Lumajang (lumajangsatu.com) - Jelang Musda DPD Partai Golkar Kabupaten Lumajang suhu politik mulai menghangat. Bahkan, info yang dihimpun lumajangsatu.com menyebutkan ada sekitar 14 pengurus kecamatan (PK) Golkar mengirim surat ke DPP Golkar.
Para PK juga ingin bertemu dengan ketua umum Golkar Setya Novanto. Para PK dalam surantnya meminta agar pembutan tata tertib musda harus sesuai dengan pentujuk pelaksana musda Nomor : 5/DPP/GOLKAR/VI/2016 tanggal 15 Juni 2016.
Baca juga: Santri Pilar Peradaban Masa Depan
Pandangan Umum atas Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Pengurus DPD Partai Golkar Periode Tahun 2009 2014 dalam Musda Tahun 2016 hendaknya disampaikan oleh setiap pemegang hak suara dalam Musda yang jumlahnya 26, bukan perdapil atau perwakilan. Para PK menganggap jika perwakilan dianggap tidak aspiratif dan demokratif dan berharap Musda berjalan demokratis, jujur, kredible dan transpaaran sesuai marwa dan cita-cita Golkar.
Para PK juga berharap agar pemilihan ketua dilakukan secara voting tertutup bukan aklamasi. Para PK juga meminta agar DPD Golkar Lumajang tidak melakukan pemecatan-pemecatan kepada para PK menjelang Musda Golkar 2016.
Baca juga: Ini Tema Debat Publik Bupati dan Wakil Bupati Lumajang di Pilkada 2024
H. Efendy Wakil Ketua Bidang Kaderisasi DPD Golkar Lumajang mengaku tidak tahu jika ada surat dari PK ke DPP Golkar. Sebab, secara etika organisasi setiap surat yang keluar dari PK harus melalui DPD Golkar Lumajang.
"Secara administrasi saya tidak tahu kalau ada surat dari PK ke DPP. Secara mekanisme organisasi seharusnya dari PK ke DPD II dan DPD II ke DPD I," ujar Efendy saat dikonfirmasi lumajangsatu.com, Kamis (04/08/2016).
Baca juga: Aliansi Guru Madrasah Lumajang Satu Komando Menangkan Cak Thoriq-Ning Fika
Disinggung tenntang usulan dari PK yang disampaikan ke DPP, Efendy menyatakan hal itu hanya masalah selera saja. Sebab, secara aturan atau tata tertib voting atau aklamasi, pandangan LPJ diwakilkan atau satu persatu oleh hak suara, semuanya bisa dan diatur dalam tata tertib.
"Itu hanya masalah selera saja dan semua sah-sah saja, karena ada aturannya dalam tata tertib. Yang jelas tidak ada kepentingan politis dalam penetapan tata tertib," pungkasnya.(Yd/red)
Editor : Redaksi