Gucialit (lumajangsatu.com) - Siapa sangka Perkebunan Teh Kertowono punya rumah-rumah peninggalan Belanda yang telah berusia lebih dari satu abad tepatnya tahun 1910. Serunya lagi wisatawan bisa menginap di rumah-rumah peninggalan Belanda itu.
Rumah-rumah Belanda yang ada di Perkebunan Teh Kertowono punya beberapa kamar yang bisa diinapi oleh wisatawan yang tengah berlibur di Perkebunan Kertowono.
Baca juga: Kebun Teh Gucialit Jadi Pilihan Veneu Balap Sepeda Gunung Lumajang
BACA JUGA : Kemarau, Keindahan Air Terjun Semingkir Kebun Teh Gucialit - Lumajang Lenyap
Arsitektur rumah peninggalan Belanda terasa kental. Salah satunya terlihat dari banyaknya jendela dan bentuk jendela yang besar.
Lantai rumah masih didominasi dengan tegel-tegel polos. Sementara dinding rumah hanya satu warna yaitu putih dan ditemani warna coklat pada jendela serta atap.
Husnul (23) Salah satu pengunjung mengaku bahwa, Suasana penginapan rumah Belanda di Perkebunan Teh Kertowono terbilang nyaman. Hawa sejuk terasa dan panorama hijau bisa terlihat. Adapula pabrik peninggalan Belanda di dekat rumah Belanda.
Rumah itu bernama "Wisma Theobroma". Ada beberapa rumah yang biasa disewakan untuk wisatawan dengan fasilitas seperti kamar mandi, televisi, kamar tidur, selimut, ruang tamu, dan dapur.
BACA JUGA : Masih Lestari Tradisi Sawer "Ontalan" Calon Mantu Perempuan di Lumajang
Baca juga: Tim Labfor Selidiki Kebakaran Pabrik Teh Kertowono Lumajang
Salah satu pegawai di PTPN XII, Rudi Eko Purwanto mengatakan rumah-rumah peninggalan Belanda itu pada masa lampau merupakan tempat para manajer Perkebunan Teh Kertowono tinggal.
Para manajer itu merupakan orang-orang Belanda yang ditugaskan mengelola perkebunan teh sejak tahun 1910.
"Bangunan yang paling tua itu ada di Afdelling tengah. Ini semua bangunan tak ada perubahan bentuk. Kalau kayu masih tetap. Paling ada perubahan di atap rumah karena diganti," kata Rudi .
Baca juga: Api dari Tungku Jadi Penyebab Pabrik Teh Gucialit Lumajang Terbakar
Awalnya manajemen Perkebunan Teh Kertowono tak membuat penginapan untuk para wisatawan. Rudi menyebut hanya memberdayakan fasilitas-fasilitas yang ada sebelumnya.
"Kami ada empat rumah. Jumlah kamarnya ada sembilan. Satu rumah disewakan harganya Rp 450.000 per malam. Tak ada fasilitas makan dengan harga itu," lanjutnya.
Pengalaman yang ditawarkan untuk wisatawan adalah kebanggaan bisa menginap di rumah-rumah peninggalan Belanda. Sebelumnya, tak ada yang bisa menginap di rumah-rumah tersebut.
"Ini sebuah kebanggaan bisa tidur di tempatnya meneer zaman Belanda. Masyarakat kecil baru bisa merasakan sekarang. Semua yang tinggal dulu itu orang Belanda. Ada yang ditempati manajer dan para pembesar (pejabat tinggi) perkebunan," tambahnya. (ind/ls/red)
Editor : Redaksi