Pelaku Sakit Jantung
ASN Guru Drumband di Lumajang Jadi Tersangka Kasus Pelecehan Seksual Enam Siswi, Tak Ditahan

Lumajang – Sosok yang seharusnya menjadi panutan dan pelindung di lingkungan pendidikan justru diduga mencoreng martabat profesi guru. Didik Cahyo Jumaedi, Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengajar di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Lumajang dan dikenal sebagai pelatih ekstrakurikuler drumband, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap enam siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ironisnya, meski status tersangka telah disematkan, Didik tidak ditahan karena alasan kesehatan.
Penetapan tersangka diumumkan oleh Kepolisian Resor Lumajang pada Senin (2/6/2025), setelah penyelidikan selama hampir sebulan sejak kasus ini pertama kali mencuat pada pertengahan April. Kasi Humas Polres Lumajang, Ipda Untoro, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengantongi cukup bukti untuk menetapkan Didik sebagai tersangka, namun tidak melakukan penahanan karena tersangka disebut menderita penyakit jantung serius.
“Untuk oknum guru SD sekaligus pelatih drumband tersebut, sudah kami tetapkan sebagai tersangka. Tapi memang tidak kami tahan karena ada pertimbangan medis,” ujar Untoro kepada wartawan.
Menurut Untoro, hasil pemeriksaan medis menyebutkan bahwa Didik harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit akibat gangguan jantung yang dideritanya. Polisi telah menerima surat keterangan resmi dari pihak rumah sakit sebagai dasar keputusan tersebut.
“Surat dari dokter menyatakan bahwa tersangka mengalami sakit jantung dan saat ini membutuhkan perawatan intensif,” tambahnya.
Meski tidak dilakukan penahanan, kepolisian menegaskan bahwa proses hukum tetap akan berlanjut. “Proses penyidikan tetap berjalan. Tidak ada penghentian hanya karena alasan kesehatan,” tegas Untoro.
Pelecehan Terjadi di Luar Jam Tugas ASN
Kasus dugaan pelecehan ini mulai terungkap pada 16 April 2025, ketika sejumlah siswi melapor telah menjadi korban perbuatan tak senonoh oleh pelatih drumband mereka. Setelah dilakukan pendalaman oleh tim penyidik, terungkap bahwa terdapat enam korban, mayoritas merupakan mayoret dalam kelompok drumband yang rutin dilatih Didik di luar jam tugasnya sebagai ASN.
Modus yang digunakan tersangka diduga memanfaatkan relasi kuasa dan kedekatannya sebagai pelatih ekstrakurikuler. Aktivitas drumband yang seharusnya menjadi wadah pengembangan bakat siswa justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang melanggar hukum dan norma etik.
“Ini sangat disayangkan. Pelaku adalah sosok yang seharusnya menjadi figur pendidik dan pembimbing. Tapi justru menyalahgunakan posisinya untuk melakukan tindakan asusila,” kata seorang aktivis perlindungan anak di Lumajang yang enggan disebut namanya.
Dampak Psikologis terhadap Korban
Kasus ini tidak hanya menimbulkan keprihatinan publik, tetapi juga mengguncang mental para korban dan orang tua mereka. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Lumajang menyatakan tengah berupaya memberikan pendampingan psikologis bagi para siswi yang mengalami trauma akibat kejadian tersebut.
“Kami melihat adanya kebutuhan pendampingan serius bagi para korban. Mereka adalah anak-anak usia remaja yang mengalami tekanan mental akibat pelecehan dari orang yang mereka percaya,” ujar Ketua LPA Lumajang.
Pihak sekolah dan dinas pendidikan setempat juga diminta bertindak cepat dengan memberikan sanksi administratif serta membentuk tim pemulihan lingkungan belajar agar siswa merasa aman dan nyaman.
Evaluasi Pengawasan Ekstrakurikuler
Kasus ini turut membuka diskusi luas soal lemahnya pengawasan terhadap kegiatan ekstrakurikuler yang melibatkan pihak luar atau pengajar nonformal. Banyak sekolah yang belum memiliki sistem pemantauan ketat terhadap kegiatan di luar jam pelajaran, termasuk saat guru atau pelatih menjalankan peran ganda di luar tugas dinas resmi.
Pengamat pendidikan menilai, perlu ada regulasi lebih ketat dan evaluasi menyeluruh terhadap siapa saja yang diberi akses untuk membina kegiatan ekstrakurikuler.
“Sekolah harus memastikan bahwa pelatih atau pembimbing kegiatan siswa, termasuk kegiatan nonakademik, diawasi dengan sistematis dan berkala. Jangan sampai terjadi pembiaran hanya karena pelatih dianggap punya kedekatan personal atau rekam jejak profesional yang bagus,” ujarnya.
Penegakan Hukum Ditunggu Publik
Publik kini menantikan langkah tegas aparat penegak hukum agar kasus ini tidak menguap begitu saja. Meski tidak ditahan, masyarakat berharap proses hukum terhadap Didik Cahyo Jumaedi berjalan transparan, profesional, dan berkeadilan—demi memulihkan kepercayaan terhadap dunia pendidikan dan melindungi hak-hak korban (Ind/red).
Editor : Redaksi