Orang NU

Untuk (menjadi) NU

Penulis : lumajangsatu.com -
Untuk (menjadi) NU
Mochammad Hisan Ketua STAI Miftahul Ulum Banyuputih Kidul Kabupaten Lumajang

Lumajang - Sebagai kader NU tulen Cak Thoriq siap melaksanakan perintah para Kiai untuk ikut kontestasi kembali pada Pemilihan Bupati Lumajang periode 2024-2029 yang akan digelar pada bulan November mendatang sebagaimana diikrarkan Cak Thoriq, panggilan akrab Thoriqul Haq, saat di minta berbaiat pada kegiatan Silaturahmi dan buka bersama yang dilaksanakan PCNU Lumajang di GOR Wirabakti, Jum’at 5 April 2024.

Setahu saya, kegiatan Silaturahmi dan buka bersama PCNU Lumajang rutin dilaksanakan setiap tahun saat bulan puasa dengan melibatkan seluruh unsur pengurus dari mulai tingkat Pengurus Anak Ranting, Pengurus Ranting, Pengurus Kecamatan (MWC), Pengurus Cabang, Ansor-Banser, Muslimat, Fatayat, IPNU/IPPNU, PMII, seluruh kader NU dan stakeholder NU lainnya. Tahun 2018-2019 pelaksanaannya dipusatkan di masing-masing MWCNU dengan dibagi 5 (lima) wilayah. Dan beberapa tahun terakhir, termasuk pada tahun 2024, kegiatan Silaturahmi dan Buka Bersama dipusatkan di tingkat Cabang. 

Tentunya, pelaksanaan kegiatan tersebut sudah melalui ijtihad, pertimbangan, nasehat dan persetujuan dari unsur Mustasyar (penasehat), Syuriah, Tanfidziyah dan pengurus PCNU lainnya yang mayoritas adalah tokoh dan para Kiai. Kemudian, kegiatan tersebut sangat bermanfaat untuk perekatan dan konsolidasi organisasi terutama dalam mensosialisasikan target strategis PCNU Lumajang dalam jangka satu tahun kedepan. Hal ini menepis anggapan bahwa kegiatan tersebut membuat mainan NU, memecah belah warga Nahdliyin dan politisasi hanya untuk kepentingan politik praktis sebagaimana diviralkan rekaman video melalui group-group whatsapp dan media sosial lainnya.  

Pertama, NU Lumajang dibawah kepemimpinan duet KH. Husni Zuhri dan KH. Darwis (Syuriah-Tanfidziyah) banyak tugas-tugas keorganisasian PCNU Lumajang tergarap dengan maksimal, meskipun belum bisa dikatakan sempurna. Pelayanan dasar kesehatan dengan pendirian Rumah Sakit Nahdlatul Ulama (RSNU) Permata Lumajang pada tahun pertama kepemimpinan Kiai Husni-Kiai Darwis mulai dioperasikan dan dikembangkan. Menurut Kiai Darwis, RSNU Permata dikelola secara profesional dengan tenaga-tenaga medis yang berpengalaman sehingga bisa menjadi alternatif pelayanan kesehatan masyarakat pulau jawa bagian timur khususnya masyarakat Kabupaten Lumajang. Karenanya RSNU Permata Lumajang memberikan pelayanan dengan membuka 4 (empat) poli, yaitu Poli Bedah, Poli Anak, Poli Penyakit Dalam dan Poli Kandungan. Kemudian pengembangan sektor kemandirian ekonomi dengan maksimalisasi peran BMT NU. Hal itu terlihat dari keberhasilan BMT NU Lumajang meraih juara 1 dalam ajang NU Award Jatim yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Lirboyo Tanggal 18 Maret 2023. Tidak hanya itu, pengembangan fasilitasi pelayanan jamaah umroh mulai berjalan dengan mengoptimalkan pengelolaan KBIHU Arafah serta banyak keberhasilan lain yang sudah dicapai dalam pengembangan NU Lumajang.

Kedua, perbedaan pandangan dan sikap pada dasarnya adalah hal lumrah di tubuh jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU), apalagi dengan Kiai yang tidak masuk dalam struktur kepengurusan. Perbedaan adalah sunnatullah dan menjadi rahmat, begitulah NU menempatkan perbedaan. Kita teringat dulu bagaimana KH. Abdurrahman Wahid -Gus Dur berbeda pendapat dengan KH. As’ad Syamsul Arifin, Ketua Ahlul Halli Wal Aqdi NU pada Muktamar NU Ke-28 di Krapyak Jogjakarta hingga Kiai As’ad mufaraqah dari kebijakan-kebijakan Gus Dur. Banyak kalangan menilai peristiwa tersebut akan melemahkan gerak dan basis NU, namun pada kenyataannya, sejarah juga membuktikan bahwa NU semakin getol menjadi simbol gerakan perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan Orde Baru. Lalu bagaimana ketika ada warga Nahdliyin yang ingin menyampaikan masukan dan kritik konstruktif? Sependek pengetahuan saya, ada mekanisme klarifikasi (tabayyun) dengan sowan langsung pada pengurus NU baik syuriah maupun tanfidziyah yang bisa dilakukan oleh warga Nahdliyin.

Ketiga, tahun 2024 tidak hanya di Kabupaten Lumajang tapi 508 Kabupaten/Kota dan 37 Provinsi se-Indonesia juga akan melaksanakan Pilkada serentak pada bulan November yang akan datang. Tidak aneh bila ada kader NU tulen yang potensial, memiliki kredibilitas dan pengalaman dalam kepemimpinan (leadership) didistribusikan untuk ikut berikhtiar memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan tetap berpedoman pada Khittah NU 1926. Komisi Khittah NU dalam Musyawarah Kerja NU Jatim 2009 di Surabaya memutuskan penerapan Khittah NU bidang politik dalam butir 2 yang berbunyi dalam mencapai tujuan, jam’iyah Nahdlatul Ulama berkewajiban memberikan petunjuk dan arahan kepada warganya dalam segala bidang kehidupan baik akidah, syariah, akhlak dan politik. Organisasi manapun akan melakukan hal yang sama dengan mengamankan kadernya sepanjang memenuhi persyaratan konstitusi.

Inklusivitas NU

NU itu sangat keren, siapapun bisa mengaku sebagai bagian dari NU. Untuk menjadi bagian dari NU tidak perlu memiliki kartu tanda anggota, berbaiat di depan pengurus NU tanfidziyah, syuriah maupun melakukan ritual-ritual tertentu. Cukup bilang aku NU, kalau tidak bilang aku NU, maka lakukanlah amaliyah-amaliyah keagamaan yang sesuai dengan tuntunan NU. Tidak perlu membuat pernyataan sikap “demi menjaga marwah NU” yang dimuat dalam konten video dan kemudian disebarluaskan melalui media sosial. Sesimpel itu menjadi warga NU.

Kesimpulan untuk (menjadi) NU tidak terlepas dari peran para kiai yang dalam bahasa Clifford Geertz disebut dengan perantara budaya (cultural broker). Menurut Geertz sosok kiai berperan sebagai mediator antara kelompok budaya yang berbeda, memfasilitasi pemahaman, dialog dan pertukaran antar kelompok. Lebih dari itu posisi kiai di mata santri, kiai bukan hanya sekedar Guru yang mentransfer ilmu keagamaan, ubudiyah semata. Kiai adalah sosok teladan, yang segala tindak tanduknya diteladani, bukan hanya oleh murid (santri; red) sendiri, namun juga oleh masyarakat umum. Apa yang didawuhkan kiai, akan terpatri dalam hati, apa yang dilakukan (amaliyah), akan ditiru dan apa yang ditetapkan oleh kiai akan dipegang kuat-kuat.

Patron klien kiai-santri tidak terbatas hanya pada soal ibadah, ubudiyah semata. Namun mencakup semua dimensi kehidupan. Tidak jarang kita mendengar dawuh para kiai tentang pedoman menyikapi dinamika sosial politik yang berkembang dan dinamika sosial keagamaan yang sedang viral di masyarakat. Hal itu sangat wajar. Begitupun sangat wajar sekali bila kiai-kiai NU Lumajang berijtihad tentang kebaikan masa depan kepemimpinan Kabupaten Lumajang dan memberikan mandat pada kader NU tulen untuk melanjutkan ikhtiar kompetisi pada Pilkada mendatang. Terlebih Cak Thoriq memiliki track record pengalaman kepemimpinan baik di legislatif maupun eksekutif.

Bagaimana dengan yang sama-sama menyandang status “kiai”? Dalam tradisi NU, kiai yang lebih muda usianya, akan berpatron pada kiai yang lebih sepuh usianya. Tanfidziyah akan mengikuti dawuh-dawuh syuriah. Begitulah untuk menjadi NU, untuk menjaga marwah NU, cukup mentaati dan patuh pada dawuh-dawuh Kiai yang lebih sepuh. Semoga kita semua bisa ber-NU dengan tetap mengedepankan adab dan akhlakul karimah.

Oleh : Mochammad Hisan Ketua STAI Miftahul Ulum Banyuputih Kidul Kabupaten Lumajang