Benarkah Lumajang Daerah Kutukan ?

Penulis : lumajangsatu.com -
Benarkah Lumajang Daerah Kutukan ?

Kabupaten Lumajang adalah daerah yang kaya akan potensi pertanian, tambang dan perkebunan. Bukan itu saja, kota ini juga kaya akan keindahan alam yang mampu dikembangkan sebagai daerah pariwisata. Lihat saja, pendakian Gunung Semeru yang ada di Desa Ranu Pani Kecamatan Senduro, setiap  minggu ada saja pengunjung, kemudian Puncak B-29 Desa Argosari Kecamatan Senduro dan paling fenomenal adalah air terjun Tumpak Sewu di Desa Sidomulyo Kecamatan Pronojiwo yang mulai dikenal.

Lumajang juga memiliki cerita panjang mengenai Gunung Semeru, dari dogeng atau kitab di India. dari berbagai sumber, Semeru adalah puncak dari Gunung Himalaya yang ditaruh oleh para dewa, dikarenakan bumi beserta isinya digocang akibat pulau jawa terobang ambing di samudara. Hingga, akhirnya para Dewa menancapkan Puncak Himalaya di bagian timur pulau Jawa dan dikenal dengan Puncak Mahameru.

Konon, saat dewa usai menancam puncak Mahameru, sejumlah dewa kehausan dan meminum sumber mata air. Naas, para dewa yang meminumnya tewas di kaki Gunung, Bethara Guru yang saat itu kaget dengan tewasnya para dewa kemudian mencari penyebabnya. Saat, meminum air dan sampai ditenggorokanya langsung dimuntahkan, hingga akhirnya dibagian lehernya gosong. Dengan berdo'a memohon ke Sang Pencipta, Betahara Guru mampu menghidupkan dewa-dewa yang bergotong royong membawa Puncak Mahameru ke Pulau Jawa.

Gunung Semeru dikenal oleh masyarakat Lumajang sebagai penghasil pasir yang sangat melimpah. Bahkan, jutaan kubik berserakan disepanjang aliran lahar dan lahan pertanian warga bila dikeruk. Awalnya, pasir oleh masyarakat Lumajang hanya digunakan untuk material bagunan rumah dan belum menjadi pertambangan yang menjanjikann untuk perekonomian. Hingga, akhirnya tahun 2004 ada perijinan pengelolaan tambang pasir untuk bisa menghasilkan pendapatan daerah.

Namun, KSO pasir antara Pemerintah Lumajang dengan Pihak Swasta malah berujung ke Pengadilan dan para pembuat perijinan dan yang diberi ijin masuk penjara. Sebaliknya, ditahun 2010 adanya rencana penambangan pasir besi di Wotgalih oleh PT. Antam mendapat penolakan oleh warga. Sehingga, terjadi konflik horizontal antara warga dan juga dengan pemerintah serta investor.

Kemudian, dilanjutkan adanya pertambangan pasir besi oleh PT.IMMS di kawasan pesisir pantai selatan Kecamatan Pasirian. Tak jarang ada konflik horizontal antara masyarakat dengan investor. Selain itu, banyak warga yang pro dengan tambang meninggalkan pertaniannya dan beralih profesi menjadi penambang. Gaya hidup masyarakatpun berubah dengan membeli barang mewah, karena bekerja dipertambangan dengan penghasilan sehari lebih dari 100 ribu mampu makan berlebihan.

Sekarutnya perijinan pertambangan, juga menyebabkan banyak tambang illegal baik pasir besi dan pasir semeru ataupun pasir tegalan. Akibatnya, jalan rusak baik jalan desa, antar kecamatan, kabupaten, propinsi dan Nasional dari lalu lalang truk-truk besar pengangkut pasir. Para pengguna jalan yang bukan penambang merasa dirugikan bernyanyi ria di media sosial dan dimedia massa. Bahkan Mahasiwapun Turun jalan terhadap tambang yang dinilai belum mengarah perbaikan ekonomi masyarakat dan lebih pada memperkaya kaum feodal serta kelompok tertentu.

Tambang pasir di Lumajang yang menjanjikan membawa perubahan dan peningkatan ekonomi masyarakat menjadi gaduh. Ketimpangan sosial terjadi, ada jurang yang sangat dalam antara si kaya dan si miskin. Konflik sosial tak terelakan, sehingga muncul perlawanan kecil dan protes ke pemerintah menegnai banyak fasilitas umum yang rusak.

Hingga, akhirnya konflik horizontal terjadi di Desa Selok Awar-awar Kecamatan Pasirian pada medio bulan September 2015 antara kelompok pro dan kontra. Sehingga, tambang pasir yang bertujuan ingin memakmurakan masyarakat, berujung pada tetesan darah, aktivis lingkungan Salim Kancil dan Tosan.

Dari aksi kekerasan terhadap Salim Kancil meninggal dunia dan penganiayaan pada Tosan, diketahui jika banyak kebocoran pendapatan dari pasir yang masuk ke Pemkab Lumajang. Selain itu, penambangan illegal yang marak, Lumajang bukan kaya dan memberikan pertumbuhan ekonomi secara merata, tetapi ketimpangan luar biasa. Dari kasus Salim Kancil aparatpun mulai menangkapi para penambang illegal dan diproses hukum. Namun, seperti apa penataan pertambangan di Lumajang belum jelas. Apakah ditutup atau dibuka kembali, karena usai kasus Salim Kancil banyak pengajuan ijin baru dan perpanjangan ke Pemkab untuk diajukan ke Gubernur Jawa Timur.

Dalam Buku Change, Reynald Kasali menulis adanya Teori Kutukan SDA yang ditulis oleh Michael L.Ross seorang Guru Ilmu Politik Universitas California-Los Angeles berjudul Kutukan Minyak (The Oil Curse) yang mengacu pada teori kutukan SDA (Resource Curse theory) yang pernah dibahas Ekonom Jeffrey Sachs dan Andrew Warner. Dalam buku itu membahas negara-negara penghasil minyak di Timur tengah yang hanya menimbul konflik horizontal dibanding untuk pembangunan daerah dan negaranya. Apakah di Lumajang akan terjadi demikian, diskursus ini bisa dilihat fenomena seperti  adanya Tambang Emas di Gunung Bitak, Pulau Buru. Pertambangan di Kalimantan Timur yang menyebabkan komoditi pertanian harus dipasok dari luar daerah dengan harga melangit.

Lumajang yang sangat kaya dengan tambang pasir akan menjadi incaran investor, meski kasus Salim Kancil belum usai, karena diranah hukum masih jalan. Selain itu, penataan dibidang pertambangan di Lumajang belum mengarah pada perbaikan, setelah kebijakan ditarik Pemprov Jawa Timur. Jangan sampai pepatah ini berlaku "Ayam Mati DiLumbung Padi". Dengan potensi tambang pasir nan melimpah akan menjadi daya tarik bagi "Bandar-Bandar" besar untuk mengelola dan mengorganisasi dana, informasi, tenaga ahli dengan kekuatan modal. Sehingga akan mempengaruhi sistem politik rakyat cepat atau lambat, apalagi lagi rezim Indonesia hebat sedang memacu percepatan pertumbuhan ekonomi lewat infrastruktur. Penataan tambang harus segera dilakukan, atau akan menjadi kutukan dengan berakhir dibalik jeruji besi.

Program pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang, Pemerintah Kabupaten Lumajang bagi rakyatnya harus bisa terus berjalan. Bukan hanya membangun proyek mercuar, tapi mengendepankan pelayanan publik. Sudah waktunya, Lumajang melihat jauh kedepan, semoga para pemimpin kita di Eksekutif dan Legislatif di pembahasan KUA-PPAS RAPBD 2017 mampu menjawab kebutuhan masyarakat, bukan pendekatan politik teknorat. (ls/red)

Editor : Redaksi