Ada Konflik Pengelolaan

Beredar Kabar Tumpak Sewu Semeru Ditutup, Ini Kata Kadispar Lumajang

Penulis : lumajangsatu.com -
Beredar Kabar Tumpak Sewu Semeru Ditutup, Ini Kata Kadispar Lumajang
Dok. Air Terjun Tumpak Sewu Semeru

Lumajang - Beredar kabar di media sosial wisata alam Tumpak Sewu Semeru di Kecamatan Pronojiwo Kabupaten Lumajang akan ditutup tanggal 19 Desember 2023. Kabar tersebut langsung ditanggapi oleh Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lumajang Yuli Harismawati.

Menurutnya, kabar tersebut berawal dari konflik pengelolaan antara warga Sidorenggo Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang dan masyarakat Sidomulyo Kecamatan Pronojiwo Kabupaten Lumajang. Konflik tersebut sebenarnya sudah berlangsung lama dan sudah dimintai ke Provinsi Jawa Timur untuk dilakukan mediasi.

Puncaknya, pihak Desa Sidomulyo merasa marah, karena penarikan tiket masuk Tumpak Sewu Semeru dilakukan di dua titik. Yakni pintu masuk Tumpak Sewu dilakukan oleh Pokdarwis dan BUMDes Sidomulyo dan oknum warga dari Desa Sidorenggo di bawah, tepat di aliran menuju air terjun Tumpak Sewu.

Dimana, tiket masuk di Sidomulyo hanya 10 ribu untuk wisatawan lokal dan 20 ribu rupiah untuk wisatawan mancanegara. Sedangkan di bawah, tarikan tiket yang dilakukan oleh oknum warga sebesar 50 ribu rupiah. Padahal, pintu masuk dan turun menuju Tumpak Sewu Semeru berada di kawasan Lumajang. Dan yang membangun akses bisa masuk ke Tumpak Sewu adalah warga dari Sidomulyo.

“Jadi pak Kades Sidomulyo marah, kok enak tidak ikut membangun akses jalan, tiba-tiba ikut narik tiket dibawah.” jelas Yuli kepada Lumajangsatu.com, Rabu (20/12/2023).

Diketahui, tarikan tiket di bawah yang dilakukan oleh warga Kabupaten tetangga tidak dilakukan melalui kelembagaan, dalam artian dilakukan oleh oknum dan tidak jelas hasilnya larinya kemana. Sedangkan di Sidomulyo, pengelolaan tiket dilakukan oleh lembaga Pokdarwis dan juga BUMDes.

Pihak Dinas Pariwisata Lumajang sudah meminta ke Provinsi Jawa Timur untuk memfasilitasi memediasi konflik tersebut. Sebab, Tumpak Sewu Semeru bukan hanya berbicara soal Lumajang atau Malang, tapi sudah menjadi wisata andalan Jawa Timur.

“Nah, saya terus memonitor dan telah meminta bidang yang membidangi untuk memantau di lokasi, agar tidak sampai ditutup, karena akan merugikan banyak pihak. Dan tadi informasinya masih tetap dibuka untuk pengunjung,” terang Yuli.

Yuli Harismawati berharap potensi konflik ini segera ada penyelesaian dengan dimediasi oleh Provinsi Jawa Timur. Jika memang akan dikelola oleh dua Kabupaten yakni Lumajang dan Malang, harus dikelola secara profesional dan dilakukan oleh lembaga bukan oknum-oknum warga.

“Tumpak Sewu Sewu Semeru sudah menjadi wisata yang mendunia, jangan sampai gara-gara konflik tersebut namanya akan tercoreng,” pungkasnya.(Yd/red)

Editor : Redaksi

Spesialis Melukai Korban

Pelajar Disabet Saat Berteduh, Jejak Begal Sadis Lumajang Terungkap

Lumajang – Fakta mengejutkan terungkap dari pengungkapan kasus kriminal di Kabupaten Lumajang. Dua tersangka berinisial AS (30) Desa Wonoayu Kecamatan Ranuyoso dan MH (37) Desa Ranuyoso Kecamatan Ranuyoso diketahui merupakan begal sadis yang kerap melukai korbannya. Aksi kejahatan keduanya diduga kuat telah berlangsung sejak 10 Mei 2025 sesuai cctv yang beredar dan terjadi di sedikitnya delapan tempat kejadian perkara (TKP) di wilayah Lumajang dan sekitarnya.

Begal Sadis

Teror Delapan TKP Berakhir, Pelaku Curanmor Lumajang Tewas Saat Diamankan

Lumajang * – Kepolisian Resor Lumajang berhasil mengungkap rangkaian tindak pidana pencurian dengan pemberatan, penganiayaan berat, serta perlawanan terhadap petugas, yang dilakukan dua tersangka berinisial AS (30) Desa Wonoayu Kecamatan Ranuyoso dan MH (37) Desa Ranuyoso Kecamatan Ranuyoso. Keduanya diketahui terlibat dalam sedikitnya delapan tempat kejadian perkara (TKP) di wilayah Kabupaten Lumajang dan sekitarnya.

Bantuan dari Presiden RI

Pemerintah Lumajang Hadirkan Pembangunan Berorientasi Manusia Melalui Becak Listrik

Lumajang  – Arak-arakan becak listrik yang melintas di pusat Kota Lumajang menjadi penanda arah pembangunan daerah yang menempatkan manusia sebagai pusat kebijakan. Program ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak semata diukur dari proyek infrastruktur berskala besar, melainkan dari kebijakan yang benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat kecil, khususnya tukang becak lansia yang selama ini menjadi bagian penting mobilitas kota.