Bocah Lumajang jadi Kuli Bangunan Lawan Kemiskinan Jadi Perhatian Menteri Perdagangan

lumajangsatu.com

Baca juga: Beredar Foto Mesra Mirip Ketua DPRD Lumajang, Masyarakat Peduli Moral dan Pendekar Lapor ke BK Dewan

Lumajang(lumajangsatu.com) - Udara dingin yang menusuk tulang sudah jadi teman sehari-hari warga Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Maklum, desa ini terletak di ketinggian 7.200 mdpl. Ini yang membuat banyak warga desa di tempat ini lebih nyaman berada di dekat tungku perapian untuk menghangatkan badan.

Begitupun Sinetrik (31) dan anaknya Agus Supriyadi (15), yang tinggal di rumah berukuran 5x5 meter yang ia tempati berupa gubuk reyot berdinding kayu papan tak beraturan. Tempat tidur dan dapur bercampur jadi satu. Jika malam tiba, ia harus bergelut dengan dinginnya udara malam yang masuk melalui celah dinding yang menganga.

Setiap hari, Supri sibuk mencari nafkah. Mengais rezeki untuk menopang kebutuhan hidup bersama ibunya. Supri memang bukan tipe orang pemalas, meski bekerja sebagai kuli bangunan dengan penghasilan pas-pasan.

Supri dan ibunya, adalah satu dari 11,66 persen warga miskin di Indonesia. Berpenghasilan pas-pasan, tempat tinggal tak layak, dan tak lagi berani membangun mimpi seperti saat masih kecil. Kondisi Supri dan ibunya, bahkan boleh dibilang masih jauh lebih baik ketimbang yang lain. Karena di luar sana, masih banyak warga malah sama sekali tidak berpenghasilan, dan tidak memiliki tempat tinggal.

Mengutip data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), sampai dengan tahun 2012, tingkat kemiskinan nasional telah turun dari 13,33 persen pada tahun 2010, menjadi 11,66 persen. Tahun 2014 nanti, pemerintah menargetkan ada penurunan lagi menjadi 8-10 persen.

Berdasarkan Worldfactbook, BPS, dan World Bank, di tingkat dunia, penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia termasuk yang tercepat dibanding negara lainnya. Seperti Kamboja, Thailand, China, dan Brasil.

Meski ada penurunan angka kemiskinan, Mendag Gita Wirjawan menilai, Indonesia tetap berupaya agar arah kebijakan tetap relevan mengatasi kemiskinan. Termasuk kebijakan yang berhubungan dengan perdagangan di kancah perekonomian global. "Perdagangan internasional harus relevan mengatasi kemiskinan terutama di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia," katanya.

Dalam berbagai perundingan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia tidak sekadar merundingkan perdagangan, tetapi juga upaya menarik investasi dari mitra runding ke Indonesia. Prinsip investment for trade ini, kata Gita, merupakan cara membuat perdagangan internasional relevan dengan upaya penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan yang menjadi agenda tetap pemerintah.(red)

sumber :ayogitabisa.com

Editor : Redaksi

Politik dan Pemerintahan
Berita Populer
Berita Terbaru