Idul Adha

Bumbu Daging Kurban Laris Manis Saat Hari Raya Idul Adha

Penulis : lumajangsatu.com -
Bumbu Daging Kurban Laris Manis Saat Hari Raya Idul Adha
Bumbu siap saji

Lumajang (Lumajangsatu.com)-Kuah sarat rempah masak dalam sebuah dandang besar itu menebarkan aroma yang memenuhi ruang dapur rumah milik Supri Astuti, 43 tahun, di Dusun Sekarwadung Desa Karangbendo Kecamatan Tekung Kabupaten Lumajang. Tutik, sapaan Supri Astuti, baru menyelesaikan bumbu rendaman bagi daging yang akan dimasak dengan cara satai (sate).

Tercium bau rempah lantaran kuah dipenuhi daun salam, daun jeruk, ketumbar, bunga lawang atau pekak, hingga laos.Wangi kapulaga dan serai juga dominan. Juga ada kesan aroma cengkih di sana.


“Biar bau daging seperti bau prengus itu bisa hilang," kata Tutik, Senin (12/8/2019).

Dapur milik Tutik memproduksi sedikitnya 400 plastik bumbu rendaman daging hari ini. Produksi bumbu sebanyak ini untuk memenuhi permintaan bumbu beberapa hari ke depan.


Pasalnya, kegiatan memasak daging berlangsung seiring pembagian daging kurban yang dilakukan massal pada musim Lebaran Haji di Hari Raya Idul Adha seperti sekarang ini. Industri rumahan milik Tutik pun kecipratan rezeki lantaran permintaan meningkat.

Tutik menceritakan, dapur kecilnya pun menggenjot produksi bumbu mulai dari gule, tongseng, opor, rawon, bestik, sate, soto, hingga rica-rica. Bumbu rendang tentu saja yang paling laris di antara semua jenis bumbu. Ia memproduksi 4.000 bungkus plastik bumbu rendang untuk meladeni permintaan pasar musim Lebaran Haji ini.

Satu bungkus bumbu rendang bikinannya bisa membumbui 1 kilogram daging. Bumbu tongseng juga tidak kalah banyak hingga 1.500 bungkus, menyusul kemudian bumbu untuk masakan sate.

“Kami menjual sebanyak 10.000 bungkus bumbu di Idul Adha tahun ini, lebih banyak dibanding tahun lalu yang 7.000 bungkus,” kata Tutik.

Harganya juga terjangkau. Satu kemasan bumbu Rp 5.000 per bungkus, disebar lima sales ke pasar tradisional. Setelah sampai di pasar orang menjualnya bisa sampai Rp 6.000 per bungkus. Kalau COD atau diantar sampai rumah maka harga bisa Rp 8.000 per bungkus.

Tutik menekuni bisnis bumbu sejak 2004. Bahan baku dan racikan bumbu diyakini yang membuat produksinya semakin laris dan bertahan sampai sekarang.

Misal bumbu rendang, Tutik menggunakan cardamon atau kapulaga india yang berharga mahal. Bumbu juga diyakini awet hingga seminggu. Atau bila disimpan dalam kulkas, daya tahannya mencapai sebulan.

“Bicara omzet untuk masa Idul Adha tahun lalu saja tembus Rp 35 juta,” kata Tutik.

Melawan bumbu instan dengan racikan khas, Semua berawal dari belasan tahun lalu. Banyak orang sulit mendapatkan bumbu masakan pada musim Lebaran Haji ini. Warga tidak puas dengan bumbu instan produksi pabrikan.

Tutik beranikan diri terjun menjual bumbu masakan pada 2004. Pada dasarnya, ibu tiga anak ini menyukai dunia masak memasak.

Ia menggiling sendiri semua bahan baku, memasukkan dalam kemasan plastik, mengikatnya, lantas menitipkan ke beberapa pedagang di pasar. Seketika laris jelang lebaran, Ia bisa menghasilkan Rp 350.000 dalam satu hari.

Tutik terus menekuni bisnis ini sampai sekarang. Pendapatan dapurnya berkali lipat ketika musim hari raya berikutnya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha bisnisnya pun berkembang luas.


“Saya juga tidak hanya menjual bumbu. Saya ini juga jual sayur matang bungkusan. Saya titip ke penjual-penjual di pasar,” katanya


Bumbu rendang paling laris di antara semua jenis bumbu pada musim Lebaran Haji di Hari Raya Idul Adha 1440 H/2019 ini. Dapur milik Supri Astuti ini memproduksi 10.000  bungkus bumbu masakan olahan daging.

Sebanyak 4.000 bungkus di antaranya adalah bumbu rendang. Satu bungkus bumbu rendang bikinannya bisa membumbui 1 kilogram daging.Itulah mengapa bumbu miliknya memiliki ciri khas yang berbeda dengan lainnya.(Ind/red)

Editor : Redaksi

Lumajang Maju dan Makmur

Bak Lautan Manusia di Lapangan Jokarto Lumajang Sholawat Doa Bersama Cak dan Ning

Lumajang - Dalam rangka membangun kedamaian dan persatuan di wilayah Lumajang, relawan paslon 01 (Cak Thoriq – Ning Fika) bersama Gus Hafidzul Ahkam dari Probolinggo dan jamaah Riyadhul Jannah Lumajang mengadakan acara Sholawat & Do’a Bersama. Acara ini berlangsung di Lapangan Desa Jokarto Kecamatan Tempeh Kabupaten Lumajang Kamis, (21/11/2024) malam.

Opini

Euthanasia dan Perawatan Paliatif, Dilema Etik Antara Hak Hidup dan Hak Untuk Mengakhiri Penderitaan

Lumajang - Saat ini dunia ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan sudah sangat maju khusus pada bidang kesehatan. Dengan adanya kemajuan tersebut segala hal akan menjadi lebih mudah untuk dilakukan, seperti dalam hal mendiagnosis penyakit dan menentukan kemungkinan waktu kematian seseorang dengan tingkat akurasi tinggi dan hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan logis. Bahkan para dokter kini pun juga dapat memberikan bantuan dalam mengakhiri kehidupan pasien  dengan kondisi medis yang memiliki tingkat kesembuhan relatif rendah atau dalam kondisi penyakit terminal. Proses ini dikenal dengan istilah Euthanasia (Fahrezi & Michael, 2024).