Kasus Kriminal Lumajang

Terbukti Rusak Hutan Lindung, Ketua LMDH Diganjar 8 Tahun Penjara

Penulis : lumajangsatu.com -
Terbukti Rusak Hutan Lindung, Ketua LMDH Diganjar 8 Tahun Penjara
Parmanto, Ketua LMDH divonis 8 tahun penjara oleh majlis hakim PN Lumajang

Lumajang (lumajangsatu.com) - Sidang kasus perusakan hutan lindung Gunung Lemongan dengan nomor perkara 209/Pid.Sus/2018/PN Lmj atas nama terdakwa Parmanto bin Suroto alias Parman, akhirnya sampai pada babak putusan. Sidang yang digelar jam 17.15 wib. di Pengadilan Negeri Lumajang tersebut dihadiri oleh puluhan relawan Laskar Hijau dengan pengawalan ketat dari Polres Lumajang.

Majelis hakim yang diketuai oleh Edwin Adrian, SH. MH. membacakan  putusan setebal 61 halaman. Sementara itu terdakwa didampingi oleh kuasa hukumnya, Mahmud, SH. Dan dari pertimbangan majelis hakim, terdakwa Parmanto akhirnya divonis dengan 8 tahun penjara dan denda 10 milyar rupiah.

Putusan ini berdasarkan atas pertimbangan karena terdakwa Parmanto terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana perusakan di kawasan hutan lindung Gunung Lemongan petak 12 sesuai dengan dakwaan primer pasal 94 huruf a, Junto pasal 19 huruf a, UU No. 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) dengan ancaman minimal 8 tahun penjara dan maksimal 15 tahun, serta denda minimal 10 milyar dan maksimal 100 milyar.
vonis parmantovonis parmanto
Putusan hakim berbeda jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Bambang Heru, SH. sebelumnya, dakwaan menggunakan subsider pasal 92 yang hanya menuntut terdakwa dengan penjara 5 tahun. Tapi kesaksian Asamo, orang yang disuruh dan dibayar oleh terdakwa Parmanto untuk membabat pohon dan membakar kawasan hutan lindung Gunung Lemongan, sangat menguatkan pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara. Meskipun selama persidangan terdakwa Parmanto selalu menyangkal bahwa dirinya tidak pernah menyuruh Asamo untuk merusak apalagi membakar.

Baca juga : Bersinergi, Komisi A dan Diskominfo Lumajang Serap Aspirasi FKWL

Ada teori kehendak dan hukum kausalitas antara terdakwa Parmanto dengan saksi Asamo, bahwa tindakan terdakwa Parmanto menyuruh dan membayar Asamo untuk membabati tanaman konservasi yang ditanam oleh Laskar Hijau di kawasan hutan lindung Gunung Lemongan memenuhi unsur kesengajaan karena terdakwa tahu dan sadar telah menyuruh atau memerintah dan mengorganisir orang lain untuk merambah hutan lindung dengan tujuan komersil yakni untuk dijadikan kebun sengon.

Pertimbangan ini juga justru dikuatkan oleh kesaksian dari Saksi Meringankan (_Adecharge_) Munif, yang menyatakan bahwa terdakwa Parmanto adalah ketua LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan), artinya terdakwa Parmanto mengetahui betul bahwa kawasan yang dirusaknya tersebut adalah benar-benar kawasan hutan lindung yang selama ini secara sah dikelola oleh Laskar Hijau. Sedangkan kawasan yang boleh dikelola oleh LMDH adalah hutan produksi.

Di pihak lain, A'ak Abdullah Al-Kudus selaku Ketua Laskar Hijau memberi apresiasi terhadap majelis hakim yang diketuai oleh Edwin Adrian, SH. MH. karena putusan yang dibuatnya sesuai dengan rasa keadilan semua relawan Laskar Hijau yang selama ini selalu diteror oleh para perusak hutan. "Atas nama Laskar Hijau saya mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas putusan ini," tegas A'ak.

Sepanjang sejarah perusakan hutan lindung di Gunung Lemongan, baru kali ini pelaku perusakan diproses secara hukum dan diganjar hukuman berat. Masih banyak pelaku perusakan di hutan lindung Gunung Lemongan yang saat ini bebas berkeliaran dan bahkan tetap melakukan perusakan meskipun sudah dilaporkan ke pihak yang berwajib, salah satunya seorang notaris ternama di Kabupaten Lumajang.(LH/red)

Editor : Redaksi

Opini

Euthanasia dan Perawatan Paliatif, Dilema Etik Antara Hak Hidup dan Hak Untuk Mengakhiri Penderitaan

Lumajang - Saat ini dunia ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan sudah sangat maju khusus pada bidang kesehatan. Dengan adanya kemajuan tersebut segala hal akan menjadi lebih mudah untuk dilakukan, seperti dalam hal mendiagnosis penyakit dan menentukan kemungkinan waktu kematian seseorang dengan tingkat akurasi tinggi dan hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan logis. Bahkan para dokter kini pun juga dapat memberikan bantuan dalam mengakhiri kehidupan pasien  dengan kondisi medis yang memiliki tingkat kesembuhan relatif rendah atau dalam kondisi penyakit terminal. Proses ini dikenal dengan istilah Euthanasia (Fahrezi & Michael, 2024).

Dibuat Dari Bambu Muda

Jadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, Krecek Bung Kuliner Asli Lumajang Bertekstur Daging Empuk

Lumajang - Kabupaten Lumajang, Jawa Timur kembali menorehkan kebanggaan di kancah nasional. Salah satu kuliner tradisional khasnya, Krecek Rebung, resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Menteri Kebudayaan Republik Indonesia pada 16 November 2024. Pengakuan ini menjadi bukti keunikan dan kekayaan budaya lokal Lumajang yang terus dilestarikan.