menteri Pendidikan RI tentang Gagasan Full Day School (FDS) 5 hari. Menurut pandangan kami yang awam, (bukan sekelas Profesor seperti bapak Menteri Pendidikan RI) bahwa penerapan FDS 5 hari akan membawa dampak sebagai berikut :
Baca juga: Ponpes Darun Najah Lumajang Juara 2 Implementasi Pesantren Sehat Tingkat Jatim 2024
1. Daya serap peserta didik akan semakin menurun khususnya anak sekolah di tingkat dasar sehingga tujuan pendidikan nasional akan makin sulit tercapai
2. Sekolah akan memaksakan mengikuti program FDS walaupun sarana dan prasarananya masih belum mencukupi, karena budaya asal bapak senang (ABS) masih sulit di hilangkan. Sarana tersebut seperti tempat Istirahat yang cukup karena masih ada 5 jam lagi mengikuti pendidikan di sekolah, tempat ibadah yang mencukupi (banyak lho pak yang belum ada tempat ibadahnya, sarana makan siang siswa ( jangan dibayangkan peserta didik orang tuanya pegawai semua yang bisa bayar, sebagai ilustrasi paling tidak sekali makan Rp 5.000 x25 hari, maka akan ada tambahan biaya pendidikan untuk anak sebesar RP 125.000 perbulan kalau sekolah ada niat bisnis pak biaya makan bisa dinaikkan menjadi paling tidak Rp 10.000 atau Rp 15.000 ) sudah berapa tambahan biaya pendidikan yang harus di keluarkan orang tua peserta didik. Akibatnya akan banyak anak yang putus sekolah. Yang miskin tambah miskin pak menteri.
3. Dalam praktiknya anak akan sulit mengembangkan kemampuan non akademiknya karena tidak mungkin sekolah mampu membimbing kemampuan non akademik secara keseluruhan. Mustahil pak menteri, buktinya menaikkan prestasi akademik saja dengan 6 hari sekolah guru-guru kita patut di bilang gagal dibanding Negara lain, apalagi dengan 5 hari dengan membimbing kemampuan non akademik. Maka itu sangat mustahil.
Baca juga: Pemkab Lumajang Hapus Sanksi Denda Administrasi 6 Pajak Daerah, Catat Waktunya
4. Anak akan meninggalkan Agama dan 10 tahun lagi Indonesia akan menjadi sekuler, akan memunculkan radikalisme. fundamenatalisme, Terorisme. Logikanya sederhana. Saat ini sebagian besar peserta didik kita ditingkat dasar sepulang sekolah pada jam 15.00 atau jam 16.00 peserta didik mengikuti pendidikan di TPQ, Madrasah Diniyah Takmiliyah, Musolla, Masjid, Gereja dll untuk mengikuti pendidikan keagamaan. Sehingga mereka tidak lagi dapat mengikuti tambahan pendidikan keagamaan. Dan ini bertentangan dengan PP No 55 tahun 2007. Dengan demikian peserta didik di sekolah negeri akan lebih memilih meninggalkan pendidikan keagamaan. (walaupun pak menteri menyatakan bahwa pendidikan agama akan di integrasikan dalam FDS atau di koneksikan dengan lembaga pendidikan keagamaan, tapi itu mustahil bapak. Karena banyak faktor mulai dari ekonomi, geografis dll). Dengan tidak adanya penanaman agama sejak dini dan kehausan pendidikan keagamaan tidak dapat dilakukan oleh peserta didik melalui TPQ, Madin, Masjid, Gereja, dll maka pada saatnya anak anak kita akan mencari pendidikan agama melalui forum-forum kajian yang tidak bisa di deteksi pemikirannya, hal ini berbeda dengan pendidikan keagamaan yang selama ini berada di bawah naungan Kementerian Agama. Semua lembaga pendidikan keagamaan yang berada dibawah Kemenag dari sisi materi dipastikan tidak ada yang radikal. Faktanya Pemikiran ektrimis, radikalis, dan terorisme selalu keluaran lembaga keagamaan yang tidak terdaftar di Kemenag. Itulah yang kami maksudkan bahwa FDS 5 hari akan memunculkan radikalisme, ektrimisme, dan terorisme.
5. FDS akan mengakibatkan pendidikan SD Negeri SMP Negeri ditinggalkan oleh orang tua yang lebih memilih sekolah yang memberikan jaminan pendidikan keagamaan karena pada sebagian orang tua peserta didik akan kawatir. Sehingga FDS juga menjadi ancaman kelangsungan SD Negeri SMP Negeri. (bagaimana tidak jika terus menerus di tolak oleh masyarakat.
6. FDS akan mengakibatkan TPQ. Madin Takmiliyah, Pendidikan agama selain agama Islam juga termasuk akan BINASA dan Gulung tikar. Perlu diketahui pak menteri bahwa masyarakat bahkan sebelum Negara ini berdiri, bahkan para pejuang kita dan para pahlwan kita menjadikan dan mendirikan TPQ Madin dan pendidikan keagamaan lainnya sebagi tempat untuk membangun karakter bangsa, membangun Islam yang rahmatan lilalamin, mengembangkan paham Islam pluralisme, Islam yang toleran. Banyak gedung TPQ dan Madin yang segera kosong karena tidak ada lagi yang akan belajar agama disana yang pada gilirannya masyarakat Indonesia akan meninggalkan SILA PERTAMA dalam pancasila. Inikah yang kita inginkan? Walaupun bapak menteri menyampaikan bahwa pendidikan agama akan di koneksikan dengan lembaga pendidikan keagamaan yang ada tersebut. Tapi implementasinya pasti akan sulit.
Maka kami selaku pengelola TPQ, Madin takmiliyah se- Kabupaten Lumajang dengan ini menyatakan : MENOLAK KEBIJAKAN FDS 5 HARI Yang di keluarkan oleh Menteri Pendidikan RI yang berlindung di balik PP No 19 Tahun 2017 dan mengusulkan kepada Presiden RI Bpk. Ir. Joko Widodo hal-hal sbb:
1. Mengganti Menteri Pendidikan Nasional yang bikin gaduh sejak awal menjabat.
Baca juga: Polres Lumajang Dalami Motif Pembunuhan di Kebun Tebu Ranuyoso Lumajang
2. Menetapkan FDS 6 hari dengan konsep jam 7.00 sd jam 13.00 berada di sekolah dasar (SD dan SMP) dan jam 15.00-17.00 belajar penguatan karakter di lembaga pendidikan keagamaan yang terdaftar di Kemenag RI berupa (TPQ, Madin Takmiliyah, madin Integrasi di sekolah formal yang terdaftar di Kemenag, Pendidikan Gereja, dll sesuai dengan PP No 55 Tahun 2007).
3. Kebijakan tersebut bertentangan dengan PP No 55 Tahun 2007. pengurus DPC FKDT Kabupaten Lumajang beserta semua kepala Madin, TPQ, Pemerhati Pendidikan, Tokoh Masyarakat.
“Kami bersama dengan pengurus DPC FKDT Kabupaten Lumajang beserta semua kepala Madin, TPQ, Pemerhati Pendidikan, Tokoh Masyarakat dengan tegas menolak kebijakan full day scholl,” ujar Kyai Nawawi M.Pd, ketua FKDT Kabupaten Lumajang.(Yd/red)
Editor : Redaksi