lumajang hari ini

Sebanyak 55 KK Sido Mulyo Sumbangan Lahan Jalan Setapak Akses Ke Coban Sewu Semeru

Pronojiwo (lumajangsatu.com) - 55 kepala keluarga (KK) warga Desa Sido Mulyo Kecamatan Pronojiwo menyumbangan akses lahan untuk jalan menunju lokasi melihat Air Terjun Coban Sewu Semeru. Warga juga melakukan kegiatan gotong royong untuk akses mudah bagi wisatawan. "Ya, jalan setapak ini sumbangan 55 KK, bahkan mereka mengerjakan sendiri untuk kemudahan wisatawan," kata Kades Sido Mulyo, Paiman. Akses yang melintasi kebun salah pondo milik warga memang memanjakan wisatawan. Karena selama perjalanan kanan kiri jalan setapak ditumbuhi salak. "Kalau lewat disini, pengunjung disuguhi salak dan aksesnya lebih mudah dan selama perjalanan akan disuguhi derap air coban sewu," ungkapnya. "Kami sangat senang sekali, dukungan masyarakat Sido Mulyo luar biasa," ujar Wabup, As'at Malik. "Ini sungguh sebuah partisipasi masyarakat," kata Ketua Komisi B, Solikin. "Kalau masyarakat mendukung, pemerintah harus segera berbuat," ungkap Suigsan, ketua Komisi C. Masyarakat berharap pemerintah membantu dalam prasarana dan promosi wisata. Sehingga, Pronojiwo bisa populer di dunia pariwisata alam.(ls/red)

Selain Coban Sewu, Sido Mulyo Miliki Potensi Salak Pondo Berkualitas

Pronojiwo (lumajangsatu.com) - Desa Sido Mulyo Kecamatan Pronojiwo selain memiliki potensi wisata Goa Tetes dan AIr Terjun Coban Semeru. Ternyata, potensi salah pondo juga sangat luar biasa disekitar air terjun yang kini populer dan mendunia untuk dikunjungi wisatawan. Wabup, As'at Malik dalam kunjungan ke Cuban Sewu menyempatkan untuk memanen salah pondo didampingi oleh Ketua Komisi C DPRD Lumajang, Suigsan, Sekretaris Komisi B, H.Ahkmat dan Kepala Desa Sido Mulyo, Paiman.  "Mari, ini untuk pak Suigsan sebagian," ujar Wabup yang disambut gelak tawa masyarakat. Menurutnya, potensi di Sido Mulyo dengan populernya Cuban Sewu Semeru akan semakin menambah terkenalnnya potensi lainya seperti Salak, Durian dan Langsep. "Ini perlu dikembangkan," jelasnya. Sementara, Ketua Komisi C, Suigsan mengatakan, potensi Sido Mulyo sangat komplek, wisatawan yang datang ke Goa Tetes dan Coban Sewu bisa membawa oleh-oleh buah khas Pronojiwo. "Ini luar biasa, perlu dikembangkan dan pembangunan," ungkapnya.(ls/red)

Kunjungi Air Terjun Cuban Sewu, Wabup dan DPRD Disambut Antusias Warga

Pronojiwo(lumajangsatu.com) -  Kedatangan Wabup Lumajang, As'at Malik yang sebentar lagi menjadi Bupati bersama anggota DPRD serta sebagian kepala Dinas terkait disambut antusias masyarakat di Sekitar Obyek Wisata Coban Sewu, Sabtu(21/03). Kedatangan orang nomor satu di Lumajang itu, ada seberkas harapan masyarakat Desa Sido Mulyo, daerahnya akan menjadi kunjungan wisatawan domestik dan asing. "Kami senang, jika coban sewu dijadikan tempat wisata dan nantinya dikunjungi wisatawan," ungkap Jamilah warga setempat. "Ya seneng, kami mendukung sekali bila pak Bupati mau mengembangkan dan membangun sarana penunajang ke Goa Tetes dan Air Terjun Coban Sewu," ungkap Kades Sido Mulyo Kecamatan Pronojiwo, Paiman. Kedatangan orang nomor satu langsung disambut oleh Camat Pronojwo, Dedwi dan Istrinya. Bahkan, saat datang ke kawasan lokasi WIsata Coban Semeru antara pejabat dan masyarakat membaur jadi satu. "Ya saya ingin melihat lebih dekat, potensi wisata coban sewu yang populer dan mendunia," ungkapnya.(ls/red)

Kasus Kakek Disangka Curi Kedelai 2,5 Kg Asal Lumajang Jadi Sorotan Dunia Internasional

Lumajang (lumajangsatu.com) - Kasus pencurian kedelai oleh kakek 73 tahun, Ngatmanu warga Desa Dawuhan Lor Kecamatan Sukodono terhadap tetangganya hingga masuk ke ranah hukum, menarik perhatian masyarakat dunia internasional. Persidangan kakek Ngatmanu direncanakan akan digelar Senin depan, 23 Maret 2015.    "Berkas persidangan dari kejaksaan masuk ke kami tanggal 12 maret dan Jaksa penuntut Umumnya, pak Nur Khoyin," kata Humas Pengadilan Negeri Lumajang, AA Gede Agung Tiwandana ditemui wartawan. Untuk jadwal persidangan perdana, kasus Ngatmanu akan digelar Senin, tanggal 23 Maret 2015 dengan 3 Majelis Hakim, D. Trisella Simanjuntak, Purnomo Wibowo dan AA.Gede Agung Tiwandana."Paling cepat persidangan kasus pencurian seperti ini hanya 3 kali," ungkapnya. Sekedar diketahui, Ngatmanu nekat mencuri kedelai 2,5 kg lantaran kesal terhadap tetangganya, Haryanto yang enggan membayar utangnya. Ngatmanu dilaporkan kepolisian lantaran berulang kali ada kejadian kedelai milik Haryanto kerap hilang.   Ketika dilakukan media oleh Polsek Sukodono, pihak Haryanto enggan untuk damai. Bahkan selama 8 bulan, untuk bisa damai dan tidak lanjut ke ranah hukum, Polsek Sukodono sudah memanggil Haryanto untuk damai. Namun,  Haryanto malah mengadukan Polsek Sukodono dengan menyurati ke Polda dan Mabes Polri dan terpaksa diproses hukum oleh petugas.    Kini kasus hukum yang mengungah perikemanusiaan menjadi sorotan dunia internasional sama halnya kasus Ngatsiani, yang disangka mencuri kayu jati milik perhutani. Padahal, nenek tersebut hanya mengambil ranting kering dan harus mendekam ditahanan selama 2 bulan lebih. (ls/red) 

Wow...Sabtu Besok, Muspida Plus Kunjungi Air Terjun Coban Sewu Semeru yang Mendunia

Lumajang(lumajangsatu.com) - Ramainya kunjungan wisatawan ke obyek wisata air terjun Coban Sewu di Desa Sido Mulyo Kecamatan Pronojiwo dan Kini mulai populer  serta mendunia. Ternyata, mulai menarik perhatian pada pimpinan musyawarah daerah (Muspida) Lumajang untuk melihat lebih dekat. Informasi yang diterima ole lumajangsatu.com dari sejumlah pejabat Pemkab, Muspida akan melihat lebih dekat dan mengetahui apa potensi yang bisa dikembangkan seperti halnya B-29. Para pejabat teras Muspida yang akan ke Coban Sewu yakni, Bupati Lumajang, As'at Malik, Sekda Lumajang, Buntaran Supriyanto, Ketua DPRD Lumajang, Agus Wicaksono, Kepala Pengadilan Negeri, Kepala Kejaksaan Negeri Lumajang, Dandim 0821, Kapolres Lumajang dan Danyon 527. "Insyallah Muspida akan mengunjungi Air Terjun di Pronojiwo< Tumpak Sewu," ujar Gawat, Kadisbudpar. Kedatangan para pimpinan daerah tak lain untuk mengembangan wisata air terjun yang dinilai banyak wisatwan sangat indah. Selain itu, akan membicarakan dalam pengembangan kedepan, seperti apa kemaun masyarakat setempat.(ls/red)

De Jure As at Malik Bupati Lumajang, Tinggal De Facto Dilantik Aja

Lumajang(lumajangsatu.com) - Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri, Tjahyo Kumolo untuk pengangkatan Bupati Lumajang, sudah digengamkan As'at Malik selaku penganti Sjahrazad Masdar sebagai orang nomor satu di kaki Gunung Semeru. "SK sudah ada disaya salinanya, tinggal menunggu dilantik saja," ungkap As'at Malik pada wartawan. SK pengangkatan sebagai Bupati Lumajang suda turun pada rabu sore, tanggal 18 Maret 2015. Mengenai pelantikan akan menunggu kedatangan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo yang sedang menjalankan ibadah umroh."Kalau gak akhir maret, ya april," terang As'at dengan sumrigah. As'at berharap dengan dirinya menjadi Bupati Lumajang mendapat dukungan masyarakat dalam membangun daerah. Karena, tanpa keterlibatan masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan dan bermartabat sulit tercapai."Saya berharap semua pihak mendukung," jelas pria kalem itu.(ls/red)

KH Wahab Chasbullah, Pendiri NU yang Lebih Banyak Berbuat Dibanding Berbicara

Lumajang (lumajangsatu.com) - Di kalangan warga Nahdliyyin (NU) dikenal adanya tiga (3) kiai serangkai: KH Hasyim Asy'ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, dan KH Bisri Syansuri. Ketiganya penggagas, pendiri, dan rais am pertama PBNU. Ketiganya pula memegang jabatan rais am hingga meninggal dunia. Bahkan, Kiai Hasyim diberi gelar Rais Akbar.  KH Hasyim Asy'ari (Pondok Tebuireng) adalah rais am pertama, posisinya digantikan KH Abdul Wahab Chasbullah (Pondok Tambakberas Jombang) dan yang ketiga adalah KH Bisri Syansuri, pendiri dan pimpinan Pondok Denanyar, Jombang.  KH Abdul wahab Chasbullah--yang akrab dipanggil Kiai Wahab--bisa dikatakan merupakan implementator dan administrator dari gagasan dan garis perjuangan NU yang digagas KH Hasyim Asy'ari. Antara kedua kiai ini dwitunggal yang sulit dikotomikan dalam perspektif pemikiran keagamaan dan tindakan keorganisasian. Kiai Wahab yang gigih dan konsisten memperjuangkan kepentingan mahzab keagamaan kaum Islam Tradisional di Indonesia tak mungkin dilepaskan dari Kiai Hasyim. Misalnya, dalam pendirian NU di Surabaya pada 31 Januari 1926, Kiai Wahab adalah administrator tangguh yang menggalang dan mengorganisasi para kiai Islam Tradisional berpaham Ahlussunnah Wal Jamaah di Pulau Jawa dan Madura, menghadapi serbuan pemikiran mahzab Moderisme Islam dan puritan yang mulai berkembang di kawasan Timur Tengah di akhir abad 19.  Sebagai ketua Komite Hijaz, dia membawa pesan ulama-ulama Islam Tradisional di Nusantara tentang diizinkan dan diberikannya perlindungan praktek keagamaan bermahzab di Tanah Suci Makkah dan Madinah bagi umat Islam oleh otoritas kekuasaan Bani Ibnu Saud yang belum lama berkuasa di Arab Saudi. Komite Hijaz yang dipimpin Kiai Wahab dan Syaikh Ghanaim berhasil mengegolkan misinya dengan paripurna. Sebagai ulama yang lebih banyak berbuat, bertindak dibanding berbicara, Kiai Wahab sekalipun berpikiran modern, tapi tak pernah meninggalkan nilai-nilai dan akar Tradisionalisme Islam di Nusantara dari 4 mahzab (Syafi'i, Maliki, Hambali, dan Hanafi) yang diikuti dan diyakini sebagian besar umat Islam Nusantara.  Menurut Greg Fealy (2003), Kiai Wahab adalah penggerak utama pembentukan jam'iyyah NU. Sejak sebelum kelahiran NU di Surabaya pada 31 Januari 1926, Kiai Wahab pada 1924 juga mengusulkan perlunya dibentuk semacam perhimpunan ulama untuk memberikan respon yang lebih terkoordinasi, terorganisasi, dan berkelanjutan atas serangan-serangan kalangan Modernis.  Gagasan tersebut belum memperoleh restu dari Kiai Hasyim, mengingat pendiri Pondok Tebuireng Jombang itu tak menginginkan terjadinya pembelahan yang lebih mendalam antarumat Islam Indonesia. Menyadari bahwa tanpa restu dan legitimasi Kiai Hasyim, kecil kemungkinan pembentukan organisasi wadah ulama Islam Tradisional bakal meraih sukses, Kiai Wahab sadar dan sabar bahwa gagasannya tak mungkin bisa diwujudkan dalam tempo cepat.  Menyadari bahwa serangan dan kritikan dari kalangan modernis makin kencang dari waktu ke waktu, gagasan Kiai Wahab untuk pembentukan organisasi yang mewadahi dan mengonsolidasikan kekuatan kaum ulama Islam Tradisional Indonesia memperoleh reasoning dan legitimasinya. Kiai Hasyim memberikan restu dan legitimasi moral dan Kiai Wahab diposisikan sebagai Katib Syuriah PBNU yang pertama.  Dalam buku KH Wahab Chasbullah, Biografi Singkat 1888-1971, yang ditulis Muhammad Rifai (2010), antara lain disebutkan bahwa meskipun hanya bertindak sebagai Katib Syuriah, nafas pergerakan NU hampir tak bisa terlepas dari peran serta Kiai Wahab. Menurut Idham Khalid, Kiai Wahab berkeinginan menjadikan NU sebagai sebuah pesantren, yakni tempat beribadh, menuntut ilmu, bergotong royong, dan mengabdikan dirinya kepada masyarakat dengan menyumbangkan karya- karyanya yang bermanfaat.  "Kiai Wahab merupakan wujud NU dalam praktek. Suatu kombinasi integral antara ketakwaan, keilmuan, akhlak, dedikasi, dan karya baik besar maupun kecil. Organisasi ini lahir dari aspirasi pesantren, di antara kiai, dan di antara santri- santrinya yang terpencil jauh dari jangkauan penguasa dan pemimpin politik. Karena itu, kelahirannya tak menggetarkan kaum pergerakan serta politisi," tulis Muhammad Rifai.  Bagaimana peran dan kiprah politik Kiai Wahab perjalanan politik NU (Partai NU)? Dalam buku "Ijtihad Politik Ulama, Sejarah NU 1952-1967" yang ditulis Greg Fealy (2003), jelas-jelas disebutkan bahwa tokoh yang sangat penting dalam kampanye penarikan NU dari Partai Masyumi adalah Abdul Wahab Chasbullah. Sebagai pejuang yang gigih membela kepentingan umat Islam Tradisional di Indonesia dan membentengi otoritas ulama, Kiai Wahab memandang peminggiran NU dalam Masyumi sebagai pengulangan serangan kaum Modernis yang pernah terjadi pada 1920-an dan awal 1930-an.  "Pada masa itu, Wahab sebagai kiai muda, telah sebagai arsitek yang merancang tanggapan-tanggapan ulama terhadap ancaman modernisme. Kini, sebagai rais am, Kiai Wahab bertekad mengerahkan umat Islam Tradisional untuk mempertahankan kepentingan mereka. Tekad Wahab diperkuat ketersinggungan pribadinya atas langkah-langkah yang diambil Masyumi. Sebagai Ketua Majelis Syuro, dia menolak keras anggaran dasar baru yang mengurangi peranan politiknya, suatu langkah yang menurutnya bertujuan membatasi campur tangan yang kerap dilakukannya terhadap pengambilan keputusan dewan pengurus (DPP Masyumi)," tulis Greag Fealy.  Langkah dan keputusan Kiai Wahab yang menilai NU lebih baik mufaraqah dari Masyumi pada awal 1950-an didasarkan pada pengetahuan dan pemahaman yang kuat atas potret sosiologis, politik, kultural, dan psikologis warga NU. Sebagai ulama yang berakar urat dari bawah, bersifat populis, dan seringkali bersentuhan kalangan akar rumput, Kiai Wahab mampu memotret secara pas dan presisi kegelisahan umat Islam Tradisional atas polemik dan tarik-menarik antarunsur di Masyumi, terutama antara kalangan Islam Tradisional dengan Islam Modernis.  "Sebagai politisi ulama, Kiai Wahab percaya bahwa dengan basis dukungan massanya NU mampu menjadi kekuatan politik besar. Jika hal itu tak dapat dicapai melalui Masyumi, maka NU harus menciptakan partainya sendiri. Kiai Wahab mulai tak suka kepada Natsir (Ketua Umum DPP Masyumi) setelah tokoh ini, di depan umum, mendebat pandangannya tentang hukum Islam. Meskipun Kiai Wahab adalah seorang yang ahli dalam berdebat, dia merasa tersinggung karena seseorang yang lebih muda dengan pendidikan utama sekuler berani menentang tafsiran- tafsirannya," kata Greg Fealy dalam bukunya.  Keyakinan Kiai Wahab atas potensi politik dari waktu ke waktu makin kokoh dan mengental. Insting dan intuisi politiknya menyatakan bahwa NU sebenarnya memiliki potensi kekuatan politik luar biasa. Kiai Wahab mulai tak sabar dengan sikap ekstra hati-hati yang ditunjukkan rekan-rekannya menyikapi sikap dan langkah politik ke depan NU: Apakah tetap bergabung ke Masyumi atau mufaraqah dengan mendirikan partai baru.  Pada muktamar NU tahun 1950, Kiai Wahab menegaskan perlunya NU melakukan penarikan diri dari Masyumi. Dengan kelugasan dan penuh semangat, Kiai Wahab menyampaikan pandangan kepada utusan muktamar: Banyak pemimpin-pemimpin NU di daerah-daerah dan juga di pusat yang tak yakin akan kekuatan NU, mereka lebih meyakini kekuatan golongan lain. Orang-orang ini terpengaruh bisikan orang lain yang menghembuskan propaganda agar orang NU tidak yakin akan kekuatan yang dimilikinya. Kekuatan NU ibarat senjata adalah meriam, betul-betul meriam. Tapi digoncangkan hati mereka oleh propagandanya... gelugu alias batang kelapa sebagai meriam tiruan...! Pemimpin NU yang tolol itu tidak sadar akan siasat lawan dalam menjatuhkan NU melalui cara membuat pemimpin NU ragu-ragu akan kekuatan sendiri. Di bawah kendali utuh, keberanian luar biasa, dan legitimasi sosial keagamaan dan sosial politik yang kukuh dari Kiai Wahab, pada 31 Juli 1952, NU menyatakan keluar dan berpisah dengan Masyumi dan menjadikan NU sebagai parpol mandiri. Hal itu sejalan dengan keputusan muktamar Palembang.  Awal menjadi parpol, stok SDM berkualitas di ranah politik oleh NU sangat minim. Pola politik outsourching telah diterapkan Kiai Wahab dalam konteks pengisian jabatan-jabatan politik-pemerintahan sekiranya Partai NU memperoleh suara signifikan pada Pemilu 1955.  Dalam konteks ini, Kiai Wahab sebagaimana ditulis Greg Fealy, mengatakan, "Jika saya membeli sebuah mobil baru, penjualnya tak bertanya: 'Pak, bapak bisa menyetir?' Pertanyaan semacam itu tak perlu, karena jika saya tidak bisa menyetir saya dapat memasang iklan di koran 'Dicari Sopir'. Tidak bisa diragukan, akan segera ada antrean calon (sopir) di depan pintu (rumah) saya.". (beritajatim.com/red)

Sosok KH. Hasyim Asyari, Ulama Pendiri NU Jauh Dari Fanatisme Sempit Islam

Lumajang(lumajangsatu.com) - Gawe besar itu bakal dihelat pada 1-5 Agustus 2015 mendatang. Lokasinya di empat (4) pondok pesantren (Ponpes) besar di Kabupaten Jombang, Jatim. Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 namanya. Keempat pondok yang memiliki jalinan kesejarahan dan kultural sangat kuat dengan kelahiran ormas Islam NU: Pondok Tebuireng, Pondok Darul Ulum Rejoso, Pondok Denanyar, dan Pondok Tambakberas. 

Semangat Muktamar NU 2015, Untuk Indonesia di Bumi Pendiri NU Jombang

Lumajang(Lumajangsatu.com)- Pada akhir bulan Juli sampai awal Agustus 2015 mendatang, direncanakan bakal digelar muktamar Nadhlatul Ulama (NU) di Kabupaten Jombang, Jatim. Ormas Islam terbesar ini lahir di Kota Surabaya, yang dibidani sejumlah kiai besar dan ternama asal Jombang. Dari Jombang, NU kembali ke Jombang.  Kalau membicarakan NU, tak mungkin melepaskan diri 3 kiai besar yang membidani kelahirannya: KH Hasyim Asy'ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, dan KH Bisri Syansuri. Ketiganya pernah menduduki posisi tertinggi di organisasi NU: rais am.  KH Hasyim Asy'ari memperoleh gelar rais akbar. Hanya pendiri Pondok Tebuireng ini yang mendapat gelar itu. Banyak kiai NU lainnya hanya memegang kapasitas rais am ketika jabatan tertinggi di organisasi kaum Islam Tradisional itu dipangkunya, tanbpa embel-embel rais akbar.  Kiai Hasyim, Kiai Wahab, dan Kiai Bisri adalah tokoh-tokoh penting dan sangat dihormati di kalangan tokoh, kiai, dan warga NU sepanjang massa. Kiai Hasyim yang memiliki ide dan pemikiran brilian untuk mendirikan organisasi yang memayungi kepentingan kaum Islam Tradisional di Indonesia.  Kiai Wahab dikenal sebagai administrator dan organisatoris yang tangguh. Pendiri dan pemangku Pondok Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang ini yang menghubungi dan mempersuasi kiai-kiai Islam Tradisional lainnya di Pulau Jawa dan daerah lainnya di Indonesia, akan arti pentingnya organisasi untuk menjaga dan memelihara kelangsungan pemahaman keagamaannya.  Kiai Bisri dikenal sebagai ahli fiqih yang konsisten. Kakek Gus Dur dari garis ibu yang mendirikan dan memangku Pondok Mambaul Ma'arif di Denanyar, Jombang. Kiai Bisri juga dikenal sebagai penjaga spirit moral dan keagamaan PPP sejak parpol ini lahir dan berkembang.  Konsisten Kiai Bisri yang kukuh dalam memegang fiqih ini bisa dilihat dari resistensi argumentatif yang dia bangun bersama kiai lainnya ketika pembahasan RUU Perkawinan pada awal 1970-an. Tak sepakat dengan draft RUU Perkawinan yang diajukan rezim Orde Baru Soeharto, Kiai Bisri bernama kiai NU lainnya mengajukan draft alternatif RUU Perkawinan.  Setelah melalui perdebatan sengit dan lobi-lobi politik intensif, akhirnya lahir UU Perkawinan yang senafas dan linier yang bertentangan dengan syariah Islam. Legacy politik-hukum yang ditinggalkan Kiai Bisri dan banyak kiai lainnya itu bertahan hingga sekarang dan jadi catatan penting kiprah tokoh Islam dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. (beritajatim.com/air)

Disbupar : Air Terjun Coban Sewu Belum Resmi Dibuka

Lumajang(Lumajangsatu.com) - Obyek wisata Air Terjun Coban Sewu di Desa Sido Mulyo Kecamatan Pronojiwo belum dibuka resmi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Pasalnya, Air terjun yang terus populer dan mendunia, belum memenuhi syarat untuk dikunjungi. "Maaf, kami belum bisa membuka kalau air terjun itu, sebagai obyek wisata resmi," kata Gawat Sudarmanto, Kadibupar pada wartawan diruang kerjanya. Menurut dia, kejelasan ada dikawasan mana air terjun belum diketahui, Karena berada di sungai glidik adalah perbatasan Lumajang-Malang. Sedangkan tidak ada jalur resmi ke air terjun, itupun harus melalui dari obyek wisata goa tetes. "Karena belum resmi, kami tidak mau tanggung jawab kalau terjadi yang tidak-tidak, pengunjung yang nekat melalui goa tetes, dikenai tarif kawasan goa tetes saja," terangnya. Untuk air terjun coban sewu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata akan melakukan koordinasi dengan Dinas Terkait dan Serta desa yang ketempatan. (ls/red)