Baca juga: Duh..!!! Demi Sapi, Warga Banyuputih Lor Nekat Bacok Mantan Mertua
Lumajang(lumajangsatu.com)- Memastikan agar tidak ada persoalan hukum pada rencana pengembangan wisata bahari TPI Tempursari, Komisi A DPRD Lumajang langsung turun ke lapangan. Komisi A ingin mengetahui status lahan yang akan dijadikan pengembangan wisata bahari seluas 47,47 hektare.
"Iya kita lihat kepemilikan lahannya, ternyata hingga kini belum ada kejelasan kepemilikan lahan," ujar Dra. Hj. Nurhidayati M.Si Ketua Komisi A DPRD Lumajang kepada lumajangsatu.com, Kamis (29/01/2015).
Tanah yang akan dijadikan pengembangan merupakan tanah oloran yakni tanah yang muncul akibat penyusutan sungai dan laut. Saat ini, lahan-lahan yang akan dijadikan tempat wisata itu sudah dikelola oleh sekitar 94 warga, seijin dari kepala desa Bulurejo.
"Kita juga minta kepada pak kades Bulurejo untuk melakukan koordinasi dengan pemerintahan diatasnya agar tidak terjadi persoalan hukum kebelakang harinya," tarang politis NasDem itu.
Pihak desa juga diminta melakukan sosialisasi kepada warga yang mengelola lahan itu, bahwa tanah tersebut merupakan tanah milik negara sehingga tidak bisa diklaim milik pribadi. Warga juga harus rela membongkar bangunannya jika sewaktu-waktu negera membutuhkan lokasi tersebut.
"Kita minta ada sosialisasi kepada warga yang mengelola lahan itu, bahwa tanah oloran adalah milik negara sehingag tidak bisa dimiliki pribadi. Hal itu penting untuk menghindari gesekan antara warga dan pemerintah jika sewaktu-waktu tanah itu dibutuhkan," paparnya.
Disinggung tentang pengkavlingan lahan oleh kepala desa dan dijual kepada warga, Komisi A menyatakan hal itu tidak benar. Warga yang memanfaatkan lahan itu memang dikenakan iuran 2 juta rupiah, namun tidak masuk ke desa, akan tetapi dibuat untuk membangan jalan menuju TPI sepanjang 500 meter dengan lebar 3 meter.
"Kita sudah klarifikasi kepada pak Kades, bahwa uang itu untuk membangun jalan menuju TPI sepanjang 500 meter dengan lebar 3 meter," pungkasnya.(Yd/red)
Editor : Redaksi