Dialogis Begal Dari Warung Kopi ke Wisata Lumajang
Dalam beberapa hari ini di sejumlah warung kopi di Kota Lumajang banyak anak muda dari berbagai komunitas ramai memperbincangkan soal obyek wisata yang ada di kaki Gunung Semeru. Ada yang bangga, ada juga takjub dan ada juga yang sedih melihat obyek wisata yang dimiliki Lumajang sangat banyak belum terkelola dengan baik.
Tak jarang, obyek wisata di Lumajang dibandingkan dengan daerah lain. Maklumlah, karena anak muda yang lagi ngobrol di warung kopi yang sedang menjamur, ingin melihat kotanya jadi tujuan wisatawan dan pendatang untuk bisa menghabiskan uangnya. Sehingga, banyaknya kunjungan orang luar Lumajang, akan bisa mendatangkan banyak rejeki dan pengangguran berkurang serta tidak banyak anak muda Lumajang yang kreatif cari makan di luar Kabupaten.
Dari sekian obrolan, kebanggaan memang patut dijaga dari lubuk hati terdalam, karena obyek wisata bagian dari identitas Lumajang. Namun, dari sekian obrolan, saya tetarik soal kata "Begal" yang ramai diperbincangkan. Bagaimana, teman anak Lumajang terkena begal dan nyaris dibegal saat masuk di Lumajang.
Begal yang sekarang banyak diperbincangkan anak muda ini, soal adanya korban aksi kejahatan di jalu lalu lintas Lumajang-Probolinggo, khususnya di Ranuyoso. Banyak korban pengendara motor yang tumbang akibat begal dan bisa memperburuk citra Lumajang yang memiliki obyek wisata yang sangat indah dan banyak.
Selain begal soal itu, ada begal yang cukup ngeri saat obrolan anak muda Lumajang yang sering kelayapan dari obyek wisata satu ke wisata lainya. Ada aksi pembegalan di obyek wisata Tumpak Sewu oleh sekelompok anak muda malang yang dikenai tarif Rp. 5 ribu. Saking keselnya, tarif tiket didasar sungai menunju Tumpak Sewu diunggah dimedia sosial dan menjadi heboh.
Kemudian, ada lagi banner milik Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang akan menarik tiketing/ retribusi untuk masuk ke obyek wisata puncak B-29. Anak muda Lumajang bikin geleng-geleng kepala, TNBTS yang belum membangunan Infrastruktur sudah berani menarik tiket. "Wes wong-wong seng gak ingin Lumajang Maju koyok begal dan ugal-ugalan, gendeng," ujar salah seorang pemuda Lumajang yang peduli soal wisatawn.
"Lek urusan duwek, ancen cepet-cepet nok majang iki, mangkane gak maju-maju, duh eman-eman," terang pemuda lainya.
Obrolan anak muda Lumajang disebua warung kopi di tengah kota ini, patut direnungkan oleh semua pemangku kebijakan di Lumajang. Agar kota Lumajang lebih ramah dalam semua kebijakan dan mampu menganyomi masyaraktnya. Pengembangan wisata di Lumajang sudah tertuang dalam Rencana Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD) yang menyatakan soal wisata mulai dimintai wisatawan lokal tinggal wisatawan asing.
Namun, semangat di RPJMD 2015-2019 bukan hanya catatan, tetapi perlu dilakukan langkah dan kebijakan yang pro. Bukan, membuat sebuah dokumentasi yang bagus dan menarik, saat dikunjungi wisatawan lokal dan luar malah menemukan begal dan ulah ugal-ugalan. Dalam sebuah pembangunan spektakuler dibidang wisata, pemerintah harus memperhatikan modal sosialnya. Jangan hanya ingin membangunan dan mengahabiskan dana APBD, tetapi memajukan dan mengembangkan obyek wisata gagal.
Pemkab Lumajang dalam pengembangan wisata harus memiliki skala prioritas yang mana bisa dijadikan identitas. Selain itu, bisa dijadikan tujuan wisatawan yang hendak ke Lumajang. Karena wisata alam yang dimilik Lumajang belum adanya infrastruktur memadai baik jalan dan transportasi. Bupati selaku owner dalam kebijakan politiknya, harus ada tim yang membidani dan membahas pengembangan wisata. Karena dalam RPJMD menargetkan Lumajang jadi tujuan wisatawan mancanegara. (ls/red)
Editor : Redaksi