Content: / /

Uji Nyali, Naik Ojek Saat Bulan Puasa ke B29

Wisata

27 Mei 2019
Uji Nyali, Naik Ojek Saat Bulan Puasa ke B29

Indana Zulfa Jurnalis Perempuan Berwisata Ke B29 Menunggangi Motor Traill.

Senduro (Lumjangsatu.com)-Di saat yang lain sedang ribet mempersiapkan kegiatan ibadah puasa, kami malah melakukan sebaliknya. Traveling bersama teman sekampus saya Pascasarjana Unej, sebelum menghentikan aktivitas jalan-jalan kemana suka selama sehari lamanya. Jika tahun lalu saya berkesempatan mengambil liburan ke Bali, tahun ini cukup yang dekat saja dari Jember ke Puncak B-29 dan B-30, Senduro, Lumajang, Jawa Timur.

Berkendara selama hampir 3 jam perjalanan naik mobil dari Jember (normalnya 2 jam), kami memasuki area Senduro, Lumajang. Sempat berbalik arah karena salah jalan, selain bolak-balik berhenti di pom bensin dan ngopi, kami tiba di depan pintu gerbang tempat wisata yang dikenal dengan nama Negeri di Atas Awan ini tepat pukul 5.30 pagi. Niat menyaksikan sunrise pupuslah sudah.

Dari pintu gerbang menuju tanjakan Puncak B-29, mobil kami parkir dan segera beralih menggunakan ojek motor. Saking girangnya karena benar-benar sudah tiba di sana, saya tak lagi berpikir panjang dan langsung menumpang motor ojek yang banyak ditawarkan seharga IDR 100 ribu pulang-pergi. Deal. Motor yang saya tumpangi meraung memecah kesunyian desa di pagi hari.

Udara menusuk kulit. Saking senangnya saat motor berangkat, saya lupa memakai masker dan lupa membawa sarung tangan. Alhasil saat motor baru berjalan beberapa detik, saya sudah menggigil kedinginan. Padahal tubuh sudah dibalut baju kaos, jaket tebal, sweater, dan kaki berkaos, masih kurang. Gigi dan pundak saya terus bergetar karena kedinginan.

Sebenarnya jarak dari depan pintu gerbang menuju puncak B29 dan B30 hanya memakan waktu kurang lebih 45 menit berkendara. Namun karena medannya begitu berat (baca : curam dan berbahaya), saya merasa waktu berlalu begitu lama. Seperti diajak menunggang kuda ratusan tahun lamanya (hihi alay, wkwkk).

Tapi ini benar! Sepanjang perjalanan kami menempuh jalanan yang menanjak dan menukik tajam. Lagi, tak sepenuhnya jalanan berbalut aspal atau ber-paving, lebih banyak jalur bertanah liat yang licin dan medan lain yang bebatuan. Berulang kali saya harus ikut melompat dan menahan badan agar tak terlempar dari motor. Tangan saya mencengkeram kuat jaket sang ojek motor.

Mau tau rasanya? Campur aduk antara ngeri, takut jatuh, sekaligus konyol. Secara sebagai pengendara motor yang selalu patuh dengan aturan di jalan raya, kok mau-maunya saya ngikut naik motor tanpa menggunakan helm dan perlengkapan standart keselamatan di jalur berbahaya seperti itu. Tapi, demi

Pantas saja sebelum berangkat, tukang ojek saya, belakangan saya tahu Pak Mulyadi namanya, bibirnya komat-kamit sebelum menyalakan mesin motor. Asumsi saya, ia berdoa. Melihatnya melafalkan doa, saya pun melakukan hal yang sama. Dan ternyata memang tak berhenti sampai di sana. Saat berada di alam terbuka, doa saya tak putus-putusnya memohon agar bisa tiba di puncak dengan selamat. Medannya, astaga! Kapok wis. Gak mau lagi. Takut.

Kurang lebih pukul 05.55, motor yang saya tumpangi tiba di puncak bukit B29. Empat motor teman saya yang lain masih jauh tertinggal di belakang. Belakangan baru saya dengar bahwa masing-masing motor mereka mengalami hambatan. Ada yang rantainya lepas, standard motor copot dan harus diikat, roda kempes, bahkan ada yang hingga harus bertukar motor dengan motor ojek yang lain saat berpapasan di jalan. Puji syukur, motor yang saya tumpangi terus melenggang tanpa hambatan.

Luar biasa keindahan alam dari puncak B29. Karena tak ada awan, pemandangan di bawah kami jadi sedemikian jelas. Gambaran seperti banyak foto bertebaran di google image sama sekali tak kami dapatkan. Angin yang berhembus membuat hawa dingin yang menusuk tulang benar-benar tak tertahan. Sempat berhenti beberapa saat mengambil gambar, kami harus terus melanjutkan perjalanan untuk naik ke puncak B30 (tugu yang dipasang bunyinya P-30). Butuh waktu kurang lebih 5 menitan untuk sampai ke puncak tertinggi di situ. Dan voila! Maha besar keagungan Tuhan!

Dari puncak B30 kami bisa melihat gunung Semeru, Bromo, dan hamparan pasir yang luas. Sejauh mata memandang yang ada adalah keindahan. Sekali lagi, Maha besar keagungan Tuhan.
Namun sayang, keindahan tempat diwarnai beberapa bungkus makanan yang berserakan. Tugu berwarna kuning bertuliskan P30 (atau harusnya B ya?) juga mulai banyak yang dicoret-coret menggunakan spidol permanen. Sayang. Kesadaran pengunjung masih benar-benar kurang.

Sejenak berada di ketinggian puncak tertinggi, lebih dari 2900mdpl, kami segera turun. Kembali ke pos B29 yang di sepanjang alurnya berjejer beberapa warung makanan. Tiba-tiba saja perut kami terasa lapar. Saya sempat menghabiskan semangkuk mie goreng dan secangkir susu coklat hangat seharga @IDR 5K di situ. Tak terlalu mahal untuk ukuran tempat wisata di puncak seperti itu. baru beberapa detik disajikan, mie dan coklat panas saya sudah menjadi dingin. Surga rasanya.

Facebook

Twitter

Redaksi