Seniman Lumajang

Cak Sukri, Pelawak Legendaris Lumajang

Penulis : lumajangsatu.com -
Cak Sukri,  Pelawak Legendaris Lumajang
Cak Sukri, pelawak asal Desa Sukosari Kecamatan Kunir

Lumajang (lumajangsatu.com) - Di era tahun 80 sampai 90-an Ludruk Bangun Tresno sangat terkenal bagi warga Lumajang. Lawakan kocak selalu ditunggu oleh para penonton setiap kali Ludruk Bangun Tresno tampil.

Cak Sukri adalah satu legendaris pelawak terkenal asli Lumajang yang masih bertahan ditengah gempuran hiburan modern. Pria 51 tahun itu, memiliki nama lengkap Sukriadi warga Sukosari Kecamatan Kunir.

Hingga kini, suami dari Ngatemi itu masih tetap mentas meskipun tidak lengkap satu grup, hanya kadang bersama satu teman atau dua teman dan elektone. Dirinya ingin terus menghidupkan lawak kocak Lumajang, yakni lawakan cerdas, tanpa jorok dan SARA.
cak sukricak sukri
"Alhamdulillah, masih ada saja tanggapan mas. Saya ingin ada anak muda yang pandai dan ingin belajar melawak, saya siap untuk mengajarinya," jelas bapak dari Subekti Nur Efendy dan Rika Alfandi itu saat berbincang dengan lumajangsatu.com, Rabu (17/08/2018).

Cak Sukri memulai karir menjadi seniman sekitar tahun 1981 dengan menjadi seniman Jharan Kencak di Kalipepe. Semua pekerjaan dilakoni, mulai menjadi penabuh gendang, meniup seruling dan bernyanyi dilakoni hingga sampai tahun 1994.

Dirinya mulai terkenal setelah menang juara satu lomba lawak se-Jawa Timur tahun 1994 dan juga bertemu dengan pelawak kondang Cak Kirun. Saat itulah, dirinya langsung direkrut banyak grup ludruk yang masih banyak sekali di Lumajang dan Jember.

"Sejak tahun 1994 saya direkrut dan bergabung dengan Ludruk Bangun Tresno Bondoyudo Kecamatan Sukodono," paparnya.

Cak Sukri biasanya tampil dengan tim, diantaranya Cak Siyo, Cak Meler dan Cak Giyat yang semuanya sudah meninggal dunia. "Kala itu saya pernah satu tim dibayar 75 ribu rupiah. Sudah sangat senang sekali," ucapnya.

Menjadi seorang pelawak tidak harus sekolah tinggi, namun harus terus belajar mengikuti perkembangan jaman. Harus sering baca koran, melihat TV, mendengarkan radio, agar lawakannya bisa nyambung dengan penonton sesuai dengan taraf ekonomi dan pendidikan penonton.

"Menjadi pelawak harus memiliki wawasan luas agar lawakannya tidak garing. Kalau kita melawak untuk pelajar dan mahasiswa harus tahu dunia mereka," tambahnya.

Dirinya berharap kepada pemerintah bisa memperhatikan dan memberdayakan para seniman lokal. Jika ada kegiatan pemerintahan, bisa memanggil seniman lokal dan tidak perlu mendatangkan seniman dari luar daerah.

"Saya berharap pemerintah bisa memperhatikan keberlangsungan para seniman dengan sering-sering memberikan job atau tanggapan. Tidak perlu mendatangkan dari luar daerah, karena di Lumajang banyak sekali seniman handal," pungkasnya.(Yd/red)

Editor : Redaksi

Lumajang Maju dan Makmur

Bak Lautan Manusia di Lapangan Jokarto Lumajang Sholawat Doa Bersama Cak dan Ning

Lumajang - Dalam rangka membangun kedamaian dan persatuan di wilayah Lumajang, relawan paslon 01 (Cak Thoriq – Ning Fika) bersama Gus Hafidzul Ahkam dari Probolinggo dan jamaah Riyadhul Jannah Lumajang mengadakan acara Sholawat & Do’a Bersama. Acara ini berlangsung di Lapangan Desa Jokarto Kecamatan Tempeh Kabupaten Lumajang Kamis, (21/11/2024) malam.

Opini

Euthanasia dan Perawatan Paliatif, Dilema Etik Antara Hak Hidup dan Hak Untuk Mengakhiri Penderitaan

Lumajang - Saat ini dunia ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan sudah sangat maju khusus pada bidang kesehatan. Dengan adanya kemajuan tersebut segala hal akan menjadi lebih mudah untuk dilakukan, seperti dalam hal mendiagnosis penyakit dan menentukan kemungkinan waktu kematian seseorang dengan tingkat akurasi tinggi dan hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan logis. Bahkan para dokter kini pun juga dapat memberikan bantuan dalam mengakhiri kehidupan pasien  dengan kondisi medis yang memiliki tingkat kesembuhan relatif rendah atau dalam kondisi penyakit terminal. Proses ini dikenal dengan istilah Euthanasia (Fahrezi & Michael, 2024).