Lumajang (Lumajangsatu.com) - Lumajang Koi Club Komunitas pecinta ikan Koi asal Kota Pisang berawal hanya terdiri dari satu hingga dua orang yang terpukau dengan kemolekan tubuh ikan Koi. Namun, selepas dibentuk pada tahun 2010 dan berkeliling mengunjungi tempat budidaya ikan Koi di seluruh Indonesia, Lumajang Koi Club bertekad menjadikan kota sebagai sentra pengembangan koi.
Alhasil, LKC yang dipimpin Dwi Santoso ini, kini sudah memiliki anggota sekitar 18 orang yang tersebar di wilayah Lumajang. Rata-rata, anggota dari komunitas ini terdiri dari penggemar, peternak, pembudidaya, pemerhati hingga pedagang.
Baca juga: Asosiasi BPD se-Lumajang Bertemu H. Rofiq Anggota DPRD Jatim
Dan seperti pada umumnya, komunitas ini dibentuk dengan maksud sebagai wadah berkumpul dan bertukar informasi sesama penggila ikan Koi.
"Jika sedang berkumpul, komunitas ini biasanya mengulas berbagai topik mulai dari cara perawatan, pemeliharaan, hingga pada ajang jual beli" Kata Dwi Ketua komunitas
Selain itu, diperbincangkan pula kriteria ikan Koi yang bagus dan jelek, penanganan ketika ikan Koi sakit dan masalah penanganan kolam tempat memelihara koi. Hebatnya lagi, semua komunikasi yang dijalin dalam komunitas ini sifatnya non profit dan non komersial, alias lebih seperti keluarga sendiri.
Tak seperti komunitas lain yang mengalami pasang surut penggemar, grafik pecinta ikan Koi terbilang stabil. Bahkan, hingga kini para pecinta ikan Koi tetap menunjukkan eksistensinya.
Penyebabnya pun sederhana, yakni ikan Koi terdiri dari berbagai jenis yang memiliki corak warna yang berbeda. Corak warna berbeda tersebut, tak pelak membuat keindahan ikan Koi semakin semarak. Sebut saja, ikan Koi jenis Kohaku, Showa Sanshoku, Taisho Sanshoku, Utsurimono-Bekko, Asagi-Shusui, Koromo-Goshiki, Kinginrin, Hikarimono, Tancho, dan Kawarimono. Sebagian besar penamaan jenis ikan Koi tersebut, didasari oleh warna dan letak bercak di badan ikan Koi tersebut.
Bagi pecintanya bentuk tubuh ikan Koi merupakan torpedo yang proporsional sehingga mampu memikat hati, ditambah lagi kualitas warna kulit. Pola warna yang berimbang merupakan nilai plus-nya bila dikaji, ikan Koi bahasa Jepang dikenal dengan sebutan Nishikigoi, yang berarti memiliki keanggunan dan keelokan badan.
Lekuk dan liuk gerak ikan Koi adalah pemandangan indah yang membuat kepincut siapa saja yang melihatnya. Untuk memelihara ikan Koi yang diperuntukkan untuk budidaya, banyak faktor yang harus diperhatikan.
Pasalnya, setiap ikan Koi hanya mampu menghasilkan sekitar 5% telur yang berpotensi sebagai bibit unggul. Oleh karena itu, kualitas air dan pakan wajib terjaga dengan baik.
"Misalnya saja, di dalam kolam tempat memelihara ikan Koi harus mengandung kadar magnesium seminim mungkin. Begitu juga dengan suhu air, sebaiknya berkisar antara 20 hingga 25ºC" Kata Rony salah satu anggota komunitas LKC
Jangan lupa, sebisa mungkin kolam di-setting mengalir seperti habitat asli ikan Koi yang berasal dari sungai. Sedangkan dari untuk pakannya, ada baiknya menggunakan pakan ikan Koi yang tinggi protein sehingga ikan asal China ini cepat tumbuh.
Kemudian, beri pakan berupa spirulina yang akan membuat warna merah di tubuh ikan Koi lebih menyala. Tak hanya pakan berprotein tinggi dan spirulina, agar corak warna putih pada ikan Koi tampak cerah berikan juga wheat germ.
Baca juga: MPM Desak BK DPRD Segera Clearkan Beredarnya Foto Mesra Mirip Ketua Dewan Lumajang
Komunitas Lumajang Koi Club Sabet Juara Umum Piala Bergilir Selama 2 Tahun
Seperti klub-klub lain pada umumnya Cak Rony ternyata sudah lama mendirikan komunitas bernama LKC (Lumajang KOI Club). LKC didirikan tahun 2010. Namun, susunan kepengurusan baru diresmikan pada tahun 2017.
“Berdirinya sudah lama. Cuman kepengurusan yang baru kita bentuk tahun 2017. Awalnya hanya dua orang pengurus”, ungkap Dwi Santoso Ketua LKC Lumajang.
Setelah LKC terbentuk, berbagai kontes KOI nasional diikuti. Puncaknya, pada tahun 2018 LKC mendapatkan juara dalam perebutan Piala Presiden Republik Indonesia di Blitar. Gelar sebagai Juara 1 Piala Presiden RI membuat LKC bersemangat, berbenah diri agar ikan-ikan yang dipelihara dan yang diikutkan lomba benar-benar ikan berkualitas. Ikan-ikan KOI mereka breeding bersama mitra mereka sendiri.
“Setelah mendapatkan gelar juara kita berupaya tetap bersemangat untuk meningkatkan kualitas ikan”, ungkapnya.
Pada bulan Maret 2019 lalu, LKC mengadakan even perdana. Namanya Lumajang KOI Festival. Harapannya Kampung KOI ini menjadi tempat budidaya ikan KOI, manjadi aktivitas LKC dalam mengembangkan perikanan ikan hias di Lumajang serta menjadi Wisata Edukasi.
Kampung KOI ditempatkan di Desa Karanglo, Kecamatan Kunir. Di desa ini banyak mitra LKC diperkirakan, Kampung KOI luasnya 1.000-1.500 meter persegi.
Baca juga: KPU Mulai Distribusikan Logistik Pilkada Lumajang 2024
“Konsep kita, Kampung KOI didirikan sebagai tempat tujuan wisata baru di Lumajang, sebagai Wisata Edukasi di dunia ikan. Kita yakin ini bisa dilakukan karena Lumajang punya sumber daya alam yang lebih bagus ketimbang daerah-daerah penghasil ikan hias. Kita berkeinginan mengangkat Lumajang dari segi perikanan, ikan KOI”, tuturnya.
Dijelaskan, merawat KOI memang harus memiliki keahlian khusus dan bisa dipelajari oleh siapapun yang mau belajar. Misalnya bagaimana memilih calon ikan yang bagus, ikan yang super untuk dilombakan. Ikan diseleksi betul sejak kecil.
“Terus cara perawatannya, indukannya pun yang berkualitas tinggi dan bagus. Alhamdulillah, dalam hal ini kita menguasai”, ungkapnya.
Tentu saja, dalam memelihara ikan KOI ada kendala tersendiri. Misalnya perubahan cuaca dan fasilitas pembesaran. Saat ini, kolam pembesaran milik LKC terbatas.
Sekedar diketahui, total ikan KOI yang dimiliki LKC untuk lomba/ persiapan lomba sebanyak 259 ekor, sedangkan stok indukannya sebanyak 7 pasang itu.
“Itu stok pribadi dari kita. Di LKC ini, kan berbagai basic. Ada yang hobi, ada yang menjual reseller, ada yang budidaya. Jadi, yang kita budidayakan itu ikan dari teman-teman, koleksi teman-teman. Jujur aja, kita murni belum punya indukan khusus untuk breeding. Sementara seperti itu”, imbuhnya. (ind/ls/red)
Editor : Redaksi