#SaveLemongan, Warga Tolak Rencana Pengeboran Panas Bumi di Wilayah Lemongan dan Argopuro

lumajangsatu.com

Baca juga: Lewat Kegiatan Seminar, Pelajar Lumajang Diajak Cegah HIV dan Penghapusan Stigma

Lumajang (lumajangsatu.com) - Setelah ratusan aktivis lingkungan yang dimotori Laskar Hijau menolak rencana pengeboran geothermal (Energi Panas Bumi), kini giliran warga sekitar gunung Lemongan yang melakukan penolakan. Warga mengaku segera melakukan konsolidasi antara warga Desa Papringan dan Sumberwringin.

"Kita juga pasti melakukan penolakan mas, karena kita khawatir pengeboran panas bumi itu akan merusak lingkungan dan mencemari sumber mata air kami," ujar Yuli Susanti salah seorang warga Papringan Kecamatan Klakah, Selasa (02/06/2015).

Warga akan memobilasi semua wali murid, muslimat, fatayat dan warga untuk melakukan penolakan rencanapengeboran tersebut. Saat ini, warga mulai mencari informasi tenatng kabar pengeboran panas bumi yang kabarnya akan dilakukan di wilyah Teres-Probolinggo.

"Kita akan mobilisasi semua masyarkat untuk melakukan penolakan mas, tapi kita saat ini sedang mencari informasi tentang rencana pengeboran panas bumi tersebut," paparanya.

Semenatara itu, A'ak Abdullah Alkudus, koordinator Laskar Hijau menyatakan sepakat dengan pemanfaatan energi pans bumi. Namun, yang ditolah oleh para aktivis adalah cara pemanfaatannya tersbut yang dinilai tidak ramah lingkungan.

"Metode Fracking atau Hydraulic Fracturing itu sangat tidak ramah lingkungan, karena membutuhkan banyak air dan akan menyebabkan pencemaran berat," paparnya.

Berikut potensi yang akan ditimbulkan jika pengeboran panas bumi menggunkan metode Fracking.

1. Pencemaran air, yang terjadi oleh kontaminan mematikan seperti Arsenik, Antimon dan Boron seperti yang terjadi di negara-negara bagian di Amerika, terutama negara yang ada di Marcellus Shale, di mana air-air tercemar dan air kran bisa menyala ketika disulut dengan api. Di Indonesia kasus ini bisa ditemukan di Mataloko, NTT.

2. Amblesan (Subsidence), seperti yang terjadi di Wairakei, Selandia Baru, dengan kecepatan 200 mm/tahun dan diperkirakan akan mencapai 20±2 meter pada 2050.

3. Fracking dan Gempa Bumi, yang diakibatkan oleh menurunnya kohesivitas (daya ikat) pada batuan. Juga karena pertambahan fluida dalam reservoir yang kemudian menyebabkan kenaikan tekanan. Reservoir terfasilitasi untuk mengalami pergerakan (slip) karena gaya gesek statis (static friction)nya terlampaui yang kemudian menjadi gempa bumi.

4. Hancurnya air mancar panas (geyser) karena pengeboran ke bawah permukaan dan ekstraksi panas lewat power plant, sehingga membuat geyser alami kehilangan tekanan dan lama-kelamaan kering. Seperti yang terjadi di Nevada, Islandia dan di Selandia Baru.(Yd/red)

Editor : Redaksi

Politik dan Pemerintahan
Berita Populer
Berita Terbaru