Lumajang(lumajangsatu.com)- Musim kemarau panjang yang menimpa Kabupaten Lumajang membawa berkah tersendiri bagi para pengrajin batu bata dan genteng di Desa Tanggung Kecamatan Padang Lumajang, Jumat (31/10/2014). Prayit (63) salah satu pengrajin mengatakan, pada musim kemarau ini pihaknya dapat memproduksi dua kali lipat dibanding hari-hari biasanya, sebab intensitas matahari lebih lama dibanding musim hujan. "Justru pada musim kemarau ini kami dapat memproduksi dua kali lipat dari biasanya mas," Ungkapnya saat dikonfirmasi lumajangsatu.com. Lebih lanjut ia menjelaskan, per hari ia dapat memproduksi 1000 hingga 1200 perbiji, sementara pada musim kemarau ia hanya bisa memproduksi sebanyak 600 hingga 700 Biji genteng. Penjualanya pun juga meningkat drastis, ketika musim kemarau tiba. Jika pada musim hujan ia dapat menjual 6000 biji, Namun pada musim kemarau dapat menjual hingga 15000 biji per minggu. "Kalau musim kemarau itu musimnya genteng sama batu bata," Imbuhnya. (Mad/red)
Ekonomi
Petani Tebu PG Jatiroto Desak Bupati Lumajang Terbitkan SK Forum Temu Kemitraan
Lumajang(lumajangsatu.com)- Disamping menuntut penyetabilan harga gula, para petani tebu Lumajang juga meminta kepada Bupati agar mengeluarkan surat keputusan (SK) Forum Temu Kemitraan (FTK) petani tebu sebelum buka giling di pabrik gula. Dimana, funsi FTK adalah membentuk team tender gula milik petani. Tidak hanya itu, FTK juga berfungsi membentuk team KKPPG (Kelompok Kerja Pengamat Produksi Gula). Dimana, fungsi dan kerja KKPPG adalah menganalisa rendemen gula, tebu contoh, dan gula yang keluar dari corong. "Sebelum giling FTK juga mengundang dari unsur pemerintah sebagai unsur pembina dan juga pihak perbankan juga ikut di undang," ujar Budhi Susilo salah satu petani tebu Lumajang, Jum'at (24/10/2014). Selama ini, di PG Jatiroto menggunakan sistem Jatiroto Metode dan bukan Jombang Metode. Dimana, dengan sistem tersebut nilai minusnya adalah penilaian rendemen tebu milik petani sangat di mungkinkan tidak sesuai dengan kwalitasnya. "Seharusnya Analisa Rendeman Tebu (ARI) harus menggunakan Cord sampler, sejenis alat seperti bor yg dimasukkam kedalam tebu untuk mengambil Nira sehingga disitu nanti akan diketahui kadar nira dan Brix per truck," jelasnya. Dengan aturan yang diterapkan selama ini, para petani sangat dirugikan. Sebab, tidak ada trasparansi siapa yang menjadi tim lelang serta rendeman milik petani juga tidak bisa diketahui apakah sesuai atau tidak dengan kualitas tebunya.(Yd/red)
Protes, Puluhan Ton Gula Petani Tebu Ditumpahkan di Depan DPRD Lumajang
Lumajang(lumajangsatu.com)- Ratusan petani tebu Lumajang mendatangai gedung DPRD Kabupaten Lumajang. kedatangan para petani tersebut untuk meminta agar pemerintah memberikan perhatian kepada nasib petani yang kian terpuruk karena deleveri order (DO) gula hingga kini tidak kunjung cair. Dalam aksinya itu, para petani menumpahkan gula sebagai bentuk protes karena gula milik petani PG jatiroto ditawar sangat murah. Jika dijual dengan harga tersebut, maka para petani dipastikan akan merugi besar. Saat ini, para petani sudah banyak menjual asetnya untuk kepentingan biaya produksi tebu. Para petani juga menuntut agar gula Ravinasi yang membuat harga gula menjadi tidak karuan segera dihentikan. "Kita minta pengembalian SK Menperindag nomor 527 tahun 2004, stabilkan dan kendalikan harga gula serta stop impor gula ravinasi," ujar Budhi Susilo salah seorang petani tebu Lumajang yang ikut dalam aksi tersebut. Tak hanya itu, para petani juga meminta agar pemerintah memberikan proteski terkait dengan rendemen. Sehingga, petani tebu tidak akan dirugikan dua kali dengan harga gula yang semkain murah. Kedatangan para petani tebu tersebut lanngsung ditemui oleh Wakil Ketua DPRD serta anggota Komisi B dan C DPRD Lumajang. Suigsan Ketua Komisi C mengaku bahwa pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat untuk membawa aspirasi para petani tebu Lumajang. "Kita akan koordinasikan dengan DPRD jatim, Gubernur Jatim dan Dirjen terkait namun kita masih tunggu penetapan menteri karena saat ini masih dalam masa transisi," terangnya.(Yd/red)
Petani Tebu Akan Buang Gula di Depan Gedung DPRD dan Pemkab Lumajang
Lumajang(lumajangsatu.com)- Para petani tebu di Lumajang dibawah PG Jatiroto akan membuang gula di depan gedung DPRD dan Pemkab Lumajang. Hal itu sebagai bentuk protes petani, karena harga gula petani Lumajang anjlok bahkan tidak ada yang menawar sama sekali. "Besok (Kamis) kita akan aksi membuang gula di depan Pemkab dan gedung DPRD Lumajang," ujar Budi Susilo kepada lumajangsatu.com, Selasa (22/10/2014). Demo yang dilakukan para petani sebagai bentuk protes dan meminta pemerintah ikut memperhatikan nasib petani tebu yang semakin menderita. Sebab, deleveri order (DO) para petani tidak kunjung keluar sehingga petani kehabisan dana untuk biaya produksi. "Kita ingin pemerintah perhatikan nasib para petani, dan harga gula harus sesuai dengan HPP yang telah ditetapkan oleh pemerintah," jelasnya. Para petani tebu juga menuntut agar pemerintah segera menyetop gula impor yang tidak terkendali masuk ke Indonesia. Akibatnya, harga gula milik petani menjadi tidak terkendali dan merosot tajam. "Kita juga minta pemerintah menyetop impor gula karena itu biang dari rusaknya harga gula, terakhir kami juga mendengar ada gula Vietnam yang sudah masuk ke Jawa Timur," paparnya. Para petani tebu PG Jatiroto juga telah sepakat tidak akan menjual gulanya jika penawarannya dibawah Rp. 8.250. Meskipun disejunlah pabrik gula ada yang melepas gulanya dengan harga Rp.8.030. "Petani tebu PG Jatiroto sepakat tidak akan jual gula kami kalau ditawar dibawah Rp. 8.250," pungkasnya.(Yd/red)
Kecewa Harga Anjlok, Petani Tebu Lumajang Akan Buang Gula ke Jalan
Lumajang(lumajangsatu.com)- Para petani tebu di Lumajang nampaknya semakin kehabisan akal untuk menyelesaikan masalah deleveri order (DO) gula yang hingga kini belum cair. Para petani dibawah naungan PG Jatiroto berencana menggelar aksi, agar persoalan para petani lekas mendapatkan solusi. "Hari Kamis rencananya sekitar 300 petani tebu akan aksi dengan membuang gula ke jalan mulai dari DPRD hingga Pemkab Lumajang, sebagai bentuk protes karena anjloknya harga gula dan tidak ada solusi dari pemerintah," ujar Budi Susilo, salah seorang petani tebu Lumajang, Senin (20/10/2014). Menurutnya, hingga kini DO gula belum cair karena gula petani tebu PG Jatiroto ditawar dibawah dana talangan Rp 8.250. Disamping itu, PT PN XI juga tidak memberikan dana talangan karena anjloknya harga gula. "Kemaren gula PG Jatiroto ditawar dibawah dana talangan," terangnya. Jika harga gula tetap tidak bisa naik dari harga dana talangan Rp 8.250 maka sudah bisa dipastikan para petani akan merugi besar. Dampaknya, para petani tebu akan kapok dan tidak akan menanam tebu legi. "Kalau dibawah RP 8.250 petani tebu pasti rugi besar," jelasnya. Para petani tebu Lumajang berharap kepada Presiden Joko Widodo yang sudah dilantik agar segera mengambil kebijakan untuk menyelamatkan para petani tebu. Impor gula yang dianggap sebagai biang keladi persoalan petani tebu diminta untuk segera di stop. "Impor gula yang membuat harga gula petani anjlok kami minta segera di stop oleh pemerintahan pak Jokowi," pungkasnya.(Yd/red)
Frustasi, Petani Tebu Lumajang Boikot Jual Gula di PG Jatiroto
Lumajang(lumajangsatu.com)- Polemik para petani tebu Lumajang nampaknya belum menemukan kata sepakat untuk mencari solusi guna menjual gula milik petani. Forum Temu Kemitraan Petani Rakyat (FKTPR) antara para petani tebu dan pihak PG Jatiroto yang juga dihadiri oleh Pemerintah seperti Dinas Perkebunan, Disperindag juga tidak menemukan solusi.
DO Tak Kunjung Cair, Komisi C DPRD Lumajang Anggap PTPN XI Lepas Tanggung Jawab
Lumajang(lumajangsatu.com)- Belum cairnya Deliveri Order (DO) milik petani tebu yang sudah 3 bulan terakhi oleh PG Jatirot membuat anggota DPRD Lumajang gerah. Pasalnya selain mendapat keluhan dari para petani, sejumlah anggota dewan juga memiliki usaha pertanian tebu, jadi yang dirasakan petani juga dirasakan oleh anggota dewan. Atas dasar itu, DPRD Lumajang akhirnya memanggil sejumlah pihak yang terkait dengan permasalahan itu, untuk melakukan hearing agar permasalahan yang menimpa petani tebu dapat segera diselesaikan. Komisi B dab C DPRD Lumajang memanggil PTPN XI yang membawahi PG Jatirot, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), dan Pemkab Lumajang. Pemkab Lumajang diwakili oleh Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Kabag Ekonomi, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, dan Kantor Perkebunan. Widodo Karjianto, ADM PG Jatiroto menyampaikan penyebab DO tebu petani hingga kini belum terbayarkan. Sejumlah anggota dewan menuding PTPN XI lepas tanggungjawab, karena apa yang disampaikan tersebut menggambarkan ketidak mampuan PTPN membela kepentingan petani. Dalam penyampaiannya Widodo Karjianto mengatakan awalnya sesuai dengan surat dari Kemeterian Perdagangan no. 25 tahun 2014 yang dikeluarkan pada bulan Mei disebutkan harga yang diberikan kepada petani tebu sebesar Rp. 8.250 per kilogram. “Dalam surat tersebut menyebutkan adanya penetapan harga gula untuk petani,” katanya. Dalam perjalanannya kemudian muncul kembali surat keputusan Kemendag pada bulan Agustus dengan nomor 45 tahun 2014 yang isinya merubah peraturan sebelumnya yaitu penetapkan harga gula untuk petani sebesar Rp. 8.500 per kilogram. “Sejak awal giling kita harus memberikan dana talangan kepada petani,” imbuh Widodo Karjianto. Namun sayangnya dalam proses lelang harga yang diperkirakan oleh Kementrerian Perdagangan tersebut tidak tercapai, bahkan harga gula turun hingga mencapai Rp. 8.100 per kilogramnya. Sesuai dengan kontrak yang sudah ditandatangani pihak PG Jatiroto dengan petani mestinya pabrik ataupun PTPN XI harus tetap membayar berdasarkan kontrak tersebut, namun PTPN XI memberitahukan jika harga lelang tidak sesuai dengan harapan sehingga pabrik tidak bisa membayar seseuai dengan kontrak. Ketika hal ini disampaikan kepada petani, otomatis langsung ditolak oleh para petani yang mengakibatkan hingga kini petani belum mendapatkan pencairan sepeserpun dari pabrik. Kondisi ini membuat sejumlah anggota DPRD Lumajang yang mengikuti hearing langsung angkat bicara dan menuding pihak PTPN XI lepas tangan. “Mestinya sejak awal pihak PTPN XI harus berusaha sekuat tenaga agar harga lelang gula itu sesuai dengan SK Mentri Perdagangan, sehingga tidak merugikan rakyat atau petani,” kata Suigsan, Ketua Komisi C DPRD Lumajang. Selain Suigsan, masih ada sejumlah anggota DPRD lain yang menuding PTPN XI tidak memihak kepada petani bahkan cenderung lepas tanggungg jawab, karena ketika didesak mereka beralasan jika sejak akhir tahun 2011 PTPN XI tidal lagi menjadi importir gula sehingga tidak berhak atas dana talangan bagi petani. “Kenapa kok tidak ngomong sejak awal, ketika permasalahan ini mencuat PTPN XI baru ngomong kalau sudah tidak menjadi Importir Terdaftar (IT),” ungkap Solikin, Ketua Komisi B DPRD Lumajang. Karena tidak mencapai titik temu, akhirnya hearing yang dipimpin langsung Ketua DPRD Lumajang, Agus Wicaksono tersebut akan meneruskan kasus ini ke DPRD Propinsi, karena bukan hanya Lumajang saja yang menerima dampaknya, ratusan petani dari daerah lain yang menyetorkan tebunya ke PG Jatiroto juga mengalami nasib yang sama.(Yd/red)
Kambing Qurban Terberat Sedunia Berasal Dari Lumajang
Lumajang(lumajangsatu.com)- Lumajang terkenal sebagai salah satu daerah penyuplai kebutuhan daging dengan kualitas ternak yang sangat bagus. Hal itu terbukti dengan kambing terberat saat hari Raya Idul Qurban berasal dari Lumajang.Seperti dirilis beritasatu.com, Salah satu kambing yang menjadi kurban di Hari Raya Idul Adha untuk program Tebar Hewan Kurban (THK) Dompet Dhuafa memiliki berat 135 kilogram. Hewan ini berhasil memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai kurban kambing terberat sedunia.Rekor MURI tersebut diserahkan oleh Jaya Suprana selaku ketua MURI kepada Dompet Dhuafa yang diwakili Presiden Direktur Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini, di Carrefour Lebak Bulus, Jakarta, Minggu (5/10)."Rekor MURI ini sebagai bentuk pemaknaan semangat berkurban dari THK Dompet Dhuafa. Semoga ini bisa menginspirasi setiap orang untuk terus berbagi dan berkurban kepada masyarakat yang kekurangan dengan kurban yang terbaik," kata Ahmad Juwaini.Kambing berusia tiga tahun ini didapatkan Tim Dompet Dhuafa dari peternak hewan di Lumajang, Jawa Timur. Daging kurban ini rencananya akan didistribusikan di komunitas Kusta Sitanala yang berlokasi di Tangerang, Banten, pada Senin (6/10) besok.Ahmad Juwaini menambahkan, kambing jenis Etawa Semburu ini dibeli dari peternak di Lumajang seharga Rp 19 juta. Dengan berat 135 kilogram dan memiliki lingkar perut 115 centimeter, daging kambing tersebut diperkirakan dapat tersalurkan kepada 300 orang."Rekor MURI ini sebetulnya bukan hanya soal terberatnya, tetapi juga makna pengorbanannya. Makna ini layak diteladani, terutama oleh teman-teman kita yang tidak rela berkorban, bahkan saling berebut kekuasaan. Seyogyanya peristiwa Idul Adha ini menjadi teladan untuk berkurban terhadap sesama," ujar Jaya Suprana.(Red)
Petani Tebu Menjerit DO Tak Cair, DPRD Akan Panggil APTRI dan PG Jatiroto
Lumajang(lumajangsatu.com)- Gara-gara Deliveri Order (DO) atau cek pencairan hasil penjualan tebu para petani tak kunjung keluar, para petani tebu di Lumajang menjadi kelabakan. Pasalnya, para patani mulai kehabisan modal untuk biaya produksi, sedangkan lelang gula di PG Jatiroto tak kunjung jelas kabaranya. Persoalan yang dihadapi para petani tebu di Lumajang mulai mendapatkan perhatian dari anggota DPRD Kabupaten Lumajang. Komisi C DPRD berencana akan memanggil APTRI sebagai kepanjangan tangan petani serta jajaran direksi PG Jatiroto. H. Suigsan, Ketua Komisi C DPRD menyatakan, pihaknya akan memanggil para pihak terkait, guna mencari solusi atas persoalan petani tebu tersebut. Rencananya, pemanggilan untuk dilakukan rapat dengar pendapat kepada APTRI dan PG Jatiroto akan dilakukan pada hari Senin (06/10). "Kita sudah agendakan pemanggilan APTRI Lumajang dan PG Jatiroto untuk melakukan rapat dengar pendapat atas persoalan para petani tebu hari Senin," ujar H. Suigsan kepada lumajangsatu.com, Sabtu (04/10/2014). Lebih lanjut Suigsan menjelaskan, rapat dengan para pihak diharapkan bisa menemukan solusi atas keluhan para patani tebu yang hingga kini belum mendapatkan pencairan DO. Komisi C DPRD akan menanyakan APTRI seputar langkah-langkah dalam meperjuangkan kepentingan para petani. Sedangkan untuk PG Jatiroto juga akan ditanyakan terkait langkah kedepannya, agar segera bisa mencairkan DO sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. "Stelah bertemu dengan PG jatiroto dan APTRI barulah DPRD akan menentukan langkah apakah akan melakukan koordinasi dengan direksi PTPN XI atau akan melangkah kepada Dirjen terkait," pungkas Politis Golkar itu.(Yd/red)
Petani Tebu Lumajang Desak APTRI Tuntaskan Pesoalan Lelang Gula dan Pencairan DO
Lumajang(lumajangsatu.com)- Akhir tahun 2014 menjadi tahun yang sangat memprihatinkan bagi para petani tebu di Lumajang bahkan mungkin diseluruh Jawa Timur. Paslanya, hampair 3 bulan terakhir Deliveri Order (DO) atau cek pencairan uang penjualan tebu dari PG jatiroto tidak kunjung cair. Akibat dari tidak cairnya DO, para petani tebu kesulitan uang untuk biaya produksi panen tebu, seprti biaya tebang, biaya angkut dan biaya produksi yang lainnya. H. Bukasan, salah satu petani tebu di Lumajang berharap persoalan ini bisa segera diselesaikan oleh pihak PG Jatiroto dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) sebagai wakil petani tebu. "Kita berharap APTRI mengambil langkah untuk menyelesaikan persoalan lelang yang tidak kunjung selesai yang memebuat para petani tebu meradang," ujar Petani Tebu asal Kecamatan Padang itu, Sabtu (04/10/2014). Lebih lanjut ia menjelaksan. persoalan rendemen tebu yang mejadi kebijakan dari pihak PG Jatiroto, para petani sudah menutup mata. Meski sudah menutup mata, namun masih ada saja persoalan yang tentunya merugikan petani, karena DO para petani tidak kunjung cair. Bukasan mengaku, setiap minggu selaku petani tebu yang saat ini sedang melakukan panen tebu harus mengeluarkan dana sekitar 15-16 juta rupiah. Bisa dibayangkan, jika selama tiga bulan DO para petani tidak kunjung cair, para petani harus mencari uang pinjaman dimana untuk menutupi biaya produksi selama DO belum keluar. "Seukuran petani seperti saya saja ya, saya setiap minggunya mengeluarkan 15-16 juta rupiah untuk biaya produksi," terang Politisi PDI Perjuangan ini. Bukansan mendesak kepada APTRI untuk mengambil langkah jelas, agar hak dari petani tesebut segera bisa diterima oleh para petani tebu. "Kita bukan tidak mampu mencari uang untuk menutup biaya produksi, namun ini adalah hak petani dan harus segera dicairkan," pungkasnya.(Yd/red)