Pendidikan Dan Kesehatan

Dr. Triworo Setyowati : Bukan Malpraktek, Tapi Itu Resiko Tindakan Medis

Lumajang(lumajangsatu.com)- Mencuatnya dugaan Malpraktek yang dilakukan oleh Bidan Inisial S-T di Puskesmas Gucialit beberapa  pekan yang lalu, akhirnya Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang menepis, pasalnya kejadian yang menimpa Umiyati Warga Desa Bodang Kecamatan Padang yang mengakibatkan rusaknya organ tubuh merupakan resiko tindakan medis atau komplikasi. "Oh bukan malpraktek mas, itu resiko medis atau komplikasi," papar Dr. Triworo Setyowati Kepala Dinas Kesehatan saat dikonfirmasi lumajangsatu.com, Senin (06/04/2015). Lebih lanjut ia menjelaskan jika disetiap tindakan medis kemungkinan resiko medis atau komplikasi itu bisa saja terjadi, namun dari sekian tindakan medis yang dilakukan hanya sebagian kecil resiko medis itu terjadi. "Disetiap tindakan medis, resiko medis atau komplikasi itu bisa saja terjadi, lagi pula bidan yang melakukan pelayanan medis itu sudah memenuhi persyaratan kok," tambah wanita berjilbab itu. Tidak hanya itu, ia mengaku pihak petugas kesehatan sudah melakukan banyak hal baik tindakan memfasilitasi merujuk ke Rumah Sakit maupun memberitahu terlebih dahulu jika sewaktu-waktu terjadi resiko medis pihak keluarga harus menerimanya. "Saya contohkan saja, seperti di rumah sakit jika mau melakukan pengobatan atau operasi pihak keluarga kan tanda tangan pernyataan kan mas, jadi sekali lagi itu semua bukan karena kelalaian petugas kami, namun itu masuk katergori resiko medis," tegasnya. (Mad/red)

Kekurangan Guru Agama, Warga Hindu Lumajang Wadhul ke Anggota DPR RI Purnamasidi

Lumajang (lumajangsatu.com) - Untuk kali keduanya, H. Muhammad Nur Purnamasidi S. Sos anggota DPR RI Frkasi Golkar datang ke Pura Mandara Giri Semeru Agung Lumajang. Kedatangan legislator Golkar itu ditemani oleh Bimas Hindu kementrian Agama RI yang diwakili oleh Putu Suhartama. "Saya juga mengajak pak Bupati hadir disini juga, namun beliyau tidak bisa hadir dan diwakilkan kepada pak Camat Senduro," ujar Nur Purnamasidi kepada umat Hindu Lumajang, (03/04). Menururutnya, sebenarnya ia ingin menyampaikan permintaan warga Hindu kepada pemerintah daerah secara langsung, diantaranya warga Hindu di Senduro menginginkan adanya pencacatan nikah di Kecamatan, sehingga tidak perlu lagi datang ke Lumajang karena dianggap terlalu jauh. "Saya ingin menyampaikan secara langsung kepada pak Bupati tentang warga Hindu Senduro ingin ada pencatatan nikah di Kecamatan dan juga masih minimnya tenaga guru agama Hindu," jelasnya. Bang Poer panggilan akrab Purnamasidi juga berharap pertemuan kedua itu adalah pertemuan yang terakhir melakukan serap aspirasi. Saat dirinya datang untuk ketiga kalinya, bang Poer sudah membawa program untuk umat Hindu di Lumajang. "Serap aspirasinya sudah selesai, saya datang untuk ketiga kalinya tidak dengan tangan kosong namun sudah ada program dari pemeritah yang bisa dinikmati oleh warga Hindu," terangnya. Wira Dharma umat Hindu dari desa Kandangan merasa senang dan bangga bisa dikunjungi oleh anggota DPR RI dan Bimas Hindu. Dirinya dan semua umat Hindu di Lumajang berharap pertemuan tersebut bisa bermanfaat dan bisa menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh umat Hindu di Lumajang. "Semoga bisa terealisasi semua usulan kami, seperti pengajuan bantuan pembangunan tempat ibadah dan kekurangan tenaga pengajar guru agama Hindu, Sedangkan murid-murid kami disini sangat memerlukannya," paparnya. Sementara itu, Putu Suhartama menyatakan bahwa bantuan pembangunan tempat ibadah bisa di tangani oleh Kementrian dengan catatan mengajukan proposal bantuan. Sedangkan untuk guru agama Hindu, merupakan kewenangan pemerintah daerah karena sudah masuk era otonomi. "Kalau bantuan tempat ibadah dan desa binaan itu bisa kami bantu mas, namun untuk kekurangan guru agama Hindu itu kewenangan pemerintah daerah karena sudah otonomi," jelasnya.(Yd/red)

Panitia Daerah Muktamar NU ke-33 di Jombang Terus Matangkan Persiapan

Lumajang (lumajangsatu.com) - Panitia daerah dan panitia Nasional Muktamar NU ke-33 di Jombang 2015 terus melakukan persiapan. Pembagian tugas antara panitia lokal dan nasional terus dimatangkan agar sukses pelaksanaan muktamar NU ke-33 bisa terwujud. "Kita terus melakukan persiapan untuk mensukseskan pelaksananaan Muktamar NU yang akan ditempatkan di Jombang Jawa Timur," ujar Thoriqul Haq MML, Sekretaris panitia daerah Muktamar NU di Jombang, Jum'at (03/04/2015). Untuk persoalan administrasi dan persiapan peserta merupakan tugas dari panitia nasional Muktmar NU. Sedangkan tugas panitia daerah menyiapkan teknis acara, seperti akomodasi, konsumsi hingga pendamping peserta Muktamar. "Kita juga siapkan santri senior untuk menjadi pendamping para peserta, sehingga peserta Muktamar tidak akan kebingungan jika membutuhkan sesuatu," terang politisi PKB asal Lumajang itu. Thoriq meminta do'a dan dukungan kepada semua warga NU agar muktamar NU di Jombang sukses kegiatan dan juga sukses tujuan. "Saya selaku panitia meminta dukungan dan do'a dari semua warga NU, agar Muktamar ke-33 di Jombang sukses kegiatan dan sukses tujuan," pungkasnya.(Yd/red)

Bidan Paksa Lepaskan Alat Kontrasepsi, Rahim dan Usus Pasien Robek

Lumajang(lumajangsatu.com)- Umiyati warga Dusun Kloposawit Desa Bodang Kecamatan Padang Lumajang masih terbaring lemas  di tempat tidurnya, setelah ia menjalani operasi di Puskesmas Gucialit beberapa pekan yang lalu. Pasalnya organ tubuh yakni usus dan rahimnya robek akibat pemaksaan melepaskan alat kontrasepsi oleh sang bidan. Kejadian na'as itu menimpanya saat ia hendak melepaskan alat kontrasepsi ke Puskesmas Padang, sayang ia malah di tolak tanpa diberi penjelasan. Karena tidak tahan menahan rasa sakit itu akhirnya ia datang kerumah bidan siti untuk periksa, saat ia diperikas ia diminta untuk datang ke Puskesmas Gucialit pada keesokan harinya, karena sang bidan siti bekerja dipuskesma Gucialit. Sesuai petunjuk sang bidan, ia tiba di Puskesmas Gucialit pada pagi harinya dan langsung ditangani oleh sang bidan, namuan saat operasi berlangsung ia merasa ada kejanggalan. "Rasanya ada hal yang gak bisa gitu tapi di paksa untuk dilepaskan mas," ungkapnya dengan nada sendu saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Jumat (03/04/2015). Selesai operasi ia pun pulang tanpa rasa khawatir sedikitpun, nahas pendarahannya pun semakin hebat dan rasa sakit yang dialaminya semakin menjadi-jadi, ia yang khawatir memeriksakan kondisinya ke Rumah Sakit Umum Dr.Haryoto Lumajang. "Katanya dokter ada yang robek gitu mas," tambahnya. Tak selang waktu lama sang suami mendapatkan pesan singkat dari bidan siti, bahwa ia meminta maaf kepadanya dan memberitahu kerusakan pada organ tubuhnya karena bidang memaksakan untuk melepaskan alat kontrasepsi pada tubuh umiyati. "Mb,. maaf dari hati yang paling dalam, ya semua prosedurnya ya kayak gitu,. dicoba alatnya pean itu dipaksa karena alatnya nyantol gak bisa keluar, gimana apa dibiarkan nyantol? kan gak mungkin, jadi ya giru ceritanya saya juga minta maaf atas kejadian ini," pesan singkat sang bidan pada korban. Sang suami yang geram karena sang bidan tidak memberitahu kejadian pada saat itu juga, ia meminta sang bidan bertanggung jawab, agar istrinya bisa sembuh seperti sediakala. "Ya menuntut, harus bertanggung jawab semuanya" pinta sang suami. Semenatara pihak puskesmas Gucialit sendiri saat didatangi sejumlah awak media tidak mau menemui, ia beralibi jika Kepala Puskesmasnya tidak ada ditempat. "Mohon maaf mas, kepala Puskesmas lagi tidak ada disini," ungkap salah satu petugas Puskesma. (Mad/red)

Jaga Kebersamaan, FKWL Lakukan Pertemuan Setiap Bulan

Lumajang (lumajangsatu.com) - Forum Komunikasi Wartawan Lumajang (FKWL) secara rutin melakukan pertemuan sebagai ajang silaturrahim insan jurnalis di Lumajang. Harapannya, insan jurnalis akan semakin solid dalam mengawal kepentingan rakyat dan mengawal jalannya pemerintahan. "Ini adalah agenda rutin pertemuan setiap bulan, dimana kita akan melakukan evaluasi dan juga mencari isu-isu strategis di Lumajang untuk kita soroti," ujar Achmad Arif koordinator FKWL, Rabu (01/04/2015). Dalam pertemuan tersebut juga muncul wacana tentang mengawal proses pemilihan wakil bupati dan sekda Lumajang. Sebab, dua momentum tersebut sangat penting bagi pembangunan dan kemajuan Lumajang. "Kita ada wacana mengawal proses pemilihan sekda dan juga wakil bupati Lumajang yang sebentar lagai akan berganti," paparnya. Setelah selesai melakukan pertemuan, kemudian dilakukan pembagian kartu anggota kepada insan jurnalis yang bergabung di FKWL.(Yd/red)

Duh...!! Guru Jarang Masuk, SD N 1 Ranu Pane Sering Libur Sendiri

Lumajang (lumajangsatu.com) - Kunjungan kerja Komisi D DPRD Lumajang ke SD Negeri 1 Ranu Pane berakhir mengecewakan. Pasalnya, saat tiba di sekolah itu sekitar jam 11.00 wib, kondisi sekolah sudah kosong melompong, tidak ada satupun murid atau guru. "Saat komisi D DPRD melakukan kunjungan hari Senin (30/03) ke SD N 1 Ranu Pene, kita merasa kecewa karena sekolah sudah tutup jam 11 siang," ujar Idris Marzuqi anggota Komisi D DPRD Lumajang, Selasa (31/03/2015). Setelah mendapati sekolah kosong melompong, rombongan dewan kemudian bertemu dengan sejumlah warga Ranu pane. Dari keterangan warga, kondisi tersebut bukan hari itu saja, namun sudah berlangsung sejak lama. "Keterangan warga kondisi itu sudah lama, kalau muridnya ada, namun yang sering tidak ada adalah gurunya," terang ketua Fraksi Demokrat itu. Dari hasil kunjungan itu, ketua Komisi D DPRD kata Idris akan memanggil Dinas Pendidikan. Sebab, diperoleh informasi bahwa guru yang mengajar di SDN 1 Ranu Pane juga mendapatkan tunjangan profesi berupa sertifikasi guru. "Lah kalau sering gak masuk, kan percuma negera membayar mahal mas, pak ketua Komisi berencana segera manggil Diknas," pungkas pria berkaca mata itu. Jika pendidikan di Ranu Pene seperti itu, maka yang akan jadi korban adalah generasi penerus bangsa. Oleh sebab itu, semua elemen baik orang tua siswa dan pemerintah harus turun tangan dengan cepat.(Yd/red)

Memilukan, Tiga Bersaudara Warga Kandangtepus Lumpuh Tak Dapat Perhatian

Lumajang (lumajangsatu.com) - Derita memililukan menimpa keluarga Suwandi warga dusun Glagah raum Desa Kandangtepus Kecamatan Senduro. Pasalnya, ketiga putra kesayangannya tiba-tiba lumpuh dan tidak seperti anak-anak yang lain. "Saya sudah berusaha untuk mengobati anak saya mas, tapi belum berhasil hingga saya sudah tidak punya biaya lagi," ujar Suwandi kepada sejumlah wartawan, Selasa (31/03/2015). Sebelum lumpuh Misman (25) anak pertama Suwandi kemudian Rohmad (21) dan Giman (12) tidak pernah mengeluh sakit namun tiba-tiba jatuh dan kemudian lumpuh diusia tiga tahun. Yang sangat parah adalah anak pertama Suwandi yang nyaris tidak bisa beraktifitas sama sekali. "Anak-anak saya tidak mengeluh sakit mas, tiba-tiba diusia 3 tahun lumpuh dan tidak bisa jalan lagi," papar pria setengah baya itu sambil berkaca-kaca. Kepada sejumlah media, Rohmad anak kedua suwandi mengatakan sebelum lumpuh menyerang dirinya dan kedua saudaranya, Rohmad mengaku bisa berjalan. Serangan lumpuh sudah terjadi beberapa puluh tahun yang lalu  dan hingga detik ini dirinya mengaku tidak bisa berjalan. "Saat berobat mas, dokter menyatakan saya dan kedua saudara saya terkena kangker tulang," paparnya. Ironisnya, pemrintahan desa, kecamatan dan kabupaten tidak mengetahui ada tiga warganya yang menderita kelumpuhan. Kasianto Kades Kandangtepus mengaku baru mengetahui warganya menderita lumpuh menahun setelah rombongan media mengunjungi warganya itu.  "Saya berharap pemerintah kabupaten ada perhatian serius agar kasus yang menimpa warga saya ini bisa segera ditangani dengan baik," terang Kasianto.(Yd/red)

KH Wahab Chasbullah, Pendiri NU yang Lebih Banyak Berbuat Dibanding Berbicara

Lumajang (lumajangsatu.com) - Di kalangan warga Nahdliyyin (NU) dikenal adanya tiga (3) kiai serangkai: KH Hasyim Asy'ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, dan KH Bisri Syansuri. Ketiganya penggagas, pendiri, dan rais am pertama PBNU. Ketiganya pula memegang jabatan rais am hingga meninggal dunia. Bahkan, Kiai Hasyim diberi gelar Rais Akbar.  KH Hasyim Asy'ari (Pondok Tebuireng) adalah rais am pertama, posisinya digantikan KH Abdul Wahab Chasbullah (Pondok Tambakberas Jombang) dan yang ketiga adalah KH Bisri Syansuri, pendiri dan pimpinan Pondok Denanyar, Jombang.  KH Abdul wahab Chasbullah--yang akrab dipanggil Kiai Wahab--bisa dikatakan merupakan implementator dan administrator dari gagasan dan garis perjuangan NU yang digagas KH Hasyim Asy'ari. Antara kedua kiai ini dwitunggal yang sulit dikotomikan dalam perspektif pemikiran keagamaan dan tindakan keorganisasian. Kiai Wahab yang gigih dan konsisten memperjuangkan kepentingan mahzab keagamaan kaum Islam Tradisional di Indonesia tak mungkin dilepaskan dari Kiai Hasyim. Misalnya, dalam pendirian NU di Surabaya pada 31 Januari 1926, Kiai Wahab adalah administrator tangguh yang menggalang dan mengorganisasi para kiai Islam Tradisional berpaham Ahlussunnah Wal Jamaah di Pulau Jawa dan Madura, menghadapi serbuan pemikiran mahzab Moderisme Islam dan puritan yang mulai berkembang di kawasan Timur Tengah di akhir abad 19.  Sebagai ketua Komite Hijaz, dia membawa pesan ulama-ulama Islam Tradisional di Nusantara tentang diizinkan dan diberikannya perlindungan praktek keagamaan bermahzab di Tanah Suci Makkah dan Madinah bagi umat Islam oleh otoritas kekuasaan Bani Ibnu Saud yang belum lama berkuasa di Arab Saudi. Komite Hijaz yang dipimpin Kiai Wahab dan Syaikh Ghanaim berhasil mengegolkan misinya dengan paripurna. Sebagai ulama yang lebih banyak berbuat, bertindak dibanding berbicara, Kiai Wahab sekalipun berpikiran modern, tapi tak pernah meninggalkan nilai-nilai dan akar Tradisionalisme Islam di Nusantara dari 4 mahzab (Syafi'i, Maliki, Hambali, dan Hanafi) yang diikuti dan diyakini sebagian besar umat Islam Nusantara.  Menurut Greg Fealy (2003), Kiai Wahab adalah penggerak utama pembentukan jam'iyyah NU. Sejak sebelum kelahiran NU di Surabaya pada 31 Januari 1926, Kiai Wahab pada 1924 juga mengusulkan perlunya dibentuk semacam perhimpunan ulama untuk memberikan respon yang lebih terkoordinasi, terorganisasi, dan berkelanjutan atas serangan-serangan kalangan Modernis.  Gagasan tersebut belum memperoleh restu dari Kiai Hasyim, mengingat pendiri Pondok Tebuireng Jombang itu tak menginginkan terjadinya pembelahan yang lebih mendalam antarumat Islam Indonesia. Menyadari bahwa tanpa restu dan legitimasi Kiai Hasyim, kecil kemungkinan pembentukan organisasi wadah ulama Islam Tradisional bakal meraih sukses, Kiai Wahab sadar dan sabar bahwa gagasannya tak mungkin bisa diwujudkan dalam tempo cepat.  Menyadari bahwa serangan dan kritikan dari kalangan modernis makin kencang dari waktu ke waktu, gagasan Kiai Wahab untuk pembentukan organisasi yang mewadahi dan mengonsolidasikan kekuatan kaum ulama Islam Tradisional Indonesia memperoleh reasoning dan legitimasinya. Kiai Hasyim memberikan restu dan legitimasi moral dan Kiai Wahab diposisikan sebagai Katib Syuriah PBNU yang pertama.  Dalam buku KH Wahab Chasbullah, Biografi Singkat 1888-1971, yang ditulis Muhammad Rifai (2010), antara lain disebutkan bahwa meskipun hanya bertindak sebagai Katib Syuriah, nafas pergerakan NU hampir tak bisa terlepas dari peran serta Kiai Wahab. Menurut Idham Khalid, Kiai Wahab berkeinginan menjadikan NU sebagai sebuah pesantren, yakni tempat beribadh, menuntut ilmu, bergotong royong, dan mengabdikan dirinya kepada masyarakat dengan menyumbangkan karya- karyanya yang bermanfaat.  "Kiai Wahab merupakan wujud NU dalam praktek. Suatu kombinasi integral antara ketakwaan, keilmuan, akhlak, dedikasi, dan karya baik besar maupun kecil. Organisasi ini lahir dari aspirasi pesantren, di antara kiai, dan di antara santri- santrinya yang terpencil jauh dari jangkauan penguasa dan pemimpin politik. Karena itu, kelahirannya tak menggetarkan kaum pergerakan serta politisi," tulis Muhammad Rifai.  Bagaimana peran dan kiprah politik Kiai Wahab perjalanan politik NU (Partai NU)? Dalam buku "Ijtihad Politik Ulama, Sejarah NU 1952-1967" yang ditulis Greg Fealy (2003), jelas-jelas disebutkan bahwa tokoh yang sangat penting dalam kampanye penarikan NU dari Partai Masyumi adalah Abdul Wahab Chasbullah. Sebagai pejuang yang gigih membela kepentingan umat Islam Tradisional di Indonesia dan membentengi otoritas ulama, Kiai Wahab memandang peminggiran NU dalam Masyumi sebagai pengulangan serangan kaum Modernis yang pernah terjadi pada 1920-an dan awal 1930-an.  "Pada masa itu, Wahab sebagai kiai muda, telah sebagai arsitek yang merancang tanggapan-tanggapan ulama terhadap ancaman modernisme. Kini, sebagai rais am, Kiai Wahab bertekad mengerahkan umat Islam Tradisional untuk mempertahankan kepentingan mereka. Tekad Wahab diperkuat ketersinggungan pribadinya atas langkah-langkah yang diambil Masyumi. Sebagai Ketua Majelis Syuro, dia menolak keras anggaran dasar baru yang mengurangi peranan politiknya, suatu langkah yang menurutnya bertujuan membatasi campur tangan yang kerap dilakukannya terhadap pengambilan keputusan dewan pengurus (DPP Masyumi)," tulis Greag Fealy.  Langkah dan keputusan Kiai Wahab yang menilai NU lebih baik mufaraqah dari Masyumi pada awal 1950-an didasarkan pada pengetahuan dan pemahaman yang kuat atas potret sosiologis, politik, kultural, dan psikologis warga NU. Sebagai ulama yang berakar urat dari bawah, bersifat populis, dan seringkali bersentuhan kalangan akar rumput, Kiai Wahab mampu memotret secara pas dan presisi kegelisahan umat Islam Tradisional atas polemik dan tarik-menarik antarunsur di Masyumi, terutama antara kalangan Islam Tradisional dengan Islam Modernis.  "Sebagai politisi ulama, Kiai Wahab percaya bahwa dengan basis dukungan massanya NU mampu menjadi kekuatan politik besar. Jika hal itu tak dapat dicapai melalui Masyumi, maka NU harus menciptakan partainya sendiri. Kiai Wahab mulai tak suka kepada Natsir (Ketua Umum DPP Masyumi) setelah tokoh ini, di depan umum, mendebat pandangannya tentang hukum Islam. Meskipun Kiai Wahab adalah seorang yang ahli dalam berdebat, dia merasa tersinggung karena seseorang yang lebih muda dengan pendidikan utama sekuler berani menentang tafsiran- tafsirannya," kata Greg Fealy dalam bukunya.  Keyakinan Kiai Wahab atas potensi politik dari waktu ke waktu makin kokoh dan mengental. Insting dan intuisi politiknya menyatakan bahwa NU sebenarnya memiliki potensi kekuatan politik luar biasa. Kiai Wahab mulai tak sabar dengan sikap ekstra hati-hati yang ditunjukkan rekan-rekannya menyikapi sikap dan langkah politik ke depan NU: Apakah tetap bergabung ke Masyumi atau mufaraqah dengan mendirikan partai baru.  Pada muktamar NU tahun 1950, Kiai Wahab menegaskan perlunya NU melakukan penarikan diri dari Masyumi. Dengan kelugasan dan penuh semangat, Kiai Wahab menyampaikan pandangan kepada utusan muktamar: Banyak pemimpin-pemimpin NU di daerah-daerah dan juga di pusat yang tak yakin akan kekuatan NU, mereka lebih meyakini kekuatan golongan lain. Orang-orang ini terpengaruh bisikan orang lain yang menghembuskan propaganda agar orang NU tidak yakin akan kekuatan yang dimilikinya. Kekuatan NU ibarat senjata adalah meriam, betul-betul meriam. Tapi digoncangkan hati mereka oleh propagandanya... gelugu alias batang kelapa sebagai meriam tiruan...! Pemimpin NU yang tolol itu tidak sadar akan siasat lawan dalam menjatuhkan NU melalui cara membuat pemimpin NU ragu-ragu akan kekuatan sendiri. Di bawah kendali utuh, keberanian luar biasa, dan legitimasi sosial keagamaan dan sosial politik yang kukuh dari Kiai Wahab, pada 31 Juli 1952, NU menyatakan keluar dan berpisah dengan Masyumi dan menjadikan NU sebagai parpol mandiri. Hal itu sejalan dengan keputusan muktamar Palembang.  Awal menjadi parpol, stok SDM berkualitas di ranah politik oleh NU sangat minim. Pola politik outsourching telah diterapkan Kiai Wahab dalam konteks pengisian jabatan-jabatan politik-pemerintahan sekiranya Partai NU memperoleh suara signifikan pada Pemilu 1955.  Dalam konteks ini, Kiai Wahab sebagaimana ditulis Greg Fealy, mengatakan, "Jika saya membeli sebuah mobil baru, penjualnya tak bertanya: 'Pak, bapak bisa menyetir?' Pertanyaan semacam itu tak perlu, karena jika saya tidak bisa menyetir saya dapat memasang iklan di koran 'Dicari Sopir'. Tidak bisa diragukan, akan segera ada antrean calon (sopir) di depan pintu (rumah) saya.". (beritajatim.com/red)

Sosok KH. Hasyim Asyari, Ulama Pendiri NU Jauh Dari Fanatisme Sempit Islam

Lumajang(lumajangsatu.com) - Gawe besar itu bakal dihelat pada 1-5 Agustus 2015 mendatang. Lokasinya di empat (4) pondok pesantren (Ponpes) besar di Kabupaten Jombang, Jatim. Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 namanya. Keempat pondok yang memiliki jalinan kesejarahan dan kultural sangat kuat dengan kelahiran ormas Islam NU: Pondok Tebuireng, Pondok Darul Ulum Rejoso, Pondok Denanyar, dan Pondok Tambakberas. 

Launching Klinik Kesehatan, 2017 NU Lumajang Target Dirikan Rumah Sakit

Lumajang(lumajangsatu.com)- Pengurus Cabang NU Kabupaten Lumajang bertekad mendirikan rumah sakit NU (RSNU) sebagai media pengabdian untuk ikut mensehatakan kehidupan masyarakat. Keseriuasan itu dicerminkan dengan launching Klinik Kesehtan NU, yang dilakukan oleh Saifullah Yusuf Wakil Gubernur Jatim dan As'at Malik Wakil Bupati Lumajang. "Alahamdulillah, hari ini kita melakukan launching Klinik Kesehatan NU Lumajang, kita berharap ini sebagai rintisan pendirian RSNU," ujar Samsul Huda ketua PC NU Lumajang, Kamis (19/03/2015). Dengan kerjasama semua kader NU, saat ini telah terkumpul 400 juta rupiah untuk pembebasan lahan RSNU dari total anggaran yang dibutuhkan 1,4 miliar. Tahun 2017 diharapkan RSNU sudah bisa dilauncing dan beroperasi. Tahun 2020, RSNU ditargetkan bisa sempurna. "Pada tahun 2023 tepat satu abad NU, RSNU Lumajang sudah sempurna dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada warga Lumajang pada umumnya dan warga NU pada khususnya," paparnya. Launcing Klinik Kesehatan NU Lumajang merupakan kerjasama semua kader NU yang ada di lembaga pemerintahan yang ingin NU memiliki lembaga kesehatan. "Saya ucapkan kepada mas Thoriq anggota DPRD Jatim dan wakil gubernur yang telah memperjuangkan bantuan dari APBD Jatim untuk pendirian klinik kesehatan NU Lumajang, dan semua pihak yang ikut mensukseskan berdirinya klinik NU, termasuk pemkab Lumajang" pungkasnya.(Yd/red)