Baca juga: Tahun 2015, Saatnya Bersatu Jadi Terbaik Rek!
Lumajang(lumajangsatu.com)- Meningkatnya aktivitas beberapa gunung api di Indonesia mendorong Laskar Hijau untuk melakukan sosialisasi dan lokalatih pengurangan risiko bencana gunung api di beberapa di desa di sekitar Gunung Lemongan. Materi dari kegiatan tersebut meliputi Sosialisasi tentang karakter Gunung Api Lemongan, gerakan konservasi berbasis masyarakat, pelatihan Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PBBM) dan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD).
Untuk awal desa-desa yang menjadi sasaran kegiatan ini adalah desa-desa teratas yang ada di lereng Gunung Lemongan, yaitu desa Sumber Petung Kecamatan Ranuyoso, desa Papringan kecamatan Klakah, desa Salak kecamatan Randuagung. Kegiatan ini dilakukan selama tiga hari di masing-masing desa. Untuk desa Papringan dilaksanakan pada tanggal 15-17 Juni 2014, untuk desa Sumber Petung dilaksanakan pada tanggal 17-19 juni 2014 dan untuk desa Salak dilaksanakan pada tanggal 22-24 Juni 2014. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, Laskar Hijau bekerjasama dengan Muslim Aid yang didukung oleh Narasumber dari Pos Pengamat Gunung Api Lemongan dan fasilitator-fasilitator handal dari Kappala.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa sampai saat ini BPBD Kabupaten Lumajang belum memiliki Rencana Kontijensi untuk penanggulangan bencana gunung api Lemongan dan potensi bencana lain yang ada di Kabupaten Lumajang selain bencana gunung api Semeru. Artinya kalau sewaktu-waktu terjadi bencana gunung api Lemongan atau bencana tsunami dan lain-lain, baik pemerintah Kabupaten Lumajang maupun masyarakat di Kabupaten Lumajang tidak tahu harus berbuat apa karena tidak adanya Rencana Kontijensi tersebut. Kondisi inilah yang memicu Laskar Hijau untuk mengambil peran ini.
kami tidak bisa menunggu, karena bencana bisa datang sewaktu-waktu ujar Aak Abdullah Al-Kudus selaku penyelenggara kegiatan ini.
Seyogyanya kegiatan ini menjadi domainnya BPBD di masing-masing kabupaten. Namun jika BPBD belum melakukannya, maka masyarakat punya ruang untuk mengambil peran dalam hal ini. Aak juga mengatakan bahwa peran serta masyarakat ini sangat mungkin dilakukan sesuai dengan UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Di sisi lain, dengan ikutnya Indonesia meratifikasi deklarasi Hyogo yang turunannya menjadi Rencana Aksi Nasional untuk Peredaman Risiko Bencana (RAN-PRB), hendaknya tidak sekedar jargon dan euphoria semata, bukan hanya berupa instruksi sampai ke tingkat daerah yang hanya berupa perintah untuk membuat sebuah dokumen rencana aksi daerah (RAD) semata. Di sini peran masyarakat, terutama masyarakat yang berada di daerah rawan bencana harus mendapat porsi, siapa tahu justru dokumen rencana aksi daerah malah muncul dari usulan masyarakat yang telah membuat dokumen rencana aksi kampung (RAK PRB).
Tujuan dari dilaksanakan kegiatan ini, Aak menjelaskan bahwa tujuan utamanya adalah membuka pemahaman masyarakat yang berada di sekitar Gunung Lemongan tentang menejemen bencana, konsep peredaman risiko bencana, menejemen risiko bencana berbasis masyarakat, penanggulangan penderita gawat darurat dan upaya-upaya peneyelamatan dari ancaman letusan gunung api khususnya gunung Lemongan.
Sekedar untuk diketahui bersama, bahwa Gunung Lemongan pada kurun waktu 1799 1899 tercatat sebagai gunung paling aktif di pulau Jawa. Gunung ini juga dikenal sebagai gunung yang unik karena meletusnya tidak di puncak tapi di kaki-kakinya. Ini terbukti karena Gunung Lemongan memiliki 60 bekas letusan atau pusat eruspi vulkanik parasitik yang terjadi pada masa pra sejarah, yang terdiri dari Kerucut Vulkanik atau gunung-gunung kecil sebanyak 36 buah, dan cekungan besar (Maar) sebanyak 24 buah yang 13 Maar tersebut terisi air yang kemudian oleh masyarakat disebut dengan Ranu.
Sampai saat ini Gunung Lemongan dinyatakan istirahat selama 116 tahun, tetapi bukan berarti mati, karena Gunung Sinabung di Sumatera pernah istirahat selama 160 tahun, bahkan Gunung Pinatubo di Philipina juga pernah istirahat selama 600 tahun tapi pada akhirnya meletus juga.(Yd/red)
Untuk awal desa-desa yang menjadi sasaran kegiatan ini adalah desa-desa teratas yang ada di lereng Gunung Lemongan, yaitu desa Sumber Petung Kecamatan Ranuyoso, desa Papringan kecamatan Klakah, desa Salak kecamatan Randuagung. Kegiatan ini dilakukan selama tiga hari di masing-masing desa. Untuk desa Papringan dilaksanakan pada tanggal 15-17 Juni 2014, untuk desa Sumber Petung dilaksanakan pada tanggal 17-19 juni 2014 dan untuk desa Salak dilaksanakan pada tanggal 22-24 Juni 2014. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, Laskar Hijau bekerjasama dengan Muslim Aid yang didukung oleh Narasumber dari Pos Pengamat Gunung Api Lemongan dan fasilitator-fasilitator handal dari Kappala.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa sampai saat ini BPBD Kabupaten Lumajang belum memiliki Rencana Kontijensi untuk penanggulangan bencana gunung api Lemongan dan potensi bencana lain yang ada di Kabupaten Lumajang selain bencana gunung api Semeru. Artinya kalau sewaktu-waktu terjadi bencana gunung api Lemongan atau bencana tsunami dan lain-lain, baik pemerintah Kabupaten Lumajang maupun masyarakat di Kabupaten Lumajang tidak tahu harus berbuat apa karena tidak adanya Rencana Kontijensi tersebut. Kondisi inilah yang memicu Laskar Hijau untuk mengambil peran ini.
kami tidak bisa menunggu, karena bencana bisa datang sewaktu-waktu ujar Aak Abdullah Al-Kudus selaku penyelenggara kegiatan ini.
Seyogyanya kegiatan ini menjadi domainnya BPBD di masing-masing kabupaten. Namun jika BPBD belum melakukannya, maka masyarakat punya ruang untuk mengambil peran dalam hal ini. Aak juga mengatakan bahwa peran serta masyarakat ini sangat mungkin dilakukan sesuai dengan UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Di sisi lain, dengan ikutnya Indonesia meratifikasi deklarasi Hyogo yang turunannya menjadi Rencana Aksi Nasional untuk Peredaman Risiko Bencana (RAN-PRB), hendaknya tidak sekedar jargon dan euphoria semata, bukan hanya berupa instruksi sampai ke tingkat daerah yang hanya berupa perintah untuk membuat sebuah dokumen rencana aksi daerah (RAD) semata. Di sini peran masyarakat, terutama masyarakat yang berada di daerah rawan bencana harus mendapat porsi, siapa tahu justru dokumen rencana aksi daerah malah muncul dari usulan masyarakat yang telah membuat dokumen rencana aksi kampung (RAK PRB).
Tujuan dari dilaksanakan kegiatan ini, Aak menjelaskan bahwa tujuan utamanya adalah membuka pemahaman masyarakat yang berada di sekitar Gunung Lemongan tentang menejemen bencana, konsep peredaman risiko bencana, menejemen risiko bencana berbasis masyarakat, penanggulangan penderita gawat darurat dan upaya-upaya peneyelamatan dari ancaman letusan gunung api khususnya gunung Lemongan.
Sekedar untuk diketahui bersama, bahwa Gunung Lemongan pada kurun waktu 1799 1899 tercatat sebagai gunung paling aktif di pulau Jawa. Gunung ini juga dikenal sebagai gunung yang unik karena meletusnya tidak di puncak tapi di kaki-kakinya. Ini terbukti karena Gunung Lemongan memiliki 60 bekas letusan atau pusat eruspi vulkanik parasitik yang terjadi pada masa pra sejarah, yang terdiri dari Kerucut Vulkanik atau gunung-gunung kecil sebanyak 36 buah, dan cekungan besar (Maar) sebanyak 24 buah yang 13 Maar tersebut terisi air yang kemudian oleh masyarakat disebut dengan Ranu.
Sampai saat ini Gunung Lemongan dinyatakan istirahat selama 116 tahun, tetapi bukan berarti mati, karena Gunung Sinabung di Sumatera pernah istirahat selama 160 tahun, bahkan Gunung Pinatubo di Philipina juga pernah istirahat selama 600 tahun tapi pada akhirnya meletus juga.(Yd/red)
Editor : Redaksi