Lumajang - Topeng Kaliwungu sebagai warisan tak benda asal Lumajang terus dikenalkan kepada masyarakat khususnya generasi muda. Para pelaku seni di Kabupaten Lumajang bekerjasama dengan Direktorat Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan event membentuk Galang Gerak Budaya Tapal Kuda (GGBTK).
Kegiatan GGBTK akan digelar di Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi, dan Jember. Event ini berlangsung dari 28 Oktober hingga 20 November dengan acara puncak di Jember.
Baca juga: Dam Boreng Hampir Rampung, Air Akan Aliri Ratusan Hektar Persawahan di Lumajang
Kabupaten Lumajang mengawali GGBTK dari 28 hingga 29 Oktober, di Kafe Pring Pitu Lumajang dan Pura Mandara Giri Agung, Senduro, dengan ragam kegiatan, dari workshop, diskusi, jelajah situs, dan pertunjukan kesenian rakyat.
Workshop Topeng Kaliwungu menjadi acara pembuka yang diikuti oleh perwakilan siswa SMA/SMK di Lumajang. Kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Windy Melia (koreografer), Fathurrozi (pengrajin topeng berbahan kertas), dan Zaenal Abidin (pengrajin topeng berbahan rezin).
Windy menjelaskan bahwa Tari Topeng Kaliwungu adalah tari topeng yang berasal dari Desa Kaliwungu, Kecamatan Tempeh, Lumajang. Tari ini diciptakan oleh Senemo dan menjadi bagian pembuka dari pertunjukan sandur dengan penari laki-laki tunggal yang menggambarkan tokoh Baladewa dari Kerajaan Mandura.
“Topeng Kaliwungu yang dikembangkan Senemo sebagai generasi pertama merupakan bentuk perpaduan budaya Madura dan Jawa. Ini merupakan siasat kultural yang menunjukkan kesadaran akan keragaman yang indah dan mempersatukan,” tutur Windy.
Pada tahun 2020, ketika wabah Covid-19 melanda, Windy Melia dari Sanggar Budaya Pakde dan Cak So, penari generasi kedua Topeng Kaliwungu, mengkreasi kembali tari ini tanpa meninggalkan pakemnya. Tari Topeng Kaliwungu hasil kreasi mereka bisa diterima oleh masyarakat Lumajang dan masuk ke dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
Topeng Kaliwungu biasa dibuat dari bahan kayu waru. Namun, untuk kepentingan pembelajaran di sekolah, topeng berbahan kayu dirasa lumayan mahal. Untuk itu panitia GGBTK memberikan pelatihan pembuatan topeng berbahan kertas.
“Dengan bahan kertas, kawan-kawan pelajar bisa membuat sendiri, karena relatif mudah dan murah. Harapannya, semakin banyak siswa yang mau membuat, topeng untuk bahan utama tarian mudah didapatkan sehingga banyak pula yang akan mau belajar menari,” tutur Fathurrozi.
Baca juga: Diterjang Ombak, Akses Jalan Alternatif Pasirian-Tempursari Lumajang Putus Total
Seratus lebih siswa SMA/SMK yang mengikuti workshop cukup antusias menyimak bagaimana pembuatan topeng Kaliwungu berbahan kertas yang disajikan oleh Fathurrozi dan timnya. Banyak
dari mereka yang menyampaikan pertanyaan ketika menemukan cara pembuatan yang tidak mereka mengerti.
Sementara, Zaenal Abidin secara terperinci menyampaikan keuntungan kultural dan material pembuatan topeng Kaliwungu sebelum memberikan pelatihan. Menurutnya, para siswa sebagai generasi Z bisa terlibat aktif dalam pelestarian kesenian tari Topeng Kaliwungu, tanpa harus menyiapkan biaya mahal.
“Satu topeng Kaliwungu berbahan resin menghabiskan biaya 100 ribu. Harga jualnya bisa lebih mahal dari itu, maka kawan-kawan akan mendapatkan keuntungan. Inilah yang saya maksud keuntungan kultural sekaligus material,” jabar Zaenal yang juga anggota DPRD Lumajang ini.
Baca juga: Maling Motor Asal Lumajang Beraksi 15 Lokasi di Kabupaten Jember
Sama seperti ketika pelatihan pembuatan topeng berbahan kertas, para siswa pun cukup antusias mengikuti penjelasan demi penjelasan yang disampaikan Zaenal untuk membuat topeng berbahan rezin.
Dengan keterlibatan gen Z dalam workshop ini, Direktorat Kebudayaan Kemendikbudristek menyampaikan apresiasi mendalam.
“Gen Z adalah pewaris budaya bangsa ini, jangan kita mengstereotipisasi mereka dengan hal-hal negatif. Partisipasi mereka dalam Workshop Topeng Kaliwungu membuktikan bahwa mereka juga berkenan untuk terlibat dalam perjuangan memajukan kebudayaan sebagai benteng bangsa,” tegas Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan, ketika dihubungi via WA.
Lebih lanjut ia berharap agar seluruh rangkaian GGBTK 2023 di masing-masing kabupaten meniru apa yang dilakukan oleh tim Kabupaten Lumajang. Menggabungkan aspek edukasi dan pergelaran seni merupakan salah satu cara efektif untuk mengajak kaum muda dalam pemajuan kebudayaan.(Yd/red)
Editor : Redaksi