Sengketa Perhutani dan Warga

Dalam Sengketa, Satu Dusun di Tempursari Tak Miliki Sertifikat Tanah

lumajangsatu.com
Salah satu masjid di dusun Sukosari Desa Pundungsari Kecamatan Tempursari

Lumajang (lumajangsatu.com) - Sengketa lahan warga dengan Perhutani di Lumajang nampaknya tak kunjung usai. Di Desa Pundungsari Kecamatan Tempursari ada satu dusun Sukosari dimana seluruh tanahnya tidak satupun memiliki sertifikat.

Abdul Rohman, Sekdesa Pundungsari menyatakan ada 360 hektar lahan yang dihuni oleh sekitar 416 kepala keluarga tidak bersetifikat. Dilahan itu, sudah berdiri banyak fasilitas umum, seperti masjid, gereja, sekolah, kantor Dusun dan lainnya.

"Dusun Sukosari di Desa Pundugsari tanahnya tidak ada yang bersertifikat mas. Dan sudah ditinggali berpuluh-pulih tahun oleh warga," papar Rohman, Senin (10/09/2018)

Baca juga : Inilah Akun Resmi Cak Thoriq, Silahkan di Follow

Baca juga: PT KAI dan Dishub Lumajang Tutup Perlintasan Kereta Api Liar

Tahun 2002 pernah dilakukan pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) namun hingga kini belum ada kejelasan tanah itu masuk lahan Perhutani atau tidak. Warga sudah menggarap lahan itu sejak lama, dengan ditanami cengkeh, kopi, kakau, kelapa, pisang dan tanaman yang lainnya.
pundungsari-sukosari
"Kita ingin ada kejelasan dengan lahan ini. Kita berharap ada fasilitasi dari pemerintah agar warga Sukosari bisa lega dengan status lahannya," jelasnya.

Baca juga : Yuk...! Hadiri Ruwat Air dan Makan Tumpeng Bersama di Desa Penanggal

Baca juga: 26 Ribu Warga Telah Berkunjung dan Manfaatkan Pelayanan di Mal Pelayanan Publik Lumajang

Muchlisin, Waka ADM Perhutani Lumajang menyatakan bahwa lahan di Sukosari masuk dalam sengketa lahan yang saat ini di fasilitasi oleh Komisi A DPRD Lumajang. Perhutani tetap berpatokan pada aturan, untuk penyelesaikan sengketa lahan tersebut.

Baca juga : Terbukti Rusak Hutan Lindung, Ketua LMDH Diganjar 8 Tahun Penjara

Baca juga: Diskominfo Ajak Warga Selektif Terima Informasi Jelang Pilkada Lumajang 2024

Ada tiga cara yang dihasilan dalam pertemuan dengan DPRD, yakni warga diminta memberikan bukti-bukti kepemilikan lahan kepada DPRD. Jika tidak memiliki bukti-bukti, maka lahan tersebut adalah milik Perhutani yang dikuasai oleh warga.

Jika sudah berbentuk bangunan, maka harus direlokasi ketempat lain atau ada fasilitasi dari Pemerintah Daerah untuk mengganti dengan lahan lain. Jika berupa lahan, maka pengelolaannya harus bagi hasil dengan sistem Perhutanan Sosial, dimana 70 persen untuk penggarap dan 30 persen untuk Perhutani.

"Dusun Sukosari masuk dalam sengketa lahan mas. Kita sudah duduk bareng DPRD Komisi A dan kita segera menyelesaikan konflik itu tentunya sesuai dengan aturan Perpres 88 tahun 2017," pungkasnya.(Yd/red)

Editor : Redaksi

Politik dan Pemerintahan
Berita Populer
Berita Terbaru