Usai Paparan PT Hitay Dari Turki, Laskar Hijau Tetap Tolak Eksplorasi Panas Bumi Gunung Lemongan

Penulis : lumajangsatu.com -
Usai Paparan PT Hitay Dari Turki, Laskar Hijau Tetap Tolak Eksplorasi Panas Bumi Gunung Lemongan

Lumajang (lumajangsatu.com) - Laskar Hijau sebagai lembaga swadaya masyarakat yang selama ini concern terhadap perlindungan Gunung Lemongan tetap tegas menolak rencana eksplorasi dan eksploitasi geothermal di gunung yang memiliki 13 ranu ini. Aak Abdullah Al-Kudus selaku koordinator Laskar Hijau menyampaikan argumentasi penolakannya tersebut pada acara Paparan Rencana Eksplorasi Panas Bumi Gunung Lemongan oleh PT. Hitay Rawas Energy di Gedung PKK Kabupaten Lumajang, Kamis (25/6/2015). Tak tanggung-tanggung, forum ini dipimpin langsung oleh Bupati Lumajang Drs. H. Asat M.Ag dan dihadiri oleh jajaran Forkopimda, instansi terkait dan berbagai elemen masyarakat.

Menurut Aak Abdullah Al-Kudus, paparan yang disampaikan oleh Zulhendri Abdullah selaku perwakilan dari PT. Hitay Rawas Energy ini tidak fair, karena sama sekali tidak memaparkan tentang dampak negatif dari sistem geothermal ini. pemaparan dari PT. Hitay ini tidak fair. harusnya yang namanya pemaparan disampaikan secara jujur dan terbuka, tak boleh ada yang ditutup-tutupi. lha wong obat saja yang berfungsi sebagai penyembuh masih ada efek sampingnya, masa ini ngebor dengan kedalaman puluhan kilo meter dengan menggunakan air puluhan juta galon gak ada efek negatifnya sama sekali keluh Aak.

Kondisi tersebut inilah yang membuat Aak meminta waktu kepada Bupati Lumajang selaku pimpinan rapat, untuk memberikan argumentasi tandingan terhadap paparan dari investor yang bermarkas di Turki ini. Dalam paparannya yang cuma diberi waktu 10 menit tersebut Aak menjelaskan bahwa sistem geothermal setidaknya memiliki empat dampak negatif;

Yang Pertama Pencemaran Air, yang terjadi oleh kontaminan seperti yang terdapat secara alamiah di dalam bumi karena proses ekstraksi termal Bumi yang memobilisasinya sehingga mencemari air (tanah dan permukaan) seperti Arsenik, Antimon dan Boron. Kasus ini bisa ditemukan di Mataloko, NTT, di mana pada radius ±1km dari pusat Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) muncul beberapa semburan lumpur panas yang kemudian mencemari sungai-sungai dan mata air. Aak juga mencontohkan mengeringnya tiga danau di Pegunungan Dieng ( Telaga Cebong, Telaga Warna,dan Telaga Pengilong ) setelah geothermal beroperasi selama 10 tahun di sana.

Yang Kedua Amblesan (Subsidence), seperti yang terjadi di Wairakei, Selandia Baru, dengan kecepatan 200 mm/tahun dan diperkirakan akan mencapai 20±2 meter pada 2050.

Yang Ketiga Fracking dan Gempa Bumi, yang diakibatkan oleh menurunnya kohesivitas (daya ikat) pada batuan. Juga karena pertambahan fluida dalam reservoir yang kemudian menyebabkan kenaikan tekanan. Reservoir terfasilitasi untuk mengalami pergerakan (slip) karena gaya gesek statis (static friction)nya terlampaui yang kemudian menjadi gempa bumi.

Dampak yang Keempat adalah Hancurnya Air Mancar Panas (Geyser), karena pengeboran ke bawah permukaan dan ekstraksi panas lewat power plant, sehingga membuat geyser alami kehilangan tekanan dan lama-kelamaan kering. Seperti yang terjadi di Nevada, Islandia dan di Selandia Baru.

Dalam kesempatan itu pula Aak mengingatkan kepada Bupati Lumajang beserta jajarannya untuk tetap melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait rencana eksplorasi geothermal di Gunung Lemongan ini. Karena sesuai UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi mengenai tata ruang dan Masyarakat juga berhak mengajukan keberatan, saran dan pendapat dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.


Lebih jauh Aak juga meminta agar Bupati Lumajang beserta jajarannya untuk memperhatikan Prinsip  Free  Prior  Informed  Consent (FPIC).  Yaitu  prinsip  yang  menegaskan  adanya  hak masyarakat  adat  untuk  menentukan  bentuk-bentuk  kegiatan  apa  yang  mereka  inginkan  pada wilayah  mereka.  Secara  lebih  rinci  dapat  dirumuskan sebagai:  hak  masyarakat  untuk mendapatkan informasi (Informed) sebelum (Prior) sebuah program atau proyek pembangunan dilaksanakan  dalam  wilayah  mereka,  dan berdasarkan  informasi  tersebut,  mereka  secara  bebas tanpa tekanan (Free) menyatakan setuju (consent) atau menolak, atau dengan kata lain sebuah hak masyarakat  (adat)  untuk  memutuskan  jenis  kegiatan  pembangunan  macam  apa  yang  mereka perbolehkan untuk berlangsung dalam wilayah adat mereka.

Jika tidak memperhatikan prinsip ini, maka Bupati akan bertolak belakang dengan instrumen hukum internasional tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, Hak Sipil dan Politik, serta Hak Ekonomi Sosial dan Budaya tegas Aak.

Di ujung pemaparannya, Aak yang notabene pernah nyantri di Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep dan Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo ini mengajak semua yang hadir untuk membaca (Iqra) kembali ajaran agama Islam tentang gunung. Bahwa Allah menyebut kata Gunung (Jibal/Jabal/Rawasi) di dalam Al-quran hingga 39 kali. Sungguh betapa pentingnya gunung ini di dalam Islam sehingga Allah menyebutnya berulang-ulang di dalam Al-quran?. Karena Nabi Muhammad saat pertama kali menerima wahyu berada di Gua Hira yang berada di Jabal Rahmah. Karena Nabi Musa juga menerima wahyu pertama kalinya di gunung Thur Sina, dan karena Nabi Nuh juga diperintahkan untuk membuat bahtera di atas gunung.

Di dalam Al-quran, semisal di surah Ar-raad ayat 3, Qaaf ayat 7-8, Fushshilat ayat 10, An-naml ayat 88, An-nahl ayat 15, Al-Mursalaat ayat 27, dan banyak lagi ayat lainnya yang menerangkan tentang fungsi dan manfaat gunung, seperti untuk perkembang biakan segala macam satwa, untuk tempat tumbuhnya beragam jenis pohon dan buah untuk mencukupi makanan semua makhluk dan untuk keindahan pemandangan, untuk mengalirkan air ke sungai-sungai, untuk menjaga keseimbangan bumi agar tidak goncang, dan banyak fungsi lainnya. Tapi tidak satupun dari ayat di Al-quran ini yang membolehkan gunung untuk ditambang jelas Aak.

Aak juga menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW anti tambang. Karena terbukti ketika beliau ditawari malaikat Jibril untuk menjadikan gunung uhud sebagai emas yang diperuntukkan agar Nabi tidak miskin, dengan tegas Sang Kekasih Allah ini menolak. Maka jika kita menolak tambang, berarti kita telah mengikuti sunnah Rasul tegas Aak yang disambut gemuruh tepuk tangan dari para hadirin.

Sebenarnya di akhir pemaparannya Aak juga meminta waktu kepada Bupati Lumajang untuk mempertontonkan film dokumenter tentang kerusakan alam yang timbul di sekitar PLTP Mataloko, NTT. Tapi sayangnya Bupati tidak memberikan waktu untuk itu. Dan sayangnya juga dari pihak PT. Hitay Rawas Energy tidak bisa memberikan respon terhadap pertanyaan-pertanyaan dari Penjaga Gunung Lemongan ini.  Dia malah berapologi tentang hal-hal yang sama sekali tidak korelatif dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Pada ujung acara, Bupati Lumajang yang semula menuding bahwa survey geothermal yang dilakukan oleh PT. Hitay Rawas Energy di Gunung Lemongan illegal, justru memberikan ijin kepada perusahaan ini untuk melanjutkan surveynya, dengan catatan kalau sudah selesai nanti harus memberikan laporan lengkapnya kepada Bupati dan dipaparkan secara terbuka seperti forum kali ini.(Lh/ls/red)

Editor : Redaksi

Lumajang Maju dan Makmur

Bak Lautan Manusia di Lapangan Jokarto Lumajang Sholawat Doa Bersama Cak dan Ning

Lumajang - Dalam rangka membangun kedamaian dan persatuan di wilayah Lumajang, relawan paslon 01 (Cak Thoriq – Ning Fika) bersama Gus Hafidzul Ahkam dari Probolinggo dan jamaah Riyadhul Jannah Lumajang mengadakan acara Sholawat & Do’a Bersama. Acara ini berlangsung di Lapangan Desa Jokarto Kecamatan Tempeh Kabupaten Lumajang Kamis, (21/11/2024) malam.

Opini

Euthanasia dan Perawatan Paliatif, Dilema Etik Antara Hak Hidup dan Hak Untuk Mengakhiri Penderitaan

Lumajang - Saat ini dunia ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan sudah sangat maju khusus pada bidang kesehatan. Dengan adanya kemajuan tersebut segala hal akan menjadi lebih mudah untuk dilakukan, seperti dalam hal mendiagnosis penyakit dan menentukan kemungkinan waktu kematian seseorang dengan tingkat akurasi tinggi dan hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan logis. Bahkan para dokter kini pun juga dapat memberikan bantuan dalam mengakhiri kehidupan pasien  dengan kondisi medis yang memiliki tingkat kesembuhan relatif rendah atau dalam kondisi penyakit terminal. Proses ini dikenal dengan istilah Euthanasia (Fahrezi & Michael, 2024).