Diduga Bukan Soal Kinerja

Tak Terima Diberhentikan Kemendes, TAPM Probolinggo Tempuh Jalur Hukum

Penulis : lumajangsatu.com -
Tak Terima Diberhentikan Kemendes, TAPM Probolinggo Tempuh Jalur Hukum
Mashudi, mantan TPAM saat melakukan rilis menggugat Kemendes

Lumajang - Tak terima dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak Tim Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Probolinggo akhirnya melawan. Pasalnya, tak ada angin tak ada hujan Mashudi selaku TAPM Probolinggo tiba-tiba diberhentikan sepihak oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT). Bukan soal profesionalitas dalam bekerja, pemberhentian diduga dilakukan lantaran beda pilihan politik.

Sebelumnya, Mashudi ditugaskan di Lumajang sebagai TAPM sejak tahun 2016. Kemudian, awal tahun 2024 dimutasi ke Probolinggo. Namun setelah berjalan enam bulan, akhir bulan Juni tiba-tiba dapat surat pemutusan hubungan kerja (PHK). Pemecatan tersebut disampaikan melalui WA oleh salah satu pejabat Kementerian.

"Setelah melewati berbagai pertimbangan, saya akhirnya berani untuk menuntut. Karena teman-teman saya yang menjadi pendamping desa maupun pendamping lokal desa juga mengalami kejadian serupa. Diberhentikan karena dianggap tidak mendukung putra mahkota saat pileg 2024. Saya pegang semua buktinya," kata Mashudi.

Mashudi tidak menyebutkan putra mahkota itu siapa. Namun, yang jelas orang itu merupakan salah satu caleg terpilih 2024 di dapil Lumajang-Jember. Menurutnya, pemecatan itu tidak berdasar. Apalagi selama ini dia tidak pernah menerima surat peringatan tertulis sama sekali. Sehingga, pemecatan itu dianggap sepihak.

"Kalau di Lumajang yang dihentikan ini tiga orang. Empat dengan saya, saya dulu tugas di Lumajang, lalu dipindah tugaskan ke Probolinggo. Lalu awal bulan ini saya dihentikan. Kemudian ada lagi teman-teman dari Jember juga mengalami nasib yang sama. Ada yang dihentikan, ada pendamping yang dioper ke Situbondo," katanya.

Sementara itu, Sri Sugeng Pujiatmiko kuasa hukum Mashudi mengatakan, selain menuntut untuk mengembalikan hak kliennya sebagai TAPM, pihaknya juga melaporkan dugaan penyalahgunaan anggaran bimtek peningkatan partisipasi pegiat desa sebesar Rp 10 miliar untuk diusut secara tuntas.

"Diduga terdapat pihak-pihak terkait dalam penggunaan anggaran bimtek dimaksud, maka kami meminta kepada pihak yang berwajib, khususnya KPK untuk menindaklanjuti terhadap penggunaan dan pengelolaan anggaran bimtek di kementerian desa yang diduga melibatkan pihak-pihak terkait untuk kepentingan politik," pungkasnya.(Yd/red)

Editor : Redaksi