Lumajang — Di tengah lengking sirine darurat, tenda pengungsian yang masih padat, serta wajah-wajah yang menyimpan ketakutan, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPT PPA) Kabupaten Lumajang menegaskan bahwa pemulihan psikologis penyintas erupsi Gunung Semeru tidak dapat ditunda. Proses itu, menurut mereka, harus dimulai dari perlindungan kelompok paling rentan.
Baca juga: STKIP PGRI Lumajang Gelar Rangkaian Lomba dan Pameran Karya Mahasiswa dalam Dies Natalis ke-40
Ketua PPT PPA Lumajang, Dewi Natalia Yudha Adji Kusuma, menyampaikan bahwa anak-anak, perempuan, dan lansia adalah kelompok yang paling rentan mengalami luka batin akibat bencana. Luka yang tidak terlihat, namun meninggalkan bekas yang mendalam.
“Anak-anak membawa trauma yang tidak selalu tampak dari sikap mereka. Perempuan sering menyimpan beban emosional seluruh keluarga. Lansia memendam ketakutan yang jarang bisa mereka ceritakan,” ujar Dewi saat meninjau Posko Pengungsian di SMPN 2 Pronojiwo, Minggu (30/11/2025).
Menurutnya, penanganan bencana selama ini kerap fokus pada evakuasi fisik dan pemenuhan kebutuhan dasar, sementara kondisi mental penyintas—khususnya kelompok rentan—masih sering terabaikan. Padahal, kehilangan rumah, keterpisahan dengan anggota keluarga, hingga suara dentuman Semeru yang masih menghantui, dapat meninggalkan dampak psikologis jangka panjang.
“Intervensi psikososial tidak bisa disamaratakan. Setiap kelompok membutuhkan pendekatan berbeda, terukur, dan berkelanjutan,” tegasnya.
Baca juga: Hujan Deras dan Angin Kencang Mengamuk di Rowokangkung, 17 Rumah Rusak dan Listrik Padam
PPT PPA memastikan, kegiatan trauma healing bukan sekadar aktivitas hiburan. Melalui permainan terapeutik untuk anak-anak, ruang ekspresi aman bagi perempuan, hingga metode relaksasi bagi lansia, upaya pemulihan diarahkan pada satu tujuan: mengembalikan rasa aman yang hilang.
Dewi menekankan bahwa pemulihan mental tidak selesai dalam satu pertemuan. Ia membutuhkan pendampingan kontinu, asesmen mendalam, dan koordinasi lintas lembaga.
“Pemulihan harus dibangun secara bertahap. Bila tidak, trauma ini berpotensi mengganggu pendidikan, aktivitas sosial, hingga keberlanjutan pemulihan ekonomi masyarakat,” katanya.
Baca juga: Lumajang Sabet Empat Penghargaan Penyakit Hewan Menular Strategis, Bukti Ketangguhan Peternakan
Ia juga menegaskan pentingnya sinergi. Pemerintah daerah, tenaga kesehatan, relawan, lembaga perlindungan sosial, dan masyarakat harus bergerak dengan arah yang sama. Tanpa koordinasi, tambahan program apa pun hanya akan menjadi upaya yang terputus, bukan pemulihan.
Pemerintah Kabupaten Lumajang menyatakan bahwa penguatan layanan perlindungan kelompok rentan akan menjadi bagian utama dari strategi jangka panjang pemulihan pascabencana Semeru. Bukan hanya untuk meringankan trauma, tetapi untuk membangun kembali harapan, ketahanan, dan martabat warga terdampak (Red).
Editor : Redaksi