Lumajang – Suasana Sabtu (18/10/2025) siang di depan Pendopo Aryawiraraja berubah haru dan menegangkan. Ribuan santri bersarung dan berpeci putih berbaris rapi, membawa spanduk bertuliskan “Kami Santri, Kami Tersakiti”. Di tengah kerumunan, tampak sebuah keranda bertuliskan “Matinya Nilai Pesantren” diusung tinggi-tinggi simbol duka atas tayangan Xpose Uncensored di Trans7 yang dianggap menghina dan merendahkan martabat pesantren.
Tangis beberapa santri pecah ketika orator dari atas mobil komando mengumandangkan takbir dan membacakan potongan isi tayangan yang mereka nilai melecehkan kiai.
Baca juga: STKIP PGRI Lumajang Gelar Rangkaian Lomba dan Pameran Karya Mahasiswa dalam Dies Natalis ke-40
“Inilah bentuk kematian moral media!” teriak salah satu santri dengan suara bergetar.
Aksi damai ini dimulai dari halaman Kantor PCNU Lumajang, lalu long march menuju pendopo dengan iringan lantunan shalawat dan tabuhan rebana. Namun di balik ketenangan langkah mereka, tersimpan bara amarah yang tertahan.
Ketua PCNU Lumajang, Gus Mohammad Darwis, dalam orasinya tak kuasa menahan nada emosional saat menyinggung isi tayangan.
“Mereka bilang khidmat santri itu eksploitasi. Apakah mereka tahu makna cinta kepada guru? Ini bukan eksploitasi, ini adalah kehormatan!” serunya lantang, disambut gemuruh takbir ribuan santri.
Menurutnya, tayangan Xpose Uncensored edisi 13 Oktober 2025 telah melakukan fitnah dan pembunuhan karakter terhadap dunia pesantren.
Baca juga: Hujan Deras dan Angin Kencang Mengamuk di Rowokangkung, 17 Rumah Rusak dan Listrik Padam
“Kami bukan objek hiburan! Kami adalah penjaga moral bangsa. Tayangan itu bukan edukasi, tapi penghinaan yang menodai tradisi luhur,” lanjutnya penuh amarah.
Dari barisan depan, tampak Bupati Lumajang, Indah Amperawati, bersama Wakil Bupati Yudha Adji Kusuma dan Kapolres Lumajang AKBP Alex Sandy Siregar mendekati massa. Bupati Indah berdiri di tengah kerumunan santri, suaranya bergetar saat bicara di atas podium darurat.
“Saya berdiri bersama kalian! Tidak boleh ada yang melecehkan kiai dan pesantren. Itu kehormatan kita semua!” serunya, membuat massa bersorak dan meneteskan air mata haru.
Aliansi Santri Lumajang menegaskan, Trans7 wajib menyampaikan permintaan maaf terbuka di semua media nasional dan menayangkannya berulang selama sebulan penuh. Mereka menilai hanya itulah bentuk tanggung jawab moral yang pantas.
Baca juga: Lumajang Sabet Empat Penghargaan Penyakit Hewan Menular Strategis, Bukti Ketangguhan Peternakan
Menjelang sore, aksi perlahan bubar dengan tertib. Spanduk dan keranda simbolik dibakar sebagai tanda duka sekaligus tekad perlawanan moral.
Satu pesan meninggalkan jejak mendalam di Pendopo Lumajang hari itu:
“Kami santri bukan tontonan. Kami penjaga marwah pesantren, dan kami tidak akan diam ketika kehormatan itu dinistakan.” (Ind/red).
Editor : Redaksi