Wisata Lumajang

Tanjakan Cinta Ranu Kumbolo: Legenda Romantis di Jalur Pendakian Semeru

Penulis : lumajangsatu.com -
Tanjakan Cinta Ranu Kumbolo: Legenda Romantis di Jalur Pendakian Semeru
apa kalian ingin enguji legenda tanjakan cinta ranu kumbolo (Gmap/Tanjakan Cinta Ranu Kumbolo)

Lumajang – Bagi para pendaki Gunung Semeru, ada satu titik yang selalu meninggalkan kesan mendalam sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak Mahameru.

Titik itu adalah Tanjakan Cinta, sebuah jalur menanjak yang berada tepat setelah kawasan indah Ranu Kumbolo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang.

Tanjakan ini bukan sekadar jalur pendakian biasa. Di balik kemiringan yang cukup menguras tenaga, tersimpan kisah dan legenda yang membuatnya populer.

Konon, siapa saja yang mampu mendaki Tanjakan Cinta tanpa menoleh ke belakang sambil memikirkan orang tercinta, akan berakhir dengan kisah asmara yang bahagia. Namun, jika menoleh, diyakini hubungan itu bisa berakhir sebaliknya.

Selain kisahnya yang unik, pemandangan di sekitar jalur ini sungguh memukau. Dari bawah, hamparan danau Ranu Kumbolo yang biru dikelilingi perbukitan hijau terlihat begitu menenangkan. Sementara di atas, udara sejuk pegunungan berpadu dengan semangat para pendaki yang berjuang menaklukkan tanjakan penuh cerita.

Bagi sebagian orang, Tanjakan Cinta adalah simbol perjuangan, kesetiaan, dan doa yang terucap diam-diam di tengah perjalanan. Tak heran, banyak pasangan maupun sahabat yang menjadikan momen mendaki tanjakan ini sebagai pengalaman berkesan yang sulit dilupakan.

Jika suatu hari Anda berkesempatan mendaki Semeru, jangan lewatkan pengalaman menapaki Tanjakan Cinta. Lebih dari sekadar jalur menanjak, ia adalah kisah, legenda, dan bagian dari romansa perjalanan menuju atap Jawa.(adi/red)

*Artikel ini ditulis oleh Adi Cahya Ageng Ramadhani (PPL SMKN 1 Lumajang)

Editor : Redaksi

Bantuan dari Presiden RI

Pemerintah Lumajang Hadirkan Pembangunan Berorientasi Manusia Melalui Becak Listrik

Lumajang  – Arak-arakan becak listrik yang melintas di pusat Kota Lumajang menjadi penanda arah pembangunan daerah yang menempatkan manusia sebagai pusat kebijakan. Program ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak semata diukur dari proyek infrastruktur berskala besar, melainkan dari kebijakan yang benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat kecil, khususnya tukang becak lansia yang selama ini menjadi bagian penting mobilitas kota.