Kapolres Terapkan Restorative Justice
Senyum Bahagia, Iman dan Wahid Tak Jadi Berlebaran di Sel Tahanan Polres Lumajang
Lumajang (lumajangsatu.com) - Senyum dan raut wajah bahagia terlihat di wajah Imam Rudianto (23) dan Mohammad Wahid (25). Dua warga Curah Lengkong Desa Curahpetung Kecamatan Kedungjajang itu ditangkap polisi karena kepemilikan bahan peledak (mercon).
Namun, atas dasar kemanusiaan AKBP DR. Arsal Sahban SIK, Kapolres Lumajang menerapkan restorative justice. Keduanya akhirnya dibebasakan dan akan bisa berlebaran bersama keluarga. "Terima kasih pak Kapolres," ucap singkat Wahid dan Imam, Sabtu (01/06/2019).
Karno (47) Kepala desa Curahpetung juga menyampaikan terima kasih kepda Kapolres Lumajang. Dirinya berjanji akan lebih ketat mengawasi warganya agar tidak membuat petasan (mercon) untuk kepentingan apapaun.
"Saya sangat berterima kasih atas kebijakan bapak Kapolres melepaskan warga kami. Saya berjanji mengawasi mereka untuk tidak membuat petasan lagi. ini merupakan pembelajaran buat mereka dan juga buat saya untuk mengingatkan warga-warga kami tentang larangan petasan,” jelasnya.
Keduanya memiliki bubuk mesiu tersebut sudah 3 tahun lalu. Dari hasil penyidikan mercon/petasan tersebut rencana untuk kesenangan sendiri bukan untuk diperjual belikan yang akan digunakan pada malam lebaran. Dari penelusuran catatan kriminal, keduanya belum pernah terjerat kasus kriminalitas dan tidak memiliki catatan buruk di kepolisian.
"Memang benar atas atensi saya, hari ini para pelaku pembuat petasan asal Kecamatan Kedungjajang telah kami lepaskan. Dalam ranah hukum, tindakan ini disebut Restorative Justice. Faktor yang mendorong saya mengambil langkah ini karena dari hasil penyidikan, bubuk mesiu ia beli tiga tahun silam dan yg sekarang hanyalah sisa-sisa saja," jelas Arsal
Perlu diketahui bahwa Restorative Justice merupakan penyelesaian perkara pidana diluar jalur peradilan. Sesungguhnya telah cukup lama muncul gagasan penerapan restorative justice atau sekarang lazim diterjemahan sebagai keadilan restoratif. Banyak ahli hukum yang melakukan kajian-kajian keadilan restoratif, tetapi karena belum ada satu Negara pun di dunia yang mempraktekkan secara utuh, ditambah dengan dominannya model non-restoratif maka beberapa pihak menamakan model ini sebagai sesuatu yang baru.
Eva Achjani Zulva dalam disertasi doktornya misalnya, menganggap bahwa pendekatan keadilan restoratif merupakan pendekatan baru dalam upaya penyelesaian perkara pidana yang mengemuka dalam kurun 30 tahun terakhir ini. Hal ini dikarenakan, keadilan restoratif dalam praktiknya berbeda dengan sistem yang sekarang ada, karena pendekatan ini menitikberatkan adanya partisipasi langsung pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana.(Res/red)
Editor : Redaksi