Semangat Muktamar NU 2015, Untuk Indonesia di Bumi Pendiri NU Jombang

Penulis : lumajangsatu.com -
Semangat Muktamar NU 2015, Untuk Indonesia di Bumi Pendiri NU Jombang
Lumajang(Lumajangsatu.com)- Pada akhir bulan Juli sampai awal Agustus 2015 mendatang, direncanakan bakal digelar muktamar Nadhlatul Ulama (NU) di Kabupaten Jombang, Jatim. Ormas Islam terbesar ini lahir di Kota Surabaya, yang dibidani sejumlah kiai besar dan ternama asal Jombang. Dari Jombang, NU kembali ke Jombang. 

Kalau membicarakan NU, tak mungkin melepaskan diri 3 kiai besar yang membidani kelahirannya: KH Hasyim Asy'ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, dan KH Bisri Syansuri. Ketiganya pernah menduduki posisi tertinggi di organisasi NU: rais am. 

KH Hasyim Asy'ari memperoleh gelar rais akbar. Hanya pendiri Pondok Tebuireng ini yang mendapat gelar itu. Banyak kiai NU lainnya hanya memegang kapasitas rais am ketika jabatan tertinggi di organisasi kaum Islam Tradisional itu dipangkunya, tanbpa embel-embel rais akbar. 

Kiai Hasyim, Kiai Wahab, dan Kiai Bisri adalah tokoh-tokoh penting dan sangat dihormati di kalangan tokoh, kiai, dan warga NU sepanjang massa. Kiai Hasyim yang memiliki ide dan pemikiran brilian untuk mendirikan organisasi yang memayungi kepentingan kaum Islam Tradisional di Indonesia. 

Kiai Wahab dikenal sebagai administrator dan organisatoris yang tangguh. Pendiri dan pemangku Pondok Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang ini yang menghubungi dan mempersuasi kiai-kiai Islam Tradisional lainnya di Pulau Jawa dan daerah lainnya di Indonesia, akan arti pentingnya organisasi untuk menjaga dan memelihara kelangsungan pemahaman keagamaannya. 

Kiai Bisri dikenal sebagai ahli fiqih yang konsisten. Kakek Gus Dur dari garis ibu yang mendirikan dan memangku Pondok Mambaul Ma'arif di Denanyar, Jombang. Kiai Bisri juga dikenal sebagai penjaga spirit moral dan keagamaan PPP sejak parpol ini lahir dan berkembang. 

Konsisten Kiai Bisri yang kukuh dalam memegang fiqih ini bisa dilihat dari resistensi argumentatif yang dia bangun bersama kiai lainnya ketika pembahasan RUU Perkawinan pada awal 1970-an. Tak sepakat dengan draft RUU Perkawinan yang diajukan rezim Orde Baru Soeharto, Kiai Bisri bernama kiai NU lainnya mengajukan draft alternatif RUU Perkawinan. 

Setelah melalui perdebatan sengit dan lobi-lobi politik intensif, akhirnya lahir UU Perkawinan yang senafas dan linier yang bertentangan dengan syariah Islam. Legacy politik-hukum yang ditinggalkan Kiai Bisri dan banyak kiai lainnya itu bertahan hingga sekarang dan jadi catatan penting kiprah tokoh Islam dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. (beritajatim.com/air)

Editor : Redaksi