Cerita Haru Erupsi Semeru

Kasih Sayang Rumini ke Ibu Dibawah Terjangan Awan Panas Semeru

lumajangsatu.com
Rumini, korban erupsi Semeru yang tak rela meninggalkan ibunya sendirian

Lumajang - Surga ada ditelapak kaki ibu. Pepatah ini seakan mengambarkan, Rumini (28), warga Dusun Curah Kobokan Desa Supiturang Kecamatan Pronojiwo rela meninggal dunia berpelukan dengan ibunya, Salamah (70) di rumahnya saat Awan Panas Guguran (APG) Semeru menerjang, Sabtu(4/12/2021) lalu.

Rumini bentuk kasih sayang dan pengabdian pada ibunya saat bencana datang. Almarhumah tidak mau meninggalkan sang ibu sendirian dikarenakan sakit dan tidak bisa jalan.

Baca juga: Kesepakatan Bersama Tiket Masuk Tumpak Sewu Semeru Lumajang 100 Ribu Per Wisatawan

"Mungkin dia tak mau meninggalkan ibu mertua dirumah," ujar Imam Syafi'i (30) suami korban diceritakan pada Ketua Tim Peduli Musibah Semeru IAI Syarifuddin, Gus Darwis dan Istri Ning A'ayun dilokasi pengungsian rumah saudaranya di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro, Selasa (7/12/2021).

Masih kata dia, istrinya memang sangat sayang dan perhatian pada ibunya. Selalu memenuhi kebutuhan sang bunda mulai makan dan memandikan.

"Saya tak menyangka lahar Semeru Sabtu lalu menjadi hari perpisahan," ungkap bapak dari Zaky Pratama (4) anak dari almarhumah.

Rumini dikenal sosok perempuan desa Yang sederhana dan tidak pernah banyak permintaan suaminya. Sosok ibu penyayang bagi Zaky sang buah hati semata wayang.

Peluk Cium Perpisahan Rumini

Imam Syafi'i kembali mengingat perpisahan terakhir bersama Rumini. Ada perbedaan sikap dan perilaku Rumini sebelum peristiwa kelam, Sabtu(4/12/2021) sore.

Ibu Zaky sering tersenyum dan minta peluk cium sebelum tidur, Jum'at(3/12/2021) malam. Bahkan saat terbangun di Sabtu pagi, sebelum peristiwa tragis. Rumini selalu ingin berdekatan dengan Suaminya.

"Dia peluk dan cium saya, ketika ditanya kok gak bisa. Dia bilang kangen," ujarnya.

Sikap dan perilaku sang istri perhatian sekali itu tak disangka sebagai akhir perpisahan. Saat Imam hendak berangkat untuk menjadi buruh tambang pasir, Rukmini tetap manja dengan cinta peluk cium.

"Saya berangkat dulu ya, jaga Zaky dirumah," pamit Imam pada almarhumah.

Imam tanpa punya firasat apapun langsung menuju ke lokasi pertambangan pasir di Aliran Lahar Semeru Besuk Kobokan. Menjelang Sabtu Sore, awan gelap mengitari Semeru dan hujan deras. Lahar dingin terjadi, Imam menghentikan aktifitas pertambangan.

Tiba-tiba lahar dingin berubah menjadi aliran lahar panas. Tiba-tiba dihulu sungai terlihat ada gumpalan awan panas besar.

Imam menjauh menyelamatkan diri bersama warga lainya. Awalnya akan pulang dulu untuk mengajak almarhumah mengungsi.

Namun, niat menjemput istri dan mertuanya dihalangi warga. Ada yang menyampaikan jika Rumini sudah mengungsi dulu.

Meski almarhumah sudah dikabarkan keluar rumah dengan menggunakan baju putih dan jilbab hitam. Hati imam tidak tenang dan was-was.

"Waktu itu, saya sangat ingin memastikan kondisi rumah, saya sudah kehilangan akal dan jikapun mati bersama," ungkapnya.

Keinginan itu hanya ada dipikirannya. Warga Curah Kobokan banyak menghalangi pikirannya saat itu.

Baca juga: Dam Boreng Hampir Rampung, Air Akan Aliri Ratusan Hektar Persawahan di Lumajang

Dusun Curah Kobokan berjarak kurang lebih 12 Kilometer dari puncak Semeru saat Awan Panas Guguran Menerjang dalam kondisi gelap. Jarak pandang antara 1-2 meter. Abu vulkanis berjatuhan seakan kabar kiamat sudah tiba.

Imam sudah mempunyai firasat buruk. Ketika menyelamatkan diri dari terjangan awan panas bertemu dengan buah hatinya, Zaky bersama pamannya berada di Sekolah Dasar (SD) Sumberwuluh 02 pengungsian sementara.

Zaky dijemput pamannya, Hasyim yang baru pulang dari Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampus IAI Syarifuddin dikarenakan kangen. Sehingga selamat dari amukan Semeru.

"Saya ingin kembali ke rumah, banyak orang menghalangi," ceritanya.

Rumini Pergi Memeluk Ibunya

Kerabat Rukmini bersama sang Mertua, Udin (55) mencari keberadaan menantunya. Sedangkan Imam suami dari almarhumah sibuk menenangkan Zaky selalu menangis mencari ibu.

Pihak keluarga menelusuri keberadaan Rumini di sejumlah lokasi pengungsian mulai dari sekitaran kecamatan Candipuro hingga ke Pasirian dan Tempeh. Namun, keberadaan Rukmini sama ibunya tidak ditemukan kabarnya hingga jam 05.00 WIB, Minggu (5/12/2021) dini hari.

Meskipun ada sejumlah tetangga dari Rumini mengabarkan sudah mengungsi. Karena saat kejadian kelam Semeru menerjang, ada tetangga sempat mengajak mengungsi dan rumah kondisi kosong.

Udin, sang mertua diliputi hati cemas bersama kerabat Rumini mengecek rumah menantunya. Betapa kagetnya, saat ke belakang rumah dibagin dapur. Ada telapak kaki terlihat dari tumpukan abu vulkanik dan robohan atap dapur.

Baca juga: Diterjang Ombak, Akses Jalan Alternatif Pasirian-Tempursari Lumajang Putus Total

"Waktu itu bapak dan saudara mbak menangis," Ujar Imam adik ipar Rumini.

Ketika reruntuhan dapur dan debu vulkanis dibersihkan. Rumini meninggal dengan kondisi memuluk ibunya, Salamah.

"Jadi mbak melindungi ibunya dari guyuran abu Semeru menggunakan capil untuk ke sawah," ceritanya.

Jenazah Rumini bersama ibunya dibawa kerumah saudaranya di Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro untuk dikremasi. Sementara Hasyim bersama bapaknya meluncur ke rumah saudara untuk mengabari kakanya Imam mengenai istrinya menjadi korban bencana Semeru.

"Waktu itu, saya sama bapak gak enak dan gak tega, tapi kabar duka ini harus dikasih tahu," jelasnya.

Udin dengan suara terbata - bata menyampaikan kabar duka ke anak pertamanya, Imam jika sang istri telah berpulang bersama ibu mertuanya. Seperti disambar petir, Imam menangis histeris hingga tak sadarkan diri.

"Mas Imam pingsan dua kali, saya gak tega," jelasnya.

Setelah kondisi Imam tenang dan menerima keadaan. Udin bersama Hasyim menemani sang kakak untuk mengantar jenazah sang istri dan mertuanya dari rumah kerabat Rumini di Sumber Mujur.

"Sekarang hanya menjaga dan menenangkan Zaky, dia selalu tanya Ibunya," cerita Hasyim.(Har/red)

Editor : Redaksi

Politik dan Pemerintahan
Berita Populer
Berita Terbaru