Kasus Korupsi

Penetapan Tersangka Korupsi Pisang Mas Kirana Lumajang Terancam Molor

Penulis : lumajangsatu.com -
Penetapan Tersangka Korupsi Pisang Mas Kirana Lumajang Terancam Molor
Dok. Rilis Kejaksaan Negeri Lumajang

Lumajang - Terkait dugaan penyelewengan pengadaan bibit pisang Mas Kirana 2020 bersumber dana dari APBN senilai Rp1.485.484.000 pada Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang, Kejaksaan Negeri Lumajang segera akan tetapkan tersangka  sekitar dua mingguan. Namun hingga kurun waktu dua minggu, Kejaksaan Negeri Lumajang masih belum menetapkan tersangkanya.

Kasi Intel Kejaksaan Negeri Lumajang Yudhi Teguh Santoso mengungkapkan terkendalanya penetapan yaitu masih butuh pendalaman keterangan saksi dan menunggu pemeriksaan ahli. " Itu rumitnya tipikor mbak,harus matang untuk menentukan tersangka " kata Yudhi Rabu, (3/8/2022).

Pihaknya juga akan segera mengumumkan kepada rekan media jika sudah ditetapkan tersangkanya. Sebelumnya kejaksaan menemukan kejanggalan pada pembuatan harga satuan barang pengadaan bibit pisang Mas Kirana. 

Harga satuan barang yang dibuat yaitu Rp 6.000 per bibit, padahal harga pasaran di Lumajang perbibit pisang mas kirana berkisar Rp 2-3 ribu. Dari perhitungan ini diketahui ada selisih 3 ribu rupiah persatu bibitnya. Padahal jumlah pengadaan bibit pisang Mas Kirana sekitar ratusan ribu bibit. 

Dari perhitungan jumlah bibit dikalikan selisih Rp 3.000 perbibit itulah kerugian keuangan negara hingga ratusan juta rupiah. Belum lagi dalam pengadaan bibit ini pun diduga sudah terkondisikan sebelum pelaksanaan lelang. 

Dari pulbaket Kasi Pidsus ke penerima bibit, ternyata ada sebanyak 34 kelompok tani yang sudah menyiapkan bibit-bibit itu sebelum pelaksanaan lelang. Masyarakat juga berharap agar kasus ini segera ditetapkan tersangkanya, karena sudah merugikan uang negara. (Ind/red)

 

 

Editor : Redaksi

Bantuan dari Presiden RI

Pemerintah Lumajang Hadirkan Pembangunan Berorientasi Manusia Melalui Becak Listrik

Lumajang  – Arak-arakan becak listrik yang melintas di pusat Kota Lumajang menjadi penanda arah pembangunan daerah yang menempatkan manusia sebagai pusat kebijakan. Program ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak semata diukur dari proyek infrastruktur berskala besar, melainkan dari kebijakan yang benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat kecil, khususnya tukang becak lansia yang selama ini menjadi bagian penting mobilitas kota.