Datangi Kejaksaan, Tijah dan Tosan Minta Jaksa Banding Putusan Hakim Atas Kasus Salim Kancil

lumajangsatu.com

Lumajang (lumajangsatu.com) - Tosan, bu Tijah Istri alm Salim Kancil bersama kelompok masyarakat sipil mendatangi Kejaksaaan Negeri Lumajang dan Kepolisian Resort Lumajang untuk merespon hasil putusan sidang penyerangan dan pembantaian terhadap dua aktivis penolak tambang pasir besi di pesisir selatan Lumajang. Pada sidang putusan kasus yang dikenal sebagai Kasus Salim Kancil tersebut, hakim menjatuhkan vonis kepada Hariono dan Mat Dasir sebagai otak penyerangan dan pembunuhan dengan hukuman 20 tahun. Hukuman ini lebih rendah dari tuntutan hukuman seumur hidup yang dituntutkan oleh Jaksa Penuntut Umum sebelumnya.

Pertemuan dengan Jaksa Penuntut Umum dimaksudkan untuk meminta Jaksa mengajukan banding terhadap hasil putusan tersebut karena keluarga korban dan masyarakat menilai vonis tersebut tidak memberi rasa keadilan kepada keluarga korban. Kejamnya proses pembantaian yang dilakukan dan gagalnya pengadilan membongkar mafia pertambangan dalang permasalahan dibalik penyerangan tersebut menjadi alasan utama keluarga korban dan kelompok masyarakat sipil menganggap vonis hakim tidak memberi rasa keadilan.

Baca juga: Diskominfo Ajak Warga Selektif Terima Informasi Jelang Pilkada Lumajang 2024

Tim Advokasi Keadilan Salim Kancil sejak awal telah menengarai berbagai kejanggalan dalam proses persidangan yang berlangsung. Putusan hakim yang tidak memberi rasa keadilan kepada keluarga korban adalah puncak dari seluruh kegagalan persidangan dalam mendudukkan posisi kasus ini, yaitu: kasus penyerangan terhadap Salim Kancil dan Tosan adalah puncak gunung es dari pemburukkan krisis lingkungan yang terjadi dalam satu dekade terakhir di kawasan pesisir selatan Lumajang.

"Kita bersama dengan bu Tijah, pak Tosan dan Tim Advokasi Salim Kancil meminta Kejaksaan Negeri Lumajang melakukan banding atas putusan hakim," ujar Abdul Wahid, Tim Advokasi Salim Kancil, Senin (27/06/2016).

Puluhan teroris yang menganiaya Tosan dan membunuh Salim Kancil tersebut tidak beroperasi sendiri untuk tujuan-tujuan sentimental yang bersifat pribadi. Kedua korban dianiaya karena keduanya melakukan penentangan atau protes terbuka terhadap operasi penambangan di wilayah kehidupannya.

Meskipun operasi penambangan yang dilakukan oleh Kepala Desa Selok Awar-Awar bersifat illegal, namun kegiatan tersebut dilaksanakan secara terbuka dan masif, dan oleh karenanya pelaku penambangannya sangat boleh jadi berada dalam pelayanan perlindungan oleh aparatus kepolisian dan pemerintah setempat.

"Kita berharap semua yang terlibat, temrasuk penerima aliran dana dari Hariyono termasuk oknum pejbat dan penegak hukum harus diusut hingga tuntas," terangnya.

Baca juga: DPRD Lumajang Siap Support Peningkatan Kapasitas dan Profesionalitas Wartawan

Selain mendatangi Kejaksaan NegeriĀ  Lumajang untuk meminta Jaksa mengajukan banding, keluarga korban dan kelompok masyarakat sipil juga mendatangi Kepolisian Resort Lumajang untuk melaporkan sejumlah nama tersangka yang sampai sekarang belum ditangkap. Padahal menurut masyarakat di sekitar desa Selok Awar-Awar para tersangka yang belum ditangkap tersebut berkali-kali terlihat berkeliaran di desa mereka.

Selain tersangka yang belum ditangkap kelompok masyarakat sipil juga mendesak kepolisian untuk mengembangkan penyelidikan terhadap pihak-pihak lain yang terlibat pertambangan di peisisr selatan Lumajang, terlebih lagi nama-nama yang telah disebutkan dalam persidangan menerima aliran dana tambang dari kepala desa Hariono.

Untuk diketahui, dalam jangka-waktu sepuluh tahun terakhir, sabuk pesisir tersebut telah menjadi medan operasi tambang pasir-besi besar-besaran. Perusahaan tambang skala besar yang mendapatkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) termasuk PT Indo Modern Mining Sejahtera, PT Aneka Tambang (Tbk.), PT Agtika Dwi Sejahtera dan PT New Jember Golden International. Di samping itu juga beroperasi unit-unit usaha lebih kecil berjumlah puluhan. Rentang garis-pantai yang sepenuhnya dibuka untuk pertambangan mencapai Ā± 70 kilometer.

Padahal, kawasan pesisir selatan telah lama menjadi kawasan budidaya, baik pertanian pesisir maupun perikanan tangkap, sehingga aktivitas pertambangan yang eksploitatif, rakus lahan dan rakus air akan menimbulkan gesekan dengan kebutuhan warga akan keberlanjutan fungsi-fungsi alam sebagai syarat keberlangsungan ruang hidup mereka.

Baca juga: Penataan Kawasan Pura Mandhara Giri Semeru Agung Bisa Tingkatkan Ekonomi Warga Sekitar

Pembiaran terhadap konflik-konflik pertambangan dan bahkan pelanggaran perijinan terhadap wilayah yang mempunyai nilai penting secara ekologis tidak bisa terus didiamkan. Masyarakat tengah menghadapi konsekuensi dari semakin banyaknya wilayah-wilayah lindung yang rusak dengan peningkatan jumlah bencana ekologis yang terjadi setiap tahunnya di Jawa Timur.

Oleh sebab itu, dibutuhkan langkah nyata pemerintah Propinsi Jawa Timur dan segenap jajaran pemerintah daerah untuk menghasilkan kebijakan yang mampu mencegah berulangnya konflik-konflik pertambangan di kawasan pesisir selatan Jawa Timur. Pencabutan wilayah usaha pertambangan dari kawasan pesisir selatan dan penetapan kawasan lindung dan konservasi menjadi syarat mutlak pemulihan kawasan pesisir dan menjadi bagian dari usaha besar penurunan resiko bencana ekologis serta penyelamatan ruang hidup rakyat.(Red)

Rilis Tim Advokasi Keadilan Salim Kancil

Editor : Redaksi

Politik dan Pemerintahan
Berita Populer
Berita Terbaru