Bersepeda Ontel, Zainuri Santri Al-Anisy Tak Malu Sekolah di SMAN 3 Lumajang
Lumajang (Lumajangsatu.com) - Peringatan Hari Santri Nasional yang ke-2 tahun 2016 di Lumajang dipusatkan di Stadion Semeru dengan menggelar upacara dilanjutkan kirab dari Stadion menuju Alun-alun.
Di tempat terpisah kemeriahan Hari Santri Nasional yang jatuh pada hari ini, Sabtu (22/10/2016). Juga dirasakan oleh sosok Ahmad Zainuri siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 3 Lumajang, santri kelahiran Lumajang, 10 Mei 2000 ini merupakan sosok yang sederhana. Hal tersebut dapat dilihat dari kesederhanaannya baik disekolah maupun dipondok.
Ahmad Zainuri kini sedang menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Al Anisy yang berlokasi di Jalan Prof. M. Yamin No.14 Kelurahan Tompokersan. Semenjak lulus SMP Muhammadiyah dia langsung mondok di pesantren tersebut. Sudah 2 tahun santri asal Desa Klanting tersebut menjadi santri di Pesantren Al Anisy. Disamping mondok dia juga bersekolah di SMA Negeri 3 Lumajang (SMAGA).
Dalam kesehariannya dia berangkat ke SMAGA ditemani sepeda tuanya (Sepeda Onta) yang dia beli dari menyisihkan uang jajan yang dikumpulkan selama 6 bulan. Kemudian setelah terkumpul 700.000 iya bersama temannya mencari sepeda di Pasar Patok Lama (Klojen) dan akhirnya dia jatuh pada pilihan sepeda onta seharga 350.000 dan sisanya dapat ia tabung.
Karena kecintaannya pada sepeda tua tersebut dia juga memberi aksesoris tambahan seperti bel dan bendera merah putih. Saat ditanya kenapa dia berangkat ke sekolah menggunakan sepeda onta, Zainuri bercerita bahwa orang tuanya tidak mampu membeli sepeda motor, karena penghasilan ayahnya sebagai kuli bangunan dan ibunya menjadi pembantu rumah tangga hanya cukup dibuat untuk makan sehari-hari.
Menurut santri murah senyum tersebut alasan dia memilih naik sepeda dari pada jalan kaki karena selain dia suka sepeda tua, bersepeda juga menyehatkan. Selain itu untuk menumbuhkan kecintaan kepada bangsa ini dia memasang bendera merah putih di sepedanya. Menurut dia para santri juga turut andil dalam berjuang meraih kemerdekaan.
Ketika pertama kali membawa sepeda onta ke sekolah banyak teman-temannya yang menertawakanya, tetapi perlahan-lahan mereka memahami dan sekarang malah mendukung serta selalu memotifasi dirinya.
Mondok sambil sekolah di sekolahan umum tidak menjadi kendala bagi dirinya, dia dapat membagi waktu antara pendidikan di pondok dengan pendidikan di sekolah, sehingga tidak ada yang dikorbankan.(Red)
Jurnalis Warga: Yopi Aris Widiyanto
Editor : Redaksi