Polri Bersama Rakyat

Polres Lumajang Mediasi Warga dan Pengusaha Tambang soal Uang Debu

Penulis : lumajangsatu.com -
Polres Lumajang Mediasi Warga dan Pengusaha Tambang soal Uang Debu
Anggota Polres Lumajang tenangkan warga yang menuntut uang debu ke pengusaha tambang pasir. (foto Polres)

Candipuro (lumajangsatu.com) - Permasalahan terkait tambang pasir di Kabupaten Lumajang hingg saat ini masih terus terjadi. Belum tuntas permasalahan aksi blokade jalan di Dusun Urang Gantung Desa Jarit dan Dusun Sudimoro Desa Kalibendo, kini permasalahan baru kembali muncul.

Kali ini, warga Dusun Sumberejo Desa Gondoruso Pasirian hendak melakukan aksi demo terkait belum di cairkannya uang debu atau CSR (Corporate Social Responsibility) selama 11 (sebelas) bulan terakhir, oleh perusahaan tambang PT Uniagri Prima Teknindo Milik saudara R warga Jember.

Secara berbondong-bondong, warga mendatangi lokasi tambang di sungai Regoyo Desa Gondoruso , untuk menagih janji hak atas uang debu atau CSR yang belum di cairkan perusahaan, Juma’t (30/11/2018).

"Betul,  kemarin  memang ada rencana aksi demo warga di Desa Gondoruso, namun berhasil di cegah dan di redam oleh Kapolsek Pasirian AKP Jainul. Saya ingin situasi kondusif, sedang kami cari solusinya dan memediasi kedua belah pihak untuk menemukan win win solutionnya," Kata Kapolres AKBP DR. Muhammad Arsal Sahban, S.H.,S.I.K.,M.M.,M.H, Sabtu (01/12/2018) saat memeberikan keterangannya pada sejumlah awak media.

Selanjutnya, bertempat di Balai Desa Gondoruso , kegiatan mediasi tersebut di lakukan dengan menghadirkan sejumlah perwakilan warga Dusun Sumberejo, perangkat Desa Gondoruso dan inisial D selaku perwakilan PT Uniagri Prima Teknindo.

Dalam pertemuan yang berlangsung hampir dua jam tersebut, perwakilan warga tetap menuntut hak atas uang debu yang telah di sepakati bersama dengan pihak perusahaan, pada bulan Desember 2017, yakni sebesar Rp 15.000.000,-  untuk setiap kendaraan yang melintas.
Pada awalnya, pembayaran yang di berikan perusahaan berjalan lancar dan tepat waktu. Namun pada bulan Maret 2018, pihak perusahaan menurunkan nilai unag debu menjadi Rp. 10.000,. per rit, namun hingga saat ini tak kunjung juga di cairkan.

Namun pihak perusahaan berdalih akibat sepinya tambang, maka sejak  bulan Maret 2018  karena sepinya tambang dan kopensasi ke warga juga belum terbayar akhirnya ditirunkan menjadi Rp 10.000.000,- akan tetapi juga belum terbayar.

Meskipun berjalan alot, pertemuan tersebut belum membuahkan sebuah kesepakatan atau belum  ada titik temu dalam hal pembayaran CSR. Sementara PT Uniagri Prima Teknindo mohon waktu dalam pembayaran CSR tersebut. Sesuai permintaan warga, aktifitas warga harus di hentikan hingga pihak perusahaan membayar CSR..

"Jadi, mediasi dan pertemuan kemarin belum membuahkan sebuah kesepakatan. Namun saya minta untuk kembali mediasi kembali pada hari Senin depan. Kepada warga, saya berpesan untuk bersabar dan tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain," pungkas Arsal. (res/ls/red)

Editor : Redaksi

Opini

Euthanasia dan Perawatan Paliatif, Dilema Etik Antara Hak Hidup dan Hak Untuk Mengakhiri Penderitaan

Lumajang - Saat ini dunia ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan sudah sangat maju khusus pada bidang kesehatan. Dengan adanya kemajuan tersebut segala hal akan menjadi lebih mudah untuk dilakukan, seperti dalam hal mendiagnosis penyakit dan menentukan kemungkinan waktu kematian seseorang dengan tingkat akurasi tinggi dan hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan logis. Bahkan para dokter kini pun juga dapat memberikan bantuan dalam mengakhiri kehidupan pasien  dengan kondisi medis yang memiliki tingkat kesembuhan relatif rendah atau dalam kondisi penyakit terminal. Proses ini dikenal dengan istilah Euthanasia (Fahrezi & Michael, 2024).

Dibuat Dari Bambu Muda

Jadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, Krecek Bung Kuliner Asli Lumajang Bertekstur Daging Empuk

Lumajang - Kabupaten Lumajang, Jawa Timur kembali menorehkan kebanggaan di kancah nasional. Salah satu kuliner tradisional khasnya, Krecek Rebung, resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Menteri Kebudayaan Republik Indonesia pada 16 November 2024. Pengakuan ini menjadi bukti keunikan dan kekayaan budaya lokal Lumajang yang terus dilestarikan.