Lumajang (lumajangsatu.com) - Tambang pasir Lumajang sama sekali tidak berbading lurus dengan pendapatan asli daerah (PAD) dan kesejahteraan warga Lumajang. Pasalnya, pasir yang keluar dari Lumajang hampir bisa disebut 90 persen illegal alias tidak memiliki ijin.
Data Aliansi Masyarakt Peduli Lingkungan (AMPEL) Lumajang sungguh sangat mencengangkan. Data pendapatan pajak pasir mulai tahun 2010 hingga 2015 terjun bebas. 2010 5.179.410.200, 2011 3.292.118.000, 2012 2.595.705.000, 2013 2.210.590.000, 2014 75.835.000 dan 2015 masih masuk 45.000.000.
Baca juga: Dinkes Lumajang Genjot Peningkatan Indek Keluarga Sehat Lewat Kegiatan Orientasi KAP
"Ini adalah data pendaptan pajak dari pasir Lumajang dari 2010 hingga 2015 terjun bebas," ujar H. Achmad Fauzi koordintor AMPEL Lumajang, Selasa (01/12/2015).
Bagi orang awam mungkin tidak begitu memahami tentang hitung-hitungan pajak pasir Lumajang. AMPEL kemudian merinci pajak pasir dalam bentuk truck tronton yang keluar membawa pasir Lumajang.
Baca juga: Pemerintah Pastikan Pupuk Bersubsidi Bagi Petani Lumajang Aman Sesuai Alokasi
Ampel kemudin merinci satu truck tronton yang berisi 25 kubik pasir atau berat 35 ton pajaknya Rp. 125.000 dengan asusmi perkubiknya hanya Rp. 5 ribu rupiah saja. Sehingga, tahun 2010 hanya 115 tronton yang bayar pajak setiap hari selama seatu tahun.
"Jadi, tahun 2011 hanya 73 tronton, 2012 58 tronton, 2013 49 tronton, 2014 2 tronton dan 2015 hanya 1 tronton saja setiap hari yang bayar pajak selama satu tahun," terangnya.
Baca juga: Lumajang Sharing Peningkatan Kapasitas Perhutanan Sosial Bersama Pemkab Garut dan Madiun
Padahal, dengan kasat mata sejak tahun 2012 warga Lumajang disuguhi dengan pawai kendaraan gajah itu mengangkut pasir keluar Lumajang. Karena itu, AMPEL meminta KPK untuk datang ke Lumajang dan memeriksa kebocoran pendapatan pajak pasir.
"Warga Lumajang bisa melihat sendiri tronton setip hari keluarnya berapa, sudah sangat jelas banyak kebocoran pajak pasir, oleh karena itu AMPEL meminta KPK untuk turun ke Lumajang," pungkasnya.(Yd/red)
Editor : Redaksi