Tim 28 Penyelamat Legislatif Ditengah Konstelasi Politik Tenang Menghayutkan

Penulis : lumajangsatu.com -
Tim 28 Penyelamat Legislatif Ditengah Konstelasi Politik Tenang Menghayutkan

Roda pemerintahan di Kabupaten Lumajang dalam 9 bulan terakhir berjalan seiring seirama. Tidak ada lagi konflik antar Eksekutrif dengan Legislatif seperti 5 tahun sebelumnya, karena sudah bersepakat untuk membangun Lumajang lebih Sejahtera dan Bermartabat. Bahkan, pembahasan Kebijakan Umum Anggaran- Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) RAPBD 2016 hingga disahkan menjadi APBD 2016 menjadi tepat waktu. Bahkan, dua kali Pemerintah Kabupaten Lumajang mendapat penghargaan Akuntabilitas Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) luar biasa.

Namun, kasak-kusuk kemesraan para petinggi Eksekutif dan Legislatif berangsur-angsur menghangat. Semenjak Ketua PDIP dan sekaligus Ketua DPRD Lumajang, Agus Wicaksono hendak mengusung As'at menjadi calon Bupati di tahun 2018 melalui konsolidasi partainya di 5 titik. Apalagi, kemesraan keduanya dihadapan publik menjadi rasan-rasan para pelaku politik, simpatisan dan tokoh masyarkat.

Semenjak PDIP ramai hendak mengusung As'at, PKB segera meluncurkan nama kandidatnya Thoriqul Haq untuk Pilkada 2018, yang kini duduk sebagai Anggota DPRD Jawa Timur. Selain itu, munculnya Indah Amperawati (Kepala Dinas Kehutanan) adik dari Almarhum Sjahrazad Masdar yang juga dikabarkan mulai rajin menyapa masyarakat dan komunikasi dengan tokoh-tokoh yang dulu membantu sang kakak. Kemudian munculnya, H. Ngateman yang saat itu hadir di Harlah Partai Amanat Nasional (PAN) dengan nahkoba baru tapi muka lama yakni H. Thoriq.

Kemesraan Antara As'at dan Agus Wicaksono menjadi perbincangan hangat dimasyarakat baik di warung Kopi atau ranah-ranah diskusi terbatas. Tak jarang ada yang menilai, Agus akan menjadi suksesor dari As'at dan sebaliknya, Agus menjadi penumpang kapal yang akan ditenggalamkan sendiri dan dirinya menyiapkan sekoci. Rasan-rasan politik inilah yang membuat konstelasi politik menghangat, meski media massa tidak meliputnya, karena tidak ada yang berani bicara didepan publik.

Hingga akhirnya, riak-riak perlawanan dari anggota legislatif mencuat dan mengental, dengan adanya KUA-PPAS APBD 2017 yang awalnya akan dibahas bersama dengan Tim Anggaran dan Badan Anggaran dijadwal selama 4 hari menjadi sehari, disebabkan ada kebijakan sepihak pimpinan DPRD. Adanya ketidak beresan dalam pembahasan itu, sebanyak 6 Fraksi di DPRD dengan kekuatan 28 anggota legislatif melakukan kritik untuk minta dibahas ulang KUA-PPAS. Mereka yang meminta adalah PKB, Gerindra, Demokrat, PAN, PKS dan Hanura. Mereka tidak ingin adanya one man show di lembaga yang terhormat di Legislatif.

Kasak-kusuk ini kemudian tercium oleh rekan-rekan jurnalis, apakah benar ada perlawanan dari anggota legislatif terhadap pimpinan DPRD yang dikenal memiliki pengaruh kuat dan lihai memainkan bidak catur politik. Apalagi sang ketua dikabarkan memiliki orang-orang dekat yang loyal, berposisi dan pandai melakukan komunikasi dengan kekuatan para petinggi eksekutif. Hingga akhirnya, gerakan Tim 28 ini didengar para petinggi Legislatif dan eksekutif. Sehingga, Tim Anggaran yang mendapat kabar mulai masuk angin dan was-was, lobi politik dilakukan juga tak efektif.

Jika dilihat kekuatan politik, Tim 28 ini unggul kuat, bila PDIP bergabung dengan Golkar, Nasdem dan PPP dengan jumlah legislator 22. Di formasi tim anggaran, Tim 28 memiliki wakilnya 13 dan Tim sebelah 12 legislator. Kalkulasi ini, bisa dimenangkan oleh Tim 28, tetapi manuver politik dengan matematis tidak berlaku disetiap menentukan kebijakan yang besar dan godaan materialistik. Namun, dengan adanya gerak tim 28, akhirnya pimpinan DPRD menggelar rapat tertutup mengenai gonjang ganjing konstelasi di lembaga legislatif dan Ketua DPRD sangat senang dengan adanya kritikan dari 6 fraksi untuk membahas lagi mengenai Proses dan Isi dari KUA-PPAS RAPBD 2017. Dengan paling lambat untuk dibahas kembali 24 Oktober mendatang. Bahkan, pembahasan disampaikan ke Awal Media yang sudah mencium ada ketidak beresan di Pembahasan KUA-PPAS.

Kebesaran hati dari Ketua DPRD Ini sebuah langkah yang tepat, untuk membahas kembali dari kritikan Tim 28. Meski sepi dari kritikan secara langsung dan didepan publik melalui media massa, Ketua DPRD mampu menjaga marwah lembaga yang dipimpinya. Tim 28 secara langsung memberikan sumbangsih menyelamatkan lembaga (legislatif) yang dihuninya dari rasan-rasan politik yang kian mengental di masyarakat, bila ada kekuatan one man show dibalik pembahasan KUA-PPAS RAPBD 2017. Sehingga, KUA-PPAS RAPBD 2017 akan dibahas secara benar oleh wakil rakyat per-item isi untuk bisa di breakdown ke RAPBD 2016 oleh eksekutif melalui program rutinitas dan inovatif. Gerakan dari Tim 28 ini seperti pernyataan dari seorang filusuf Perancis, Michel Foucault "Bungkam Terhadap Penindasan, Kejahatan Terbesar Kaum Intelektual". Foucault melihat kekuasaan bisa mengakibatkan kediktatoran bagi pelakunya, sehingga butuh kontrol dari pengetahuan yang kuat untuk kemakmuran rakyat.

Sebenarnya, kolaborasi antara eksekutif dan Legislatif sangat bagus bila dilakukan dengan sesuai etika dan aturan yang berlaku. Namun, juga bisa menjadi konflik yang bermuara pada korupsi dan politisasi kekuasaan. Hal ini disampaikan Reynald Kasali di Bukunya "Change" yang membahas tentang Pemimpin Perubahan.  Kolaborasi produktif akan terjadi bila Eksekutif, Legislatif dan Partai Pendukungnya serta Oposisi sama-sama mendahulukan kepentingan publik. Namun hal ini membutuhkan sejumlah persyaratan seperti Sistem Kontrol, Transparansi yang kuat, Kualitas SDM, Reward System jajaran birokrasi yang memuaskan dan tinggi, teknologi pelayanan yang terintegrasi dengan siste anggaran dan pelaporannya, serta kultur politik yang sehat. Dan ini biasanya terbentuk bila sebuah komunitas memiliki pemimpin yang superkuat sistem yang menjamin adanya sense of porpuse, atau masyarakat dihadapkan pada krisis yang menyadarkan adanya "Musuh Bersama".

Kolaborasi Destruktif akan terjadi bila Esekutif maupun Legislatif (para politisi) sama-sama mendahulukan kepentingan masing-masing "Politik bagi-bagi". Hal ini akan terjadi bila persyaratan diatas tidak berjalan efektif. Sehingga, dalam kondisi ini akan sulit membedakan mana partai penguasa dan partai oposisi. Kalaupun ada mereka hanya mempertontonkan sadiwara besar, sama-sama berjuang untuk mengambil bagian yang lebih besar dibelakang tatapan publik. Jadi sudah tidak ada lagi idelogi partai, selain kolaborasi untuk mengambil keuntungan dengan bagi-bagi.

Namun diera saat ini jarang sekali ditemui kolaborasi produktif, tetapi lebih banyak destruktif yang berakibat koruptif dan politisasi kekuasaan. Sehingga, sangat dibutuhkan sebuah Change Leadership yang kuat dengan dukungan publk yang luas dengan berani melawan politisasi kekuasan di eksekutif dan legislatif. Namun yang terjadi saat ini, banyak eksekutif yang menyerah dan melakukan kehendak para politisi dan pemerintahan tak lagi efektif, sehingga adanya pemborosan di APBD, hasil tidak tampak karena membangun mercusuar berbalut pencitraan dan banyak potensi daerah yang menguap.

Kita sangat berharap antara eksekutif dan legislatif berkolaborasi yang produktif, bukan lagi melakukan lobi-lobi politik menciderai semangat pembangunan secara demokratis idaman rakyat. Dengan dibahasnya ulang KUA-PPAS RAPBD 2017 antara Tim Anggaran dan Badan Anggaran, ada semangat untuk saling kontrol demi pembangunan untuk publik. Karena KUA-PPAS akan dibreakdown menjadi RAPBD 2017 dengan kekuatan anggaran lebih dari Rp.1,3 Trilliun lebih. Anggaran yang merupakan untuk kemakmuran rakyat, tidak boleh dibahas asal-asalan (sehari) hanya untuk politisasi kekuasaan. Semoga Legislatif dan Eksekutif berkerja sesuai Tugas dan Pokok Fungsinya untuk pelayanan ke masyarakat. Karena, pekerjaan para pemimpin dua lembaga itu, akan ditagih oleh Allah SWT kelak, bila main-main mengenai amanah rakyatnya. (ls/red)

Editor : Redaksi