Lumajang - Komisi A DPRD Lumajang membicarakan tentang nasib tenaga honorer di lingkungan Pemkab Lumajang. Pasalnya, akhir tahun 2023 tenaga honorer dikabarkan sudah tidak ada lagi. Hal itu menjadi keresahan bagi tenaga honorer di lingkungan Pemkab Lumajang.
Ahadi Apriyanto, Kabid Pengadaan/Pemberhentian dan Informasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Lumajang menyatakan, selaku pemerintah sudah berupaya dengan semaksimal mungkin untuk mengakomodir aspirasi dari tenaga honorer. Namun, karena memang regulasi, sehingga tidak semua aspirasi bisa terwadahi.
Baca juga: KPU Mulai Distribusikan Logistik Pilkada Lumajang 2024
“Dulu kita mengenal sebutan PNS dan Non PNS, kemudian berubah menjadi ASN dan PPPK,” ujar Ahdi saat talk show di Radio Gloria FM bersama Hj. Nur Hidayati M.Si, anggota anggota Komisi A DPRD Lumajang.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) melalui suratnya tertanggal 25 Juli 2023 sudah menjelaskan status pegawai non ASN. “Dari isi surat itu, tenaga non ASN masih diakomodir,” jelasnya.
Baca juga: Beredar Foto Mesra Mirip Ketua DPRD Lumajang, Masyarakat Peduli Moral dan Pendekar Lapor ke BK Dewan
Namun, tenaga non ASN atau honorer untuk menjadi tenaga PPPK atau ASN memang harus mengikuti sejumlah tes sesuai dengan kebutuhan. Namun, ada prioritas bagi tenaga non ASN yang mendaftar dan tentunya sesuai dengan kebutuhan. “Tenaga non ASN jika ingin jadi ASN dan PPPK memang harus ikut ujian,” terangnya.
Hj. Nur Hidayati menyatakan dari data, hingga Agustus 2023 jumlah ASN di Lumajang sebanyak 5.648, sedangkan PPPK sebanyak 1.113, sedangkan tenaga honorer 6.444. Menurutnya, awal dirinya menjadi DPRD jumlah ASN di Lumajang sekitar 14 ribu. Setiap tahun banyak yang pensiun, saat ini hanya tersisa 5 ribuan saja, karena tidak ada rekrutmen ASN untuk mengurangi beban belanja pegawai.
Baca juga: Euthanasia dan Perawatan Paliatif, Dilema Etik Antara Hak Hidup dan Hak Untuk Mengakhiri Penderitaan
“Soal tenaga honorer bisa diterima menjadi ASN atau PPPK itu tergantung keberuntungan. Namun, Pemerintah daerah wajib mencarikan solusi bagi tenaga honorer yang kurang beruntung,” jelas politisi NasDem itu.
Soal PPPK, prosesnya tersentral oleh pusat, mulai dari jumlah dan formasi, namun yang membayar tetap daerah. Nur Hidayati mengusulkan, agar rekrutmen PPPK bisa dilakukan daerah, karena yang membayar daerah. “Ini aspirasi ya, bisa diusulkan ke pemerintah pusat, agar daerah bisa mensejahterakan tenaga honorer yang sudah mengabdi dan bisa diangkat menjadi PPPK,” pungkasnya.(Yd/red)
Editor : Redaksi