Pasir Lumajang Belum Sejahterakan dan Memakmurkan Rakyat

lumajangsatu.com

Baca juga: MPM Desak BK DPRD Segera Clearkan Beredarnya Foto Mesra Mirip Ketua Dewan Lumajang

Lumajang kaya akan pasir yang melimpah tiada terkira. Bahkan pasir dari Gunung Semeru sangat diminati oleh para pelaku usaha dibidang kontraktor bangunan, baik perumahan, gedung, pabrik dan campuran untuk semen. Namun, pasir yang merupakan kekayaan tambang belum bisa dirasakan oleh masyarakat Lumajang baik untuk pendidikan, kesehatan serta pembangunan.

Sungguh ironis, Lumajang seakan hanya menjadi penonton yang paling anteng "duduk manis", melihat pasirnya diangkut jutaan ton keluar kota. Namun, berapa pendapatan asli daerah dari pasir, masyarakat hanya bisa menyaksikan hilir mudik truk mengangkut pasir, tanpa harus tahu kemana lari hasil pasir.

Banyak pertanyaan dilubuk hati terdalam dari sekelompok masyarakat, kemana hasil pasir Lumajang ?. Bahkan, ada bupati siap menjadikan Lumajang makmur dari hasil pasir dengan memasang pendapatan retribusi dari pasir di jalan-jalan. Namun, saat ini sudah hilang dan lenyap ditelan bumi, atau memang sengaja tidak dipublikasikan.

Padahal, awalnya menjadi bupati, akan memberikan transparansi hasil pasir dengan diumumkan di ruang publik. Saat itu, hasil pasir bisa dikatakan sangat "wow", dalam sebulan bisa mencapai ratusan juta rupiah. Bahkan, para pemain pasir-pun disikat hingga habis, hingga para pemain yang berkongkalikong dengan penguasa sebelumnya masuk ke persidangan dan divonis berat oleh sang pengadil. luar biasa dan membuat decak kagum pendukung dan sebagian masyarakat.

Ini bisa dibilang sebuah kemenangan bagi pecundang pasir, tetapi kali ini hasil pasir itu lenyap tak berbekas, berapa hasilnya perbulan. Bahkan, DPKD selaku pemungut dan pengelola hasil dari pasir pernah menyampaikan di media, pendapatan hasil pasir menurun lantara tidak lagi hujan dan gunung Semeru tidak lagi meletus mengeluar laharnya.

Alasan ini memang menjadi pembenaran, tetapi aliran truk yang mengangkut pasir keluar Lumajang, masih tetap stabil. Bahkan, dari sumber pemain pasir,  truk yang keluar ke Lumajang malah tambah banyak. Bahkan, penjual truk pengangkut pasir kewalahan melayani kebutuhan truk baru untuk mengangkut muntahan gunung Semeru. Trus kemana hasil pasir Lumajang, pertanyaan ini belum pernah dijawab oleh pemangku kekuasaaan di kaki Gunung Semeru ?

Pasir di Lumajang bukan hanya dari muntaan Gunung Semeru, tetapi ada besi hitam (besi) yang nilainya luar biasa. Bahkan pasir hitam, menjadi primadona investor tambang untuk bermaian di Lumajang. Bahkan, tambang pasir hitam ini, sempat ada penolakan yang cukup keras dari masyarakat lokasi tambang. Perlawanan yang cuku keras di Wilayah WOtgalih, yang sekarang sedang mereda, entah kapan akan meledak lagi, semoga tidak ada lagi aksi yang sama di Wotgalih.

Sedangkan tambang pasir hitam yang kini berjalan di wilayah Pasirian, yang awalnya ditolak warga, kini sudah diterima. Alih-alih diberik CSR, masyarakat sekitar lokasi tambang menerima. Sehingga investor itu, dengan mudah menambang dengan tenang tanpa penolakan, karena warga mau menerima CSR dalam bentuk uang dan listrik serta pembangunan lainya (masih dijanjikan).

Namun, penambangan pasir hitam juga sama dengan pasir dari muntahan lahar semeru, hasilnya belum jelas dan belum diketahui berapa besarnya. Bukannya menikmati dari pendapatan dari besi hitam, penambangan di pesisir pantai selatan makin membabi buta. Kerusakan lingkungan diberitakan media oline sudah terlihat dengan tampak dari atas menggunakan mesin pencari yang dinamai mbah google.

Lumajang yang berharap bisa makmur dari pasir, ternyata pendapatan asli daerah di tahun 2012 dari berbagai sumber hanya sekitar Rp. 90 Milyar. Pasi bukan jadi sumber pendapatan terbesar, tetapi malah dari Orang sakit, yang dihasilkan oleh Rumah Sakit Pemerintah (RSUD Dr. Haryoto). Memalukan, kaya akan tambang, tetapi pendapatan asli daerah disumbang orang sakit.

Pemeritah Lumajang dan pemangku kekuasaan harus segera bergerak cepat untuk menyelesaikan soal pasir belum memakmurkan masyarakatnya. Mengenai masih banyaknya penambang illegal harus ditertibkan dengan berkerjasama semua pihak, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif serta aparat keamanan. Kemudian, harus dibentuk dinas yang menangani pertambangan, agar wilayah pertambangan sesuai dengan RT/RW Lumajang. Kemudian, transparansi akan hasil tambang pasir perlu kembali dipublikasikan, agar masyarakat ikut terlibat dalam pengawasan.

Didalam undang-undang dasar (UUD) 1945, KESEJAHTERAAN SOSIAL Pasal 33, ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara dan Ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Melihat kondisi pasir semeru dan hitam, Lumajang seperti pepatah "Ayam Mati di Lumbung Padi". Semoga Pasir Lumajang sesuai dengan amanat Undang-Undang, bukan hanya untuk kepentingan kaum kapitalias dan birokrat korup. Pasir Lumajang harus untuk kemakmuran rakyat.(yan/red)

Editor : Redaksi

Politik dan Pemerintahan
Berita Populer
Berita Terbaru