Lumajang - Bagi pembaca lumajangsatu.com yang sudah bersepeda sambil berwisata dan berpetualang. Anda wajib mencoba bersepeda dari pusat kota Lumajang ke jalur Desa Sombo Gucialit lewat Kecamatan Kedungjajang untuk menikmati keindahan alam di kawasan kebun teh.
Dalam sebulan terakhir, sejumlah komunitas dan klub sepeda Lumajang ramai-ramai ke Desa Sombo Kecamatan Gucialit untuk menikmati sejuknya udara. Tapi, bagi pesepeda amatiran atau hanya terbiasa di jalur dataran harus berpikir panjang.
Baca juga: KPU Mulai Distribusikan Logistik Pilkada Lumajang 2024
Tim sepeda yang dilakukan oleh Direktur lumajangsatu.com Harry Purwanto dan Pimred Babun Wahyudi ditemani H. Mashur Rohim serta Cak Sadi mencoba melewatinya pada Sabtu (4/9/2021) kemarin. Start dari Utara Terminal Wonorejo langsung menunju ke jalur Desa Bandaran Kecamatan Kedungjajang dan Desa Jeruk Kecamatan Gucialit melewati jalur tanjakan.
Pemandangan alam perbukitan menjadi daya tarik dan pelepas lelah. Selain itu, aktifitas para petani dan buruh di perkebunan tebu serta ladang oase kehidupan disaat pandemi. "Ayo dikayuh pelan-pelan, asal tidak turun dari sadel," ujar Yudi, sapaan akrab Pimred Lumajangsatu.com.
Bagi para pecinta jalur tanjakan sangat bagus untuk dicoba. Hal ini untuk mengetahui kemampuan memutar kaki pada pedal cranksetnya. Setiba di depan balai desa Jeruk, tim istirahat sejenak untuk ketersediaan minuman dan makanan seperti roti untuk lanjut ke sombo.
"Air diisi disini, diatas jarang ada warung buka dan sering kelewatan kalau sudah jalan," ujar Cak Sadi yang kali ini menjadi Guide bersepeda tim Lumajangsatu.com.
Jalur tanjakan dari Desa Jeruk masih ada, tapi tidak parah. Namun, ada tanjakan perbukitan seperti huruf letter S yang menguras tenaga tim kami. Akhirnya, 3 orang rombongan harus menggunakan daya dorong alias sepeda dituntun. Kecuali cak Sadi, tetap diatas sadel sepedanya meski jalan merampat.
Usai dari tanjakan letter S, kami disambut dengan hamparan kebun teh perbatasan desa Jeruk dan Sombo. Udara segar menjadi penyemangat dan mengembalikan fisik dari tanjakan lumayan menguras tenaga dari Desa Bandaran dan Jeruk.
Dari kawasan kebun teh dengan jalan beraspal, kami melanjutkan ke arah perkebunan lainya di Dusun Krajan. Tim melalui jalan beton untuk bisa masuk ke kawasan kebun teh Kamar Tengah dan Kertosuko. "Kalau disini jalanan bebatuan dan sering turunan, tetap hati-hati," ungkap Cak Sadi ke tim lumajangsatu.com.
Kami masuk ke Kawasan Persil atau pemukiman para buruh kebun teh Kertosuko. Selama perjalanan bertemu dengan buruh pemetik teh. Pemukiman di Kertossuko tertata rapi layaknya di kawasan di perkebunan di Indonesia sebelum kemerdekaan yang masih bisa ditemui.
Baca juga: Beredar Foto Mesra Mirip Ketua DPRD Lumajang, Masyarakat Peduli Moral dan Pendekar Lapor ke BK Dewan
Pemandangan kebun teh sangat luar biasa dengan kabut berarak dari satu petak ke petak lainya. Suara burung liar menjadi teman perjalanan hingga ke sebuah Gerbang Genitri nan eksotik. Kami berfoto sambil istirahat dan menikmati pemandangan alam kebun teh yang ada sejak era kolonial sebelum kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Rombongan kami terus melanjutkaan pejalanan ke kawasan hutan damar dan istirahat di bukit P74. Bukit ini, ada bangunan dari kayu seperti pondok. Pemandangan lumajang bisa terlihat hingga ke kawasan pesisir pantai selatan.
Bukit P74 menjadi viral sebelum pandemi dan sering didatangi anak muda. Bahkan, ada sekelompok pencinta alam yang kemah dikawasan ini. Namun, karena masih pandemi dan masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dilakukan penutupan kunjungan oleh PTPN XII Kertowono.
"Ayo dilanjut langit kok mendung, kabut berdatangan," ujar H. Rohim mengajak kami untuk mengakhiri istirahat di P74.
Tim langsung turun menuju ke kawasan Pabrik Teh Kertowono. Jalur tidak lagi berbatu dan hanya tanah dengan kanan kiri ada rerumputan menutupi saluran air.
Baca juga: Euthanasia dan Perawatan Paliatif, Dilema Etik Antara Hak Hidup dan Hak Untuk Mengakhiri Penderitaan
Bagi pesepeda yang turun diharapkan hati-hati, jalanan tanah licin dan lakukan pengereman depan belakang. Hal ini untuk menghindari laju sepeda menjadi cepat dan tidak terkendali, karena jalanan bebelok dan jalanan tidak rata.
"Waduh, saya terjatuh untuk tidak meluncur dengan cepat, kepeleset ban belakang," ujar Yudi, becerita pada kami karena berada dibagian belakang rombongan.
Usai turun dari P74 kita suguhi oleh segarnya air tejun Semingkir. Pesepeda bisa mampir sebentar sebelum finis di kawasan Pabrik Teh Kertowono. Jalur mulai bebatuan dan tetap hati-hati, karena masih tanjakan. Apalagi tenaga sudah terkuras dengan tanjakan dan jalur bebatuan di perkebunan teh diatas.
Tim rombongan Lumajangsatu.com langsung finis dan mampir untuk sarapan siang di Warung Bu Siti. Menikmati racikan teh Gucialit diberi irisan jahe. Selain menghangatkan tubuh dan juga mengembalikan stamina.
Bagi pembaca yang suka bersepeda silakan mencoba. Jangan sendirian, lebih baik berkelompok. Biar seru dan memiliki pengalaman tak terlupakan. Salam Dua Pedal Sehat Berkeringat. Jaga Imunitas diera Pandemi. Tetap Jaga Protokol Kesehatan. (har/red)
Editor : Redaksi