Lumajang (lumajangsatu.com) - Desa Blukon Kecamatan Lumajang memiliki sejarah yang unik dalam pemerintahan lokal. Kepala Desanya puluhan tahun masih garis satu darah keluarga besar.
Ada nama Belakang dari Desa Blukon yang akrab ditelinga orang lama yakni Sadeng. Apakah itu, ada hubungannya dengan Kerajaan Sadeng yang sulit ditaklukan majapahit. Berikut tulisan disadur dari duniakisah.wordpres.com.
Sekitar tahun 1800 M, tak jauh dari Kabupaten Lumajang, tepatnya 7 km sebelah timur Lumajang, terdapat kawasan hutan sadeng. Di dalam hutan itu hiduplah seorang pengembara yang bernama Buyu Angkah, seorang pengembara yang diperkirakan datang dari tanah Madura.
Beliaulah yang diyakini oleh masyarakat Blukon sebagi seorang yang pertama kali tinggal di daerah Sadeng sekaligus dijuluki Pembabat Alas (bahasa jawa). Hingga pada akhirnya daerah tersebut dinamai daerah Blukon Sadeng atau Desa Blukon Sadeng.
Dan kemudian Desa Blukon Sadeng ini dipimpin oleh salah seorang sesepuh daerah Blukon Sadeng yang bernama Jurang Penatas. Beliau berasal dari daerah Probolinggo dan istrinya berasal dari desa KeBon Agung Kecamayan Leces. Jurang Penatas memiliki empat putra , yaitu 1.Bu Surya 2. Pak Ratiam 3. Pak Kerti 4. Bu Misdani. Pemerintahan Jurang Penatas diteruskan oleh putranya yang bernama Pak Ratiam pada masa pemerintahan Belanda ( diangkat oleh pemerintah Belanda ) kemudian diteruskan oleh adiknya yang bernama Pak Kerti. Pada tahun 1952 pemerintahan Desa Blukon Sadeng dipimpin oleh Gunosari putra dari Bu Misdani. Pak Gunosari sempat menjadi Kepala Desa Blukon Sadeng sebanyak tiga kali periode dan pada saat itu pula nama Desa Blukon Sadeng diganti dengan Desa Blukon.
Apakah Blukon itu Kerajaan Sadeng?
Walaupun pada umumnya nama sebuah tempat memiliki legenda tersendiri, akan tetatapi nama desa Blukon sampai saat ini belum bisa ditemukan jawabannya kenapa dinamai Blukon? Dan apa arti Blukon itu sendiri?. Namun tidak kalah pentingnya bahwa desa Blukon awalnya memiliki dua kawasan yakni kawasan hutan sadeng yang disebut Blukon Sadeng dan Kawasan Persil yang disebut Blukon Persil. Dan pusat desanya terletak di Blukon Sadeng (Saat ini).
Akan tetapi saat ini kedua kawasan tersebut telah menjadi daerah yang memiliki pemerintahan sendiri dan telah berganti nama, yakni Desa Blukon (asalnya Blukon Sadeng) dan desa Dawuhan Wetan (asalnya Blukon Persil).
Terpecahnya Blukon dan Dawuhan Wetan, hampir mirip dengan Desa Kutorenon dan Dawuhan Lor. Di Blukon belum ditemukan sisa peninggalan sejarah besar Kerajaan Sadeng. Hal demikian dengan di Dawuhan Wetan, meski belum adan penelitian lebih lanjut. Berbeda di Kutoreno, ada jejak besar peninggalan sejarah Lumajang yakni Situs Biting. Yang merupakan sebuah benteng besar dan petilasan Arya Wiraraja.
Blukon di Pemerintahan Orde Baru
Pada tahun 1976 Kepala Desa Blukon digantikan oleh putra Gunosari yang bernama Subandi. Pak Gunosari memiliki Kakak yang bernama Bu Miskati. Untuk menjaga kerukunan keluarga keturunan Jurang Penatas sebagai pengganti Kepala Desa berikutnya maka pada tahun 1983 ditunjuklah putra dari Bu Miskati yang bernama Sukarto sebagai calon Kepala Desa dan akhirnya terpilih dan memimpin Desa Blukon sampai tahun 2002 (dua periode) . Dari waktu ke waktu dukungan masyarakat Blukon terhadap keluarga keturunan Jurang Penatas sangant kuat sekali sehingga pada tahun 2002 dicalonkanlah Suhud Budi Santosa keponakan dari Pak Sukarto alias putra dari Pak Subandi untuk menjadi Pemimpin desa berikutnya. Dan pilihan Rakyat tetap bertahan pada keluarga Jurang Penatas, maka terpilihlah Suhud Budi Santoso 2x periode berturut turut menjadi Kepala Desa Blukon.
Pada periode tahun 2013-2019 kepala desa terpilih masih keturunan Jurang Penatas yang merupakan putri dari Sukarto bernama Ifa A'ilmi. Baru pertama kali ini keturunan Jurang Penatas perempuan yang memimpin Desa Blukon. Bu Ifa merupakan sosok pemimpin yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan mengutamakan pembangunan desa demi kemakmuran warganya. Semoga kepemimpinan Bu Ifa berlanjut pada periode selanjutnya mengingat dedikasinya yang sangat besar kepada rakyat. (ls/red)
Editor : Redaksi